Mohon tunggu...
Ari Nurya
Ari Nurya Mohon Tunggu... Petani - Pegiat literasi

love traveling, coffee, and montain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lubang hitam Demokrasi

22 Maret 2014   06:19 Diperbarui: 29 Juni 2019   03:51 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana rakyat sebagai poros roda pemerintahan dan mengambil bagian penuh dalam pemerintahan melalui wakilnya di kursi legislatif. Para wakil-wakil ini dipilih secara langsung oleh rakyat melalui sistem pemilihan umum (pemilu) sebagai wujud dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Wujud lain demokrasi di Indonesia adalah banyaknya partai politik yang muncul dengan berbagai ideologi, visi dan misi yang kesemuanya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Partai politik yang seharusnya menjadi wadah aspirasi rakyat dan mengkomunikasikannya kepada pemerintah ini justru saling serang-menyerang dan berlomba-lomba mendapatkan atau merebut kekuasaan.

Pemilihan Umum (pemilu) merupakan wujud demokrasi dimana rakyat berperan aktif dalam kancah perpolitikan dengan memilih calon legislatif maupun eksekutif. Para calon legislator  yang nantinya akan duduk di kursi legislatif mewakili rakyat ini, berasal dari berbagai kalangan. Sayangnya, banyak yang tidak mempunyai pengetahuan dan kompetensi yang memadai sebagai wakil rakyat. Partai politik yang seharusnya berfungsi sebagai penyeleksi justru semakin kehilangan fungsinya dengan mengusung calon yang jelas-jelas tidak berkompeten dalam kancah pemerintahan dan politik. Partai Politik hanya mencari orang-orang yang populer di masyarakat sehingga mendongkrak elektabilitas partai.

Mendapatkan posisi dalam pemerintahan memang tidak mudah, mereka harus mendapatkan dukungan penuh dari rakyat karena mereka adalah wakil rakyat. Dalam hal ini banyak cara yang dilakukan oleh para calon legislator maupun eksekutor untuk menerik hati rakyat. salah satunya adalah dengan Money Politic atau sering kita sebut Politik Uang. Money Politic atau politik uang adalah pemberian sejumlah uang kepada rakyat agar rakyat memilih calon tertentu. Ironisnya, hal ini sudah menjadi rahasia umum dan bahkan rakyat tidak menolak pemberian uang tersebut. Padahal jika kita lihat, hal ini jelas melanggar undang-undang dan mencederai demokrasi kita.

Demokrasi yang sejatinya adalah keseimbangan, kebersamaan, keadilan, kerukunan dan kedamaian benar-benar di cederai dengan praktek Politik Uang oleh berbagai pihak. Rakyat sebagai pelaku utama demokrasi seharusnya benar-benar dihargai dan berstatus merdeka. Rakyat berhak menentukan pilihannya secara bebas dan sesuai hati nurani mereka tanpa embel-embel uang ataupun janji-jani politik yang kemudian mereka (calon legislator dan eksekutor) lupakan begitu saja. Politik Uang jelas merampas kebebasan rakyat yang menjadi tujuan utama demokrasi. Posisi rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan-pun kian terancam karena suara mereka sudah dibeli oleh para calon legislator dan eksekutor.

Demokrasi yang dirintis sejak pemerintahan Ir. Soekarno kini tampak begitu kotor dan menjijikkan akibat ulah beberapa calon (hampir semua) legislator dan eksekutor yang jauh dari seorang negarawan. Mereka menutup mata demi satu tujuan yaitu kekuasaan. Mereka melupakan rakyat untuk satu kepentingan yaitu menumpuk kekayaan. Lantas, relevankah hal ini dengan demokrasi kita ? tentu tidak, karena hal ini jelas menyimpang dari hakikat demokrasi.

Lebih memprihatinkan lagi adalah ketika anak-anak muda yang hampir setiap hari berkoar-koar perubahan, yang katanya anak muda adalah agen perubahan dan generasi penerus justru lebih permisif terhadap politik uang. Anak muda yang katanya terdidik dan terpelajar tetapi suaranya masih bisa di beli. Kemerdekaannya bersuara di rampas. Lantas, ketika anak muda sebagai generasi penerus dan agen perubahan saja dengan mudahnya terlibat Politik Uang, kepada siapa lagi akan kita tumpukan harapan perubahan ?  

Selembek inikah kekuatan kita sebagai anak muda ? Ketika puluhan tahun lalu para pemuda berjuang demi kemerdekaan di garda terdepan, lalu seenteng inikah pemuda sekarang juga berjuang di garda terdepan untuk kehancuran dan kemunduran ?

Semurah itukah kemerdekaanmu bersuara hingga bisa dibeli dengan lembaran uang ? Sampai kapan akan terus kita pupuk mental kere dan pengemis ini ? Katanya kau rindu perubahan ? Perubahan seperti apa yang sesungguhnya kita rindukan ? pantaskan kita menjadi salah satu penyebab dari semakin lebarnya lubang hitam demokrasi kita ? 

Padahal tanpa di sadari, dengan menerima Politik Uang berarti kita terus memupuk jiwa jiwa korupsi, pada diri kita sendiri dan lebih beratnya kepada orang lain yakni para calon legislatif maupun eksekutif. Kita turut menjadi penyebab munculnya koruptor-koruptor baru, menjadi penyebab semakin rendahnya kualitas pemimpin kita, dan menjadi penyebab ketidak majuan bangsa kita. Karna semakin banyak modal yang mereka (para calon) keluarkan untuk membeli suara kita, maka akan semakin tinggi pula keinginannya untuk balik modal ketika menjabat nanti. Pada akhirnya mereka mereka akan dengan mudah mengambil jalan korupsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun