Upaya pemerintah untuk menambah warna pelat kendaraan untuk dapat membedakan mana masyarakat yang mendapat subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan yang tidak, sepertinya perlu diapresiasi. Tapi yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah upaya tersebut dapat menjadi solusi yang baik? Ini adalah pertanyaan yang mungkin sepele namun sulit untuk dijawab.
Namun, menurut saya pribadi hal tersebut diatas bukanlah solusi yang tepat. Sebab, bisa jadi ini justru akan menimbulkan masalah baru di masyarakat. Jika kita analisa dengan keadaan masyarakat yang terbiasa dengan suatu yang serba mudah atau instan (mengisi BBM dengan subsidi yang tidak membedakan warna pelat) akan membuat suatu yang rancu.
Adanya pembenahan mengenai kesadaran dari pengguna BBM harus ditanamkan, ini sangat diutamakan. Apabila sudah ada keasadaran yang mengakar pada diri pengguna BBM bahwa yang bersubsidi itu hanya untuk kalangan tidak mampu, sehingga penambahan pelat kendaraan tidak perlu diberlakukan.
Banyak kita temui di masyarakat mobil-mobil mewah tidak malu-malu mendapatkan subsidi dari pemerintah. Padahal, mereka yang telah membuat peraturan tersebut. Sungguh ironis dan tidak dapat dibayangkan. Tindakan mereka (para pengguna mobil mewah) di dalam bertindak sangat tidak selaras dengan peraturan yang diberlakukan.
Formulasi yang pas untuk pembenahan kesadaran pada diri masyarakat memang susah didapatkan, apabila formulasi tersebut ada, memang dapat dibayangkan bukan hanya penyaluran subsidi BBM yang berjalan dengan tepat sasaran tetapi semua lini dari suatu negara akan berjalan dengan baik, apakah itu hanya mimpi kita semua, yang bisa menjawab hanya individu kita masing-masing.
Pemerintah harus bisa bertindak tegas dan di bantu Pihak SPBU. Kalau si mobil-mobil mewah minumnya BBM bersubsidi terus, ya bisa cepet habis persediaan BBM bersubsidi untuk rakyat kecil. Bukankah BBM bersubsidi memang ditujukan untuk kendaraan-kendaraan yang tidak mewah?
Selain itu pemerintah juga harus berupaya menanamkan kepada masyarakat untuk mempunyai rasa malu menggunakan bukan hak miliknya. Hal ini bisa menjadi rujukan pemerintah untuk menghindari kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh elite-elite kelas atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!