Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sidak KPK, Angin Segar yang Menampar Wajah TKI

15 Agustus 2014   00:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:31 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/kompasiana (icha rastika/kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/kompasiana (icha rastika/kompas.com)"][/caption] Berita tentang inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bareskrim Polri dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di Bandara Soekarno-Hatta, yang berhasil menangkap 18 orang tersangka pelaku pemerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan angin segar bagi saya dan kawan-kawan, TKI di Hong Kong. Tetapi angin segar itu kemudian berubah menjadi tamparan keras ketika selang sehari kemudian ternyata 18 orang tersangka, malah dibebaskan begitu saja. Sakitnya itu di sini.... Sebenarnya tentang pemerasan, pungli dan segala macam kasus yang terjadi pada TKI, bukanlah hal yang baru atau kabar yang mengejutkan untuk didengar atau dibaca. Apalagi bagi kami, mayoritas dari TKI yang pernah mengalami dan menyaksikannya sendiri. Sudah sejak bertahun-tahun lalu berita tentang kami hanya menjadi angin lalu bagi berbagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab. Khususnya dari pihak Departemen Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh untuk urusan TKI. Sudah pula menjadi rahasia umum, jika para pejabat di berbagai instansi pemerintahan, yang berhubungan serta mengetahui permasalahan yang dialami TKI menutup mata atau sengaja melakukan pembiaran. Atau kalau pun ada tindakan pastinya setengah hati dan menunggu basi. Sebagaimana apa yang ketua KPK, Abraham Samad ungkapkan, bahwa KPK sendiri telah mengkaji persoalan TKI ini sejak 2006, sebelum memutuskan untuk melakukan sidak pada tahun ini. Beuh betapa hanya untuk sebuah kajian agar bisa mengambil kesimpulan akan ada dan tidaknya pelanggaran dalam proses kepulangan TKI saja diperlukan waktu yang begitu panjang. Ini baru tentang kepulangan loh. Padahal pelanggaran yang terjadi dan menimpa TKI bukan hanya ada di bandara saja, tapi sudah membentuk mata rantai panjang, dari proses perekrutan sampai dengan di negara penempatan dan pada proses kepulangan. Bisa dibayangkan kira-kira butuh berapa tahun untuk mengkaji semuanya ya? Terlepas dari kata terlambat dan rasa apatis pada kinerja pemerintah, sidak yang dilakukan KPK bagi saya dan kawan-kawan di Hong Kong dianggap sebagai sebuah langkah keren. Serupa angin segar yang mampu meniup dan menyegarkan harapan perubahan akan perbaikan pelayanan dan perlindungan untuk TKI. Apalagi menurut Abraham Samad, KPK akan melakukan kajian ulang berdasarkan hasil inspeksi mereka. Dan hasil dari kajian tersebut akan juga berupa rekomendasi kepada para pihak terkait, untuk melakukan perbaikan dalam sistem kepulangan TKI. Ketika membaca berita sidak KPK, besar harapan TKI, terutama saya pribadi percaya bahwa pada akhirnya, pengusutan kasus lebih lanjut bisa sampai menyentuh BNP2TKI. Instansi pemerintah yang selama ini banyak melahirkan kebijakan- kebijakan yang membajak hak TKI. Tetapi lagi-lagi, alasan klise tentang kurangnya bukti membuat harapan berbuah kekecewaan. Seakan-akan KPK sedang membuat sensasi saja. Tetapi sensasi ini harusnya sudah bisa menjadi contoh untuk Departemen Kementerian urusan Tenaga Kerja yang dikepalai Muhaimin Iskandar, yang mengaku senang dengan adanya inspeksi mendadak (sidak) oleh KPK. Jika Muhaimin kepada media bisa mengatakan, sidak itu sebenarnya harus dilakukan secara rutin karena kalau tidak, pemerasan itu pasti kembali terjadi. Dan bahwa siklus pemerasan yang rutin memang membutuhkan rutinistas pengawasan dan penindakan. Lalu pertanyaannya kenapa jika sudah tahu, selama ini hanya diam saja dengan dalih membebaskan urusan TKI tidak dari satu pintu? Dan bukti apa lagi yang dicari dan dibutuhkan untuk menangkap para tersangka tanpa melepaskannya dari jeratan dan tindakan tegas juga hukuman setimpal? Bukti-bukti yang dibutuhkan untuk menguak, menangkap dan mengadili para tersangka bukan hal yang sulit didapatkan jika memang serius untuk dicari atau diperlukan. Tanpa perlu menunggu TKI ada yang melapor atau mengadu, jika pengamanan di area bandara dilengkapi dengan kamera cctv yang benar-benar berfungsi dan bukan hanya sekedar untuk hiasan, tentunya bukti itu pasti ada. Dari hasil sidak KPK saja seharusnya pemeriksaan juga mengarah kepada sistem pengamanan di Bandara, kalau tidak ada masalah, tidak mungkin ada orang sipil dan oknum yang berani berkeliaran bebas sebagai komplotan pemeras. Berikut ini saya sertakan link youtube yang memuat penggalan cerita bagaimana repotnya sahabat saya ketika pulang cuti pada Hari Lebaran tahun lalu. Untuk cerita selengkapnya, insya Allah saya akan menuliskannya dan menyertakan gambar pelaku yang diambil dengan kamera hape. Para preman berseragam juga oknum berseragam yang berkelakuan preman yang telah diamankan KPK, UKP4, dan Bareskrim Polri dalam sidak lalu tidak selayaknya dilepas begitu saja. Harusnya dihukum tegas agar menjadi pelajaran untuk semua pemeras TKI. Sebab kejadian ini sebenarnya adalah kejadian yang terjadi berulang dan menahun. Maka perlu dilakukan setidaknya dua upaya tindak lanjut. Pertama harus ada penindakan dan pendisiplinan terhadap pelaku. Seharusnya ada tindakan berupa teguran, sangsi dan tindakan terhadap menteri tenaga kerja dan kepala BNP2TKI oleh Presiden RI, karena bisa dianggap lalai dan bertanggung jawab terhadap semua praktek pungli yang terjadi pada TKI, baik di bandara dan di berbagai tempat lainnya. Dan untuk Mabes Polri sendiri, selain membuka pos pengaduan untuk korban, perlu juga mengambil tindakan pendisiplinan dan teguran keras terhadap Kapolres Bandara Soekarno Hatta yang juga dapat dipertanyakan bagaimana kinerjanya, sehingga lalai atau melakukan pembiaran atas praktek kejahatan di wilayahnya. Langkah kedua harus ada pencegahan. Sudah waktunya pemerintah harus melakukan perbaikan sistem terkait dengan urusan TKI. Agar bisa dipastikan tidak ada lagi praktik pemerasan untuk TKI, mulai dari proses perekrutan, keberangkatan, penempatan hingga kepulangan. Hong Kong, 30 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun