Kapolri Jenderal Tito Karnavian terbilang polisi yang beruntung dari sekian banyak perwira tinggi di jajajarannya malah ia terpilih oleh Presiden dan mendapat lompatan kesempatan untuk menjadi Kapolri. Beliau memiliki ketercerahan intelektual, kecerdasan mental dan ketercerahan moral , namun diketahui pada saat yang sama ada hal yang tidak mudah mengendalikan organisasi kepolisian di mana image dan rasa ketidakpercayaan kebanyakan masyarakat terhadap insitusi polisi sampai saat ini masih belum positif yang pak Tito mau atau tidak mau , suka atau tidak suka menjadi penanggung jawab selaku pemegang komando tertinggi institusi polisi.
Jumlah anggota polisi yang saat ini sekitar 430.000 anggota menjadi potensi sekaligus menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Kapolri untuk memperbaiki institusi Polri, diawali dengan memperbaiki pintu masuknya yaitu sumber daya manusianya, kualitas personilnya , benahi management organisasi dari ring terdekat di Mabes Polri, Polda, Polres/ Poltabes, sampai tingkat Polsek dan Pos Pol, perlu revolusi besar berkait SDM dan management di lingkungan Polisi.
Namun Pak Jendral Tito harus berimbang tidak hanya memikirkan keluhan dan ketidakpercayaan masyarakat saja kepada kepolisian . Ada polisi yang sudah menerapkan nilai nilai kehidupan seperti Pak Polisi Hoegeng, ada polisi yang bekerja sambi menjadi pemulung, ada polisi yang sambi bertani, ada polisi yang mengasuh pondok pesantren, ada polisi yang seniman, ada polisi yang jadi atlit, namun jumlah ini tidak lebih banyak dari cerita atau keluhan image masyarakat kebanyakan terhadap prilaku dan SDM Polri.
Sebagai seorang akademisi dan anggota masyarakat yang banyak belajar dari orang desa yang berhati petani, banyak keluhan dan pengalaman yang dsampaikan atau diperdengarkan kepada saya berkait kepolisian, di antara fenomena polisi yang sudah bekerja lebih baik namun masih lebih banyak lagi yang menunjukkan sdm/ kinerja yang kurang baik.
Masih ada kesan jika polisi dapat djadikan alat, bahwa polisi dan hukum dapat di beli, bahwa polisi seperti orang yang tidak ada pekerjaan karena yang diurus atau diperhatikan adalah hal hal kecil atau suka cari cari kesalahan masyarakat, bahkan ada kesan di masyarakat bahwa polisi sebenarnya tahu kejahatan dan membiarkan, polisi lamban dalam antisipasi, masih ada cerita kapal nelayan yang dirompak sebanyak 200 kapal selama tiga bulan di perairan Lampung (berita Tribun Lampung 21 Agustus 2016, dan berita pada running text, Metro dan kompas tv 21 Agustus 2016).
Dengan tingginya pelaku begal kendaraan bermotor di berbagai daerah, masih adanya pembutaan SIM dengan harga yang tidak sesuai seperti yang tertera di harga resmi loket unit lantas, permainan anggota polisi untuk merubah alamat si pemohon pembuat SIM (mall adminsitrasi) untuk mendapatkan keuntungan ekonomi bagi petugas kepolisian, masih adanya anggota polisi yang juga ikut back up kegiatan yang bertentangan dengan hukum bahkan Bambang Widodo Umar, menyatakan berbagai kemunduran yang dialami oleh Polri dalam beberapa tahun terkahir disebabkan kerusakan mendasar di bidang SDM , manusianya yang menjalankan system di kepolisian tersebut sudah gtidak benar, demikian ungkap beliau selaku dosen dan pengamat kepolisan (harian kompas , 19 Agustus 2016 halaman 3)
Di sisi lain ada juga hambatan internal dalam institusi polisi. Banyak polisi yang bekerja sudah tidak terima gaji, akibat gajinya sudah dipotong hutang bank, ada polisi yang terkadang mendapat perintah untuk tugas pengamanan namun honor pengamanan tidak pula menerima, personil hanya tanda tangan saja tanpa terima uang.
Ada juga di kantor polisi ada anggaran uang makan untuk anggota namun tidak pula disediakan untuk jadi biaya makan anggota di kantor, demikian pula biaya patrol, uang pemberkasan perkara, beli kertas, beli tinta print di kantor juga hanya ada dalam angka kenyataannya terhadap kebutuhan tehnis dan sehari-hari dalam tugas kepolisian, anggota yang harus menanggulangi dengan caranya sendiri, termasuk biaya biaya operasional di kantor sering sekali tidak jelas ke mana menguapnya .
Maaf… Pak Tito, jika info atau keterangan ini salah.. inilah yang saya peroleh dari keterangan masyarakat dan mahasiswa saya juga yang berstatus anggota polisi , menyampaikan banyak PR di tubuh polisi yang harus dibenahi, masih ada pengkotakan di level pimpinan, hingga ungkapan semua tergantung arah bendera, “mau daftar polisi gratis namun untuk diterima polisi harus bayar”, mau mutasi harus pakai uang, mau ikut sekolah lanjut juga harus pakai uang, ada setoran yang dibebankan pimpinan apalagi bagi unit tertentu seperti reskrim, unit lantas, narkoba dan intel ,apa lagi jika ada pejabat atasan yang datang atau jika di kesatuan ada kegiatan. tidak perlu berbantah bantahan namun telusurilah secara objektif dan bening demi kebaikan yang lebih besar.
Apa yang menjadi pengarahan dan yang disampaikan pucuk pimpinan diatas belum sama operasional dan implementasinya di bawah, frekuensi tujuan yang diinginkan pimpinan dan anggota di bawah tidak sama, sehingga layanan dan citra polisi belum dapat dirasakan optimal oleh masyarakat.. demikian ucapan mahasiswa atau teman teman saya yang juga kebetulan anggota kepolisian tersebut. Hal hal tersebut harus jadi catatan instrospeksi bagi bapak dan perlu ditelusuri hulu hilirnya lebih bening, perhatikan catatan yang diberikan Kompolnas, lihat pula masukan dari lembaga lembaga publik, kajian litbang pers berkait kinerja kepolisian maupun laporan tahunan lembaga pemantau kepolisian.
Jadi semua jajaran kepolisiaan harus fokus, dan menyumbangkan pendapat serta tindakan yang mempunyai nilai manfaat untuk kebaikan, demi kepentingan yang lebih luas, demi nama keluhuran eksistensi penegak hukum dalam ha ini polisi lebih baik, semoga dalam telaah dan temuan bapak dan jajarannya nanti hal ini sudah tidak terjadi lagi dan factor factor hambatan hambatan ini telah teratasi sehingga masyarakat telah memberikan nilai dan mengacungkan jempol bahwa institusi polri dan SDM polri telah berubah lebih baik, itulah sinyalnya… sebagai penanda telah terjadi perubahan lebih baik dan mendapat pengakuan yang positif dari masyarakat