Seringkali yang terjadi bahwa sepakbola dibicarakan hanya pada sebatas skor yang dihasilkan. Siapa yang menang dan siapa yang kalah. Kita melupakan sisi humanisnya bahwa sepakbola bukan hanya mengenai dua pihak yang saling mengalahkan melainkan ia menyajikan begitu banyak pesan nilai yang bisa dipetik. Misalnya mengenai Dovick Origi dan Lucas Moura, dua pahlawan di semifinal adalah kisah mengenai mereka yang pernah dipinggirkan yang kemudian menolak untuk menyerah kepada keadaan.
Origi adalah pemuda Belgia, 24 tahun. Datang ke Liverpool tahun 2014. Sebagai pemain muda sudah tentu banyak pembelajaran yang perlu dilakukan untuk dapat menjadi pilihan utama. Terlebih pada saat itu Liverpool memiliki duet maut pada diri Luiz Suarez dan Daniel Sturridge. Tidak ada kesempatan bermain, ia kemudian dipinjamkan ke klub juniornya, Lille. Musim ini ia kembali namun lagi-lagi hanya sebagai pelapis karena untuk stok penyerang tengah telah tersedia Firminho dan Strurridge. Dengan diapit winger berkualitas, Sadio Mane dan Muhammed Salah.
Leg kedua semifinal di Anfield, Liverpool butuh kemenangan untuk mengejar ketertinggalan 0-3. Origi dimasukkan dalam starting eleven. Bukan tanpa musabab, ia adalah pilihan terakhir yang tersedia. Firminho sedang bermasalah dengan cedera, sementara Sturridge belum stabil performanya karena memang dari musim lalu lebih sering keluar masuk ruang perawatan. Dan semua tahu, he prove his quality by scoring two goals. Dia menjadi pahlawan bersama Wijnaldum, pencetak dua gol lainnya.
Lain hal dengan Moura, ia adalah salah satu bakat besar yang paling diperebutkan pada musim transfer 2012. PSG kemudian berhasil mengamankannya dengan memberikan penawaran paling besar kepada klub Sao Paolo, Brazil.Â
PSG saat itu sedang mambangun proyek megah dengan sokongan dana melimpah dari Nasser AlKhelaifi. Semua pemain terbaik dikumpulkan. Namun Proyek megah tersebut jualah yang kemudian menjadi petaka bagi Moura. PSG tidak henti-hentinya mendatangkan pemain besar, yang teranyar mereka mendatangkan Neymar dan MBappe. Dua nama yang tidak mungkin ia lawan.Â
Posisinya semakin sulit, tidak ada kesempatan untuk bersaing. Bakatnya disia-siakan. Pada musim terakhirnya di PSG ia hanya tampil 6 kali, itu pun sebagai pengganti. Transfer musim dingin 2018, Pochettino menariknya bergabung dengan Tottenham. Karirnya terselamatkan, ia mendapat panggung, bakatnya kembali terasah. Hingga kini menjadi pilihan utama. 3 golnya malam ini akan selalu dikenang.
Kisah mengenai Origi dan Moura menandaskan bahwa pesan moral itu sifatnya universal, tidak bisa diklaim oleh ajaran/kepercayaan tertentu. Ia bisa digali melalui pengamatan terhadap realita di sekitar. Misalnya melalui sepakbola, kita kemudian menemukan cerita hikmah bahwa segala ketidakmungkinan yang menghadang seyogyanya harus dilawan karena bagi para pemenang, menyerah bukanlah pilihan, seperti kata Akhi Salah "Never Give Up".Â
Maka jangan heran kalau ada begitu banyak orang yang betah semalam suntuk mlototin sepakbola, maklumi saja. Bisa jadi mereka sedang mencari pesan-pesan kebijaksanaan yang belakangan ini semakin sulit ditemukan pada ceramah (keagama-agamaan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H