Mohon tunggu...
Astuti Dwi Wahyu Pertiwi
Astuti Dwi Wahyu Pertiwi Mohon Tunggu... -

I'm a simple person,,,.I'm just ordinary girl,,but I have a lot of experience. I'm a strong woman,,sometimes other people see me weak,,but not that easy,, must be proved to be the best,, from all good......

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prestasi Akademik Vs. Non-Akademik

7 Mei 2012   16:38 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 2053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

PRESTASI. Satu kata tediri dari delapan huruf yang dapat membanggakan seseorang.  Dengan prestasi seseorang dapat merasa puas, bangga, dan bahkan terkenal. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan suatu prestasi tertentu dapat menghasilkan uang bagi yang mendapatkannya.


Menurut Lutfi Fazar Ridho, mahasiswa komunikasi Undip, prestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat menggapai apa yang diinginkannya baik secara akademik maupun non-akademik.


Namun pada kenyataannya, di perguruan tinggi negeri belum memiliki tadisi untuk menghargai, mengakui, dan mengembangkan prestasi non-akademik para mahasiswanya. Bahkan, PTN kerap tidak memberikan dukungan terhadap prestasi non-akademik tersebut, misalnya saja bidang kesenian dan bidang olahraga. Oleh karena itu sebaiknya PTN mencoba mengubah pola pikir yang dinilai kurang memiliki model kepemimpinan yang baik.


“PTN terlalu kaku dalam memahami aturan. Ini dilihat dari banyaknya dosen-dosen yang notabene berasal dari akademisi ketimbang praktisi. Sehingga jelas bahwa prestasi akademik jauh lebih mendapatkan tempat ketimbang prestasi non-akademik. Masih banyak ditemui kasus mahasiswa berprestasi non-akademik yang sulit memperoleh izin Universitas terkait ketika akan mengikuti ajang-ajang nasional dan internasional. Banyak dosen yang tidak ramah untuk urusan izin. Perlu pendekatan khusus. Bahkan untuk masalah pembiayaan, Universitas sangat sulit mengalirkan dana yang memang dibutuhkan oleh mahasiswa yang akan mengikuti lomba tersebut, padahal kalau menang nama alamater juga yang akan terbawa harum. Kalau diibartkan, sistem pembelajaran di PTN seperti seorang pemimpin yang hanya bisa patuh terhadap aturan sehingga tidak ada terobosan baru dan keberanian dalam mengambil risiko”, tutur Lutfi Fazar Ridho saat ditemui seusai kuliah (28/04).
Dia juga menambahkan, sebaiknya dosen memberikan arahan kepada mahasiswanya untuk juga dapat berpartisipasi dalam berbagai organisasi, pelatihan, seminar, atau lomba-lomba non-akademis di luar kelas perkuliahan. Sehingga mahasiswa dapat melihat bahwa dunia diluar kampus itu lebih luas dari apa yang dibayangkan.


“Berbagai macam teori-teori yang diajarkan dosen kepada mahasiswa belum dapat menjamin bahwa seusai menyelesaikan jenjang perkuliahan, mahasiswa dapat menerapkan teori-teori tersebut dengan mengaplikasikan di dunia pekerjaan yang sesungguhnya. Hal ini akan dirasa sangat sulit, jika sistem pengajaran dosen di PTN hanya mengandalkan teori yang diberikan kepada anak didiknya. Selain itu adanya keseimbangan pemberian teori dan praktek kepada mahasiswa, mampu melatih sisi psikologis mereka agar tetap menjadi pribadi yang tidak hanya kritis tapi juga rendah hati”, tegas Lutfi yang pernah meraih kemenangan di ajang  Caraka Festival Kreatif 2011.


PTN perlu menambah dosen-dosen yang notabene berasal dari praktisi sehingga pembelajaran dapat berimbang. “ Saya rasa Universtas Negeri perlu penambahan dosen-dosen dari sisi praktisi sehingga ada keseimbangan dalam setiap pembelajaran yang diterima oleh para mahasiswa. Misalnya saja matakuliah periklanan, akan lebih cocok apabila dosen yang mengajar adalah dosen yang memang sudah malang melintang di dunia periklanan tersebut atau istilahnya sudah banyak pengalaman. Bukan malah dosen yang hanya menguasai dari sisi teori namun prakteknya tidak pernah diberikan, yang mana ilmu yang diajarkan hanya itu-itu saja tidak pernah ada pemberian referensi yang lain. Inikan juga dapat memicu pembunuhan kreatifitas mahasiswa karena dinilai dosennya tidak kreatif”, kata mahasiwa Komunikasi Undip angkatan 2008 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun