Mohon tunggu...
Mustadir Darusman B
Mustadir Darusman B Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya seorang penikmat tulisan. Bukan seorang Bloger (untuk sementara)...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Valentine’s Day, Budaya Salah Kaprah !!

14 Februari 2012   10:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Kasih sayang bukanlah symbol “artefak” yang harus diperingati. Kasih sayang itu lahir akibat rasa iman dalam diri. Kapan dan dimanapun kasih sayang itu pasti ada. Tidak sebatas pada bulan Pebruari, dimana seluruh dunia berevoria akan hari itu. Hari dimana merupakan bukti bahwa kita telah terbelenggu oleh budaya asing, budaya salah kaprah, budaya kapitalis. Kini kita hanya menunggu “kemarahan” tuhan atas perilaku kita”.

~Armand_Sholeh`



Hari ini, tepat tanggal 14 Pebruari. Bagi sebagian masyarakat bangsa ini, tanggal 14 Pebruari adalah tak ubahnya seperti tanggal-tanggal sebelumnya. Mereka bekerja seperti biasanya. Namun disisi lain, banyak pula merayakan hari ini sebagai hari Valentine’s Dayatau hari kasih sayang.

Sungguh ironi memang, karena perayaan yang berasal dari bangsa romawi kuno penganut animisme 17 abad silam, sudah mulai meracuni analogi logis masyarakat negeri ini. Tidak hanya pada remaja. Yang “senja” pun terkena doktrin dan pemahan sesat umat Kristen Romawi yang memperingati kematian St. Valentine, seorang pendeta yang hidup pada abad ke-III, yg merupakan cikal bakal perayaan hari kasih atau lebih dikenal dengan “aungan” Valentine’s Day.

Valentine yang terkenal dengan simbol cupid, yakni seorang bocah telanjang bersayap, dengan busur dan anak panah merupakan simbol dari peringatan ini. Konon Valentine’s day digunakan sebagai ajang berbuat “maksiat”. Dimana kematian Valentine yang dijadikan lambang penebar cinta dan diperingati setiap tahun hanya sebuah slogan, sementara prosesinya tak lebih mencari kesempatan untuk mendapatkan pasangan yang akan dizinahi setahun kedepan.

Penulis, tidak akan membahas lebar sejarah hari Valentine’s. Ini lebih karena sejarahhari kasih sayang telah banyak diulas diberbagai karya dan jurnal. Hanya saja penulis sangat miris melihat perayaan (yang sebenarnya simbol nasrani) ini begitu cepat diadopsi masyarakat negeri ini, tanpa terlebih dahulu difilter.

Bangsa Indonesia yang mayoritas penganut agama muslim ini tak mampu membendung gempuran budaya asing yang kini telah mencapai titik nadir. Dalam islam, kasih mengasihi, sayang menyayangi tak dilarang, bahkan itu sangat dianjurkan dan kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya.

Valentine’s Day yang kini dijadikan budaya remaja Indonesia sebagai hari kasih sayang terhadap pasangan dan orang-orang terdekat sebenarnya salah kaprah. Mengingat kasih sayang dapat dilakukan kapan saja dan pada “dimensi” apapun. Tidak terikat pada suatu aturan atau perayaan tertentu.

Sebenarnya asal-usul hari Valentine yang dirayakan dihampir setiap negara dibelahan bumi sulit untuk dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Karena hari raya tersebut lahir akibat "pembiakan" mitos Romawi dan simbol agama nasrani. Namun apa dinyana, budaya ini terus berkembang di Amerika Utara dan Britania raya, hingga masuk ke benua asia dan merambat ke Indonesia

Pertanyaanya, mengapa dan kenapa harus tanggal 14 Pebruari. Apa yang spesial dari hari itu. Beragam spekulasi bermunculan. Entah dari mana sumber rujukan sehingga tanggal 14 sangat "dikeramatkan" bagi pasangan untuk mengungkapkan cinta, suka dan sayangnya. Apakah pada hari-hari yang sama kita tak bisa melakukannya. Begitu dangkalkah pemahaman kita sebagai remaja. Ataukah kita sudah terlanjur mengikuti arus moderenisasi yang akhirnya terjebak dan terkungkung, sehingga walaupun berontak kita tak dapat melepaskan diri dari jeratan tersebut.

Seiring berkembangnya waktu, hari Valentine kini telah menjadi sebuah "industri". Dari hari kasih sayang lambat laun berubah, menjadi ladang bisnis, dengan sasaran kaum remaja sebagai konsumen utama. Dari data Hall mark More, lebih dari 36 juta kotak coklat berbentuk hati dapat terjual pada hari Valentine. Ribuan bunga mawar pun digasak pembeli untuk dijadikan kado. Padahal harganya berlipat dua kali dari harga biasanya Rp 75.000 menjadi Rp 120 Ribu, per 20 tangkai. Bisnis hiburan pun mengalami keuntungan berlipat, dari omset jutaan perhari bisa naik hingga puluhan juta.

Kapitalis sebagai pendukung utama terus merensek masuk dengan berbagai tawaran. Jadi tak heran menjelang tanggal 14 Pebruari, berbagai perusaahan, perhotelan, hingga tempat hiburan menyediakan berbagai macam promo serta pernak pernik kasih sayang sebagai jualan mereka.

Remaja yang tak akan sadar akan hal tersebut, terus “dipaksa” bermain dalam pusaran mereka. Ini disebabkan Indonesia, menurut mereka merupakan ladang yang subur. Dan jualan mereka adalah hari kasih sayang, yang sangat bertentangan dengan agama apapun.

Kalaupun kita kembali menilitik jauh kebelakang berdasarkan sejarah. Sebenarnyahari Valentine tidak mempunyai latar belakang yang jelas seperti yang diutarakan sebelumnya baik dari segi cerita maupun waktu terjadinya. Islam sendiri mengharamkan perayaan seperti ini. Landasannya cukup jelas, yakni Firman Allah SWT;

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka”. (Q.S. Al Mujadilah : 22)

Wahai saudaraku semuslim. Janganlah kita kehilangan jatidiri kita sebagai umat baginda Rasulullah SAW dan jatidiri kita sebagai suatu bangsa. Jangan latah, petunjuk syariat kalian sudah jelas, kalian muslim. Kemulian kalian karena petunjuk-Nya dan kehinaan kalian karena menjauhui petunjuk-Nya. Banggalah dengan ajaran Rasulullah yang bersumber dari kebenaran hakiki, yakni Allah Azza wa Jalla.

Allah tak pernah melarang kita bergaul dan berkawan dengan orang diluar islam. Akan tetapi Allah melarang kita menaruh rasa cinta terhadap mereka apalagi dengan cara menghambur-hamburkan uang. Ingat, barang siapa meniru tradisi suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum tersebut. (*)

~Armand_Sholeh`

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun