Mohon tunggu...
Avet Batang Parana
Avet Batang Parana Mohon Tunggu... lainnya -

Pengubah Kertas Menjadi Emas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hilangnya Sebuah Kepribadian

25 Desember 2011   15:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Nyorong, Potret Budaya Yang Dikaburkan"

Oleh : Afifuddin, S.Pd

Upacara nyorongmerupakan salah satu episode dari sebuah prosesi pernikahan adat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yaitu berupa proses penyerahan barang/uang permintaan (berdasarkan kesepakatan dalam proses lamaran), yang dilakukan oleh orangtua dari pihak laki-laki kepada orangtua dari pihak wanita.  Upacara nyorong ini dilaksanakan setelah bakatoan (lamaran) diterima, yang kemudian diteruskan dengan acara basaputis (memutuskan/mengambil keputusan). Didalam acara basaputis inilah ditentukan hari-hari baik untuk pelaksanaan episode-episode berikutnya.

Namun sekarang nilai-nilai budaya atau adat istiadat itu, sudah mulai kabur atau paling tepat, dikaburkan. Sebagai contoh kecil saja, tentang sebutan dan pengertian nyorong ini. Dibeberapa tempat di Kabupaten Sumbawa, istilah nyorong bahkan sudah berganti sebutan dengan sorong serah yang sebenarnya sebutan itu berasal dari Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.. Padahal orangtua-orangtua dulu tidak pernah mengenal istilah tersebut. Tidak jelas siapa yang memulai istilah ini dan tak ada seorang pun yang memberikan teguran atau sekedar meluruskan.

Meski tidak jelas siapa yang memulainya, namun bisa ditebak bahwa istilah sorong serah datang dari Kota Alas (tempat saya tinggal sekarang) karena komunitas sasak dikawasan ini jauh lebih besar jumlahnya ketimbang dikawasan lain di Sumbawa, kecuali Labangka.

Lebih parah lagi bahwa selain sebutan nyorong yang sudah berganti menjadi sorong serah, juga kelengkapan upacara ikut berganti, misalnya ratib rabana ode yang selalu dominan dimainkan pada setiap upacara nyorong, sudah jarang dimainkan lagi. Ratib sudah diganti dengan kecimol(alat musik asli sasak).

Saya; sebagai pemuda asli Sumbawa, ikut prihatin dengan keadaan ini. Semoga tokoh-tokoh masyarakat dapat menganalisa dan merenungkan apa yang telah saya paparkan.  Harapan saya, ke depan kita dapat menemukan titik terang untuk melestarian budaya-budaya di Sumbawa, tidak terkecuali upacara nyorong.

--OoO--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun