Mohon tunggu...
Ardiansyah Nagan
Ardiansyah Nagan Mohon Tunggu... -

Ardiansyah, Sedang & Terus Belajar|Karena hidup SEKALI Sesudah itu Mati| Pin BB 7d5730e4

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aceh 3G

1 Februari 2015   02:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:01 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aceh selalu saja menjadi titik getar yang luar biasa,  sejak republik ini lahir dalam rangkaian darah dan air mata, Aceh memiliki peran yang tak bisa di lihat dengan sebelah  mata saja. Sumbangsih bagi Republik begitu sangat luar biasa. Sumbangan rakyat Aceh kepada   Sukarno, Presiden Pertama Republik Indonesia yang di kumpul di setiap Gampong (Desa) untuk di jadikan modal membeli pesawat terbang agar misi diplomasi dapat terus berjalan di tengah upaya sekutu penjajah kembali ke Negara yang baru saja menyatakan merdeka dari segala bentuk penjajahan.

Begitulah cerita para orang tua kami di Aceh, tentang luar biasanya kakek- Nenek Orang Aceh yang ikut terlibat dalam revolusi kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam perjalanan dengan Republik, Aceh mengalami hubungan pasang surut secara politik, namum semua itu tak terasa dan beriak hebat karena Bung Karno mampu mengkomunikasikan semua isu isu penting dengan elit Aceh saat itu. Walaupun dengan hanya memberi angin surga !!!

Aceh mulai berbenah dalam  semangat Republik membangun Bangsa Indonesia yang memiliki cita cita mensejahterakan seluruh rakyat indonesia, tumpah darah indonesia.  Aceh pun di semat sebagai daerah modal pembangunan republik ini.

Dalam perkembangan selanjutnya Aceh menjadi sejarah yang terpisahkan dari republik dengan berbagai peristiwa yang dilalui kadang dengan harus meneteskan ait mata dan membasahi tanah dengan darah.

Pada fase berdarah darah di ada stempel GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) Aceh  saat itu Suharto berkuasa, selanjutnya di lebih di kenal dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Pada dekade tahun 2000. Bukan bermaksud membuka luka lama karena damai sedang bersemi di  Aceh, tapi air mata dan darah pernah banjir di Aceh akibat konflik bersenjata.

Dalam Fase tersebut Aceh juga di kenal sebagai salah satu wilayah yang memiliki ladang ganja yang sangat luas, karena ketika ada penangkapan yang dilakukan oleh penegak hukum maka selalu di sebutkan bahwa ganja tersebut berasal dari ladang yang ada di Aceh., walaupun sebenarnya hanya sebagian kecil saja orang Aceh yang benar benar mengetahui ladang ganja tersebut. Tapi sematan bahwa ganja pasti berasal dari Aceh seudah terlanjur di sematkan.

Saat ini fase yang paling aktual adalah soal giok, Sebagian besar Aceh sedang dilanda deman Giok. Hampir seantero wilayah di Aceh dari berbagai kalangan.  Tua, muda dan para pemilik modal besar,serta pejabat sedang dilanda demam batu akik. Harga yang melangit dan tampilan gaya hidup baru telah memalingkan wajah orang Aceh dari persoalan persoalan penting semisal soal kemiskinan, turunan Undang Undang Pemerintah Aceh yang harus di selesaikan oleh Pemerintah Pusat serta soal mesjid yang tak penuh lagi, anak anak yang tak mendapatkan pendikan, sawah yang mulai di tinggalkan akibat kekurangan air, Dayah (Pasantren) yang atapnya mulai bocor.

Ada yang menyebutkan bahwa ini adalah berkah yang Allah berikan bagi Aceh, oleh karena itu kesempatan ini harus di manfaatkan sebaik mungkin. Tak ada kesempatan yang terulang  berkali kali. Namum ada juga yang mengungkapkan bahwa ini adalah cobaan yang kembali Allah beri setelah tsunami melanda Aceh tahun 2004 silam yang melahirkan proses damai dan mengakhiri konflik bersenjata di Aceh.   Saat ini hampir sebagian besar laki laki di aceh yang tak memiliki cincin yang berasal dari batu giok dan batu akik yang di gali dalam perut bumi Aceh.  Bongkahan batu yang tersimpan di dalam perut bumi di gali dan di buru untuk di jadikan sumber pendapatan baru dengan nilai yang kadang sangat fantastis.  Batu ini di gali dalam belantara hutan terkadang masuk ke dalam wilayah hutan lindung, raungan mesin pemotong batu di tengah belantara bagai menggantikan auman sang raja rimba dan membenamkan kicauan burung murai. Tunas pohon muda tak punya kesempatan untuk tegak karena terinja kkaki para pemburu batu.

Pendapatan yang besar menjadi alasan para pemburu batu ini untuk tetap berburu batu  yang memiliki nilai lebih, lebih besar dari pendapatan mereka menunggu hasil panen padi di sawah, lebh besar dari gaji menjadi buruh harian kerja bangunan, lebih besar pendapat daripada menjadi buruh pabrik.

Entah ada hubungan apa Aceh dengan huruf “G”  di mulai dengan : GPK/GAM, di iringi oleh GANJA dan saat ini sedang di suguhi oleh GIOK.

Semoga saja pada akhirnya tak terjadi “G” yang lain – GEMPA Akibat akar pohon yang di potong untuk mengeruk batu indah penghasil pendapatan, mengubah hidup, dibutuhkan kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam namum bukan berarti harus benci nikmat yang sedang di rasakan oleh rakyat kecil.

Peran pemerintah dan para tokoh masyarakat untuk dapat memelihara kearifan lokal dalam menjaga sumber daya alam ini sangat di butuhkan, atau karena pemerintah belum mampu mensejahterakan rakyat sehingga batu harus di belah  karena dalam batu ada secercah harapan, ataukan hati para pemimpin yang sudah menjadi batu sehingga tak bisa merasakan apa yang sedang di alami jelata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun