Mohon tunggu...
Art TAKUBESI
Art TAKUBESI Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

MUKJIZAT ITU NYATA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

NTT, Lumbung Pekerja Migran Vs Mata Rantai Setan

13 Maret 2018   13:32 Diperbarui: 13 Maret 2018   13:54 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu pertanyaan sederhana yang mengundang banyak tanya, mengapa orang NTT harus merantau keluar daerah? muncul jawaban meluas dan mengorek sampai ke isu buruh migran. Di salah satu grup media sosial asal NTT, pertanyaan itu dilontarkan seorang wanita bernama Nona Vhy, yang konon adalah seorang perantau.

Pertanyaan Menggelitik Bagi Pemburu Rente & Perantauan Asal NTT/dokumentasi pribadi
Pertanyaan Menggelitik Bagi Pemburu Rente & Perantauan Asal NTT/dokumentasi pribadi
Banyak jawaban kontraversi, dimana ada yang mengatakan bahwa merantau itu baik, tetapi ada juga yang mengatakan banyak orang NTT merantau lalu pulang dalam bentuk peti mati. Setelah membaca dan memahami komentar dari para nitizen itu, saya bertanya dalam benak, dan menarik isu itu lebih luas bahwa mengapa banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mengambil keputusan apapun resikonya, mereka pergi ke Malaysia, Hongkong bahkan Arab?

Saya menyimpulkan bahwa masalah prahara rumah tangga, dan kemiskinan lah yang menjadi penyebab utama seorang wanita NTT nekat pergi merantau ke luar negeri. Ada TKW yang pulang dengan membawa ringgit, tetapi tak sedikit yang pulang ke kampung halaman sudah dalam bentuk peti mati seperti komentar nitizen tadi.

Andil pemerintah NTT dipertanyakan. Mengapa pengurusan administrasi keberangkatan selalu didapatkan dengan mudah oleh para perusahaan penyalur? mengapa selalu saja ada agent agent yang tidak resmi melakukan penyekapan, dan konon tidak ada kontrol dari pemerintah maupun pihak berwajib dalam hal ini aparat?

Lagi lagi, proses pemberangkatan TKW melalui jalan tikus bisa saja menjadi penyebab utama selain masalah sosial di atas. Terakhir, ibarat si korban telah jatuh tertimpa tangga pula. Banyak nitizen yang awam dalam hal ini bertanya mengapa ketika pulang ke kampung halaman, seorang TKW sudah dalam bentuk jenasah di dalam peti mati? mulai muncul isu mengapa keberangkatan ke luar negeri tidak sepengetahuan keluarga? mengapa memilih jalur tikus dengan dokument yang ilegal?

Pemerintah balik menyalahkan korban TKW karena latar belakang pendidikan rendah, kemiskinan keluarga dan sebagainya. Padahal jika di cari akar permasalahannya ada pada pemerintah. Mengapa pemerinta tidak tegas menutup agen ilegal sebagai agen perekrut dan penyalur TKW asal NTT? mengapa tidak ada sosialisasi bagi TKW sebagai bekal di negeri seberang?

Jika pemerintah NTT secara serius menangani ini, dengan membuka lapangan kerja yang luas maka tidak mustahil masalah TKW ilegal dapat teratasi. Bahkan banyak pemuda pemuda NTT juga bisa mendapat pekerjaan secara mudah, dan tidak perlu merantau untuk mendapatkan pekerjaan.

Pertanyaan nitizen bernama Nona Vhy yang dilontarkan di grup, ini sebenarnya sederhana tetapi menggelitik. Banyak perantau yang kebetulan terhubung dengan grup melayangkan protes kepada pemerintah. Dan saya salah satu nitizen yang mencoba menarik isu perantauan itu ke masalah TKW. Semoga pemerintah daerah, dan nasioal pun melihat ini.

NTT sebagai lumbung pekerja migran, harus diperlakukan secara manusia, dimuliakan dan dihargai sebagai manusia. Mulai dari keberangkatan hingga kepulangannya ke kampung halaman. Jangan ada lagi 'rantai setan' yang memanfaatkan mereka. HIDUP PEKERJA MIGRAN, HIDUP PEMBURU RENTE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun