“Kamu anter aku pulang sekarang ya,
kos aku kan tutup jam 10 malem.”
“Oke, aku tau kok.”
Tasya menjawab sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dan tetap fokus melihat jalanan. Menyetir mobil
di malam hari untuk Tasya memang merupakan suatu hal yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi. Karena pandangan matanya saat malam hari tidak sebagus saat pagi atau siang hari. Matanya terkadang tak sanggup menerima silau sinar lampu dari mobil yang datang dari arah yang berlawanan, belum lagi kalau
turun hujan dan jalanan macet. Kalau sudah begitu aku hanya bisa diam karena tak ingin mengganggu konsentrasi menyetir Tasya. Aku melihat keluar kaca dan mendapati sebuah bus disebelah mobil kami, bis ekonomi jurusan antar kota. Aku jadi ingat beberapa tahun yang lalu, saat aku juga pernah naik bus seperti itu.
---
Waktu itu hujan rintik-rintik.
Laki-laki itu mengantar kepulanganku sampai pintu bis yang aku tumpangi, kulihat senyum di bibirnya namun sedih di matanya. Saat itu aku duduk dekat jendela, tidak sulit untuk melihat ke dalam matanya. Mataku berbicara I Love You padanya, dan ia hanya mengangguk tanda mengerti.
Kota cimahi, adalah tempat pertama kalinya kami bertemu setelah 6 bulan lamanya. People says that long distance is killing you softly, that’s true. Sekarang aku merasakannya sendiri. Lampu bis yang remang-remang saat itu seperti hatiku. Tak begitu gelap, tapi juga tak begitu terang. Tak jelas isinya.
Pertemuan singkat atas sedikit kenekatanku itu nyatanya tak mampu menghapus rinduku. Pertemuan itu masih
menyisakan titik-titik rindu di hati. Sedikit penyesalan muncul mengapa dulu kami memutuskan pisah sekolah. Aku di Surakarta dan dia di Cimahi. Jarak yang memisahkan kita sangat jauh. Teramat sangat.
Ketika bis mulai melaju perlahan mataku menolak melepas bayangnya. Kakiku ingin berlari kembali padanya.
Tanganku ingin tetap menggenggam tangannya. Tapi aku harus pulang, aku harus pulang ke rumah karena Ibu marah besar. Ia tahu bahwa aku diam-diam pergi ke Cimahi menemuinya. Ya, hubungan ini tak direstui ibuku. Ibu sangat tidak suka padanya. Aku cinta Ibu, karena dia Ibuku, tapi aku juga cinta dia.
Hujan diluar semakin deras. Lunglai tubuhku. Hatiku kacau dan pikiranku penuh. Kalut. Pelukan hangat itu masih bisa aku rasakan. Wajahnya masih jelas terlihat. Stefan, aku masih rindu. Aku belum ingin pulang.
---
Aku buru-buru mengejar bis terakhir sore ini. Bis yang akan mengantarku kepada pacarku sejak SMP. Jalanan
Cianjur-Cimahi yang biasanya memakan waktu 2 jam itu terasa setahun bagiku. Bisa di bilang aku kabur, aku tidak pamit Ibu dan tidak memberi tahu siapapun. Aku hanya ingin menemuinya. Hanya dia.