Satu pertanyaan sederhana yang mengundang banyak tanya, mengapa orang NTT harus merantau keluar daerah? muncul jawaban meluas dan mengorek sampai ke isu buruh migran. Di salah satu grup media sosial asal NTT, pertanyaan itu dilontarkan seorang wanita bernama Nona Vhy, yang konon adalah seorang perantau.
Saya menyimpulkan bahwa masalah prahara rumah tangga, dan kemiskinan lah yang menjadi penyebab utama seorang wanita NTT nekat pergi merantau ke luar negeri. Ada TKW yang pulang dengan membawa ringgit, tetapi tak sedikit yang pulang ke kampung halaman sudah dalam bentuk peti mati seperti komentar nitizen tadi.
Andil pemerintah NTT dipertanyakan. Mengapa pengurusan administrasi keberangkatan selalu didapatkan dengan mudah oleh para perusahaan penyalur? mengapa selalu saja ada agent agent yang tidak resmi melakukan penyekapan, dan konon tidak ada kontrol dari pemerintah maupun pihak berwajib dalam hal ini aparat?
Lagi lagi, proses pemberangkatan TKW melalui jalan tikus bisa saja menjadi penyebab utama selain masalah sosial di atas. Terakhir, ibarat si korban telah jatuh tertimpa tangga pula. Banyak nitizen yang awam dalam hal ini bertanya mengapa ketika pulang ke kampung halaman, seorang TKW sudah dalam bentuk jenasah di dalam peti mati? mulai muncul isu mengapa keberangkatan ke luar negeri tidak sepengetahuan keluarga? mengapa memilih jalur tikus dengan dokument yang ilegal?
Pemerintah balik menyalahkan korban TKW karena latar belakang pendidikan rendah, kemiskinan keluarga dan sebagainya. Padahal jika di cari akar permasalahannya ada pada pemerintah. Mengapa pemerinta tidak tegas menutup agen ilegal sebagai agen perekrut dan penyalur TKW asal NTT? mengapa tidak ada sosialisasi bagi TKW sebagai bekal di negeri seberang?
Jika pemerintah NTT secara serius menangani ini, dengan membuka lapangan kerja yang luas maka tidak mustahil masalah TKW ilegal dapat teratasi. Bahkan banyak pemuda pemuda NTT juga bisa mendapat pekerjaan secara mudah, dan tidak perlu merantau untuk mendapatkan pekerjaan.
Pertanyaan nitizen bernama Nona Vhy yang dilontarkan di grup, ini sebenarnya sederhana tetapi menggelitik. Banyak perantau yang kebetulan terhubung dengan grup melayangkan protes kepada pemerintah. Dan saya salah satu nitizen yang mencoba menarik isu perantauan itu ke masalah TKW. Semoga pemerintah daerah, dan nasioal pun melihat ini.
NTT sebagai lumbung pekerja migran, harus diperlakukan secara manusia, dimuliakan dan dihargai sebagai manusia. Mulai dari keberangkatan hingga kepulangannya ke kampung halaman. Jangan ada lagi 'rantai setan' yang memanfaatkan mereka. HIDUP PEKERJA MIGRAN, HIDUP PEMBURU RENTE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H