Kita tentu sudah mengetahui bahwa Bank Indonesia kini sudah tidak lagi berfungsi menjalankan perannya sebagai pengatur dan pengawas pada sektor jasa keuangan, melainkan fungsi ini telah beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melihat adanya sistem yang baru tersebut, telah memunculkan begitu banyak persepsi mulai dari kalangan intelek hingga kaum awam. Persepsi yang munculpun beraneka ragam mulai dari yang pro ataupun kontra terhadap didirikannya OJK.
Dari sisi pemerintah selain dapat lebih mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan, dialihkannya fungsi pengawasan perbankan dari BI ke OJK yaitu diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik kolusi, seperti kasus bail out Bank Century tahun 2008 yang diduga karena adanya praktek kolusi antara pejabat BI dengan pemilik bank dan pemerintah yang berkuasa pada masa itu. Kini sepak terjang OJK pun kian disorot dan menjadi trending topic sebagai sejarah baru dalam perekonomian Indonesia.
Sanggupkah OJK menjalankan fungsinya?
Sejatinya, fungsi yang diemban oleh OJK sendiri bukanlah fungsi yang ringan atau mudah. Kita dapat belajar dari pengalaman negara lain seperti Inggris, bahwa lembaga seperti OJK tidak selalu berhasil dalam menjalankan fungsinya. “Tidak ada yang tak mungkin”, itulah kiranya istilah yang tepat digunakan saat ini, bahwa semua berharap OJK dapat memberikan kinerja yang terbaik. Tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan OJK adalah kemampuannya dalam mencegah dan menangani krisis, independensi, dan kemampuan dalam memberikan perlindungan kepada konsumen di sektor jasa keuangan.
Dalam melaksanakan amanatnya, sepanjang 2014 cukup banyak inisiatif yang telah dilakukan oleh OJK. Diantaranya dalam bidang pengaturan, OJK telah berhasil menerbitkan 37 peraturan yang mengatur sektor jasa keuangan di Indonesia. Sebagian besar peraturan tersebut dikeluarkan melalui Paket Kebijakan November 2014 yang difokuskan pada penataan kembali struktur pengawasan sistem keuangan, peningkatan ketahanan industri jasa keuangan, dan perluasan akses produk dan jasa keuangan (dikutip dari website resmi OJK).
Hal yang dapat dilihat dari inisiatif OJK ini yaitu bahwa sektor jasa keuangan telah menjadi lebih tertata. Kita berharap bahwa OJK dapat selalu memberikan hasil terbaik dari inisiatif langkah-langkah terbaiknya serta diharapkan OJK menjadi salah satu “senjata” baru Indonesia dalam mengantisipasi adanya krisis global.
Pelajaran Apa yang Dapat Diambil dari Inggris dan Jepang?
Banyak Negara yang juga menggunakan suatu lembaga seperti OJK disamping bank sentral, namun tidak semua lembaga tersebut berhasil. Contohnya disini yaitu Inggris sebagai contoh yang gagal dan Jepang sebagai contoh yang berhasil.
Inggris memiliki bank sentral yang disebut dengan Bank of England dan Financial Services Authority (FSA) yang merupakan otoritas jasa keuangan Inggris. Sementara di Cina memiliki bank sentral yang disebut Bank of Japan dan The Financial Supervision Agency (FSA) yang merupakan otoritas jasa keuangan Jepang.
Di Inggris, sebuah bank dinyatakan gagal sehingga OJK Inngris meminta Bank Sentarlnya untuk menyelamatkan. Namun, dikarenakan Bank Sentral merasa tidak turut andil dalam mengawasi, maka salah satu bank itupun dibiarkan tumbang. Pemerintah Inggris juga telah membubarkan OJK-nya karena dianggap gagal melaporkan ancaman terhadap industri keuangan. Hal seperti ini tidak terjadi di Cina, OJK Cina berhasil mengantisipasi adanya krisis global sehingga perkonomian dalam negerinya tidak mengalami suatu kesulitan yang berarti.
Dari pelajaran Inggris dan Cina ini, maka Indonesia dapat mengambil hikmah atau manfaat yaitu bahwa antara OJK dengan Bank Indonesia harus saling berkoordinasi dengan baik, tidak saling tumpang tindih sebab hadirnya OJK bukan berarti menghilangkan wewenang dari BI.