Mohon tunggu...
Rofi ARA
Rofi ARA Mohon Tunggu... -

Funny, Active, Enjoyable ...and Friendly... all of it... that is just a little about me...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Lentera Hati

13 Februari 2012   19:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kolaborasi : D’ Chandra, ARA [No. 88]

Bus kota berjalan pelan, Reza terbangun dari tidurnya karena kegerahan. Awalnya dia tengah tertidur pulas didalam bus yang di naikinya sepulang dari kampus. Namun baru saja laju bus melambat, hingga panas kembali menerpa karena angin tak lagi berhembus ketubuhnya yang sengaja duduk di dekat jendela yang di biarkan sedikit terbuka.

“Huft...., tawuran lagi” gerutunya dalam hati, mengetahui penyebab laju bus yang melambat. Reza menggelengkan kepala menyaksikan generasi penerus bangsa yang sedang baku hantam di tengah jalan hingga mengganggu arus lalu lintas. Ada-ada saja pelajar di negeri ini, di sekolahkan oleh orang tuanya kok hasilnya begini. Bukannya pandai di salah satu bidang program studi, mereka malah mahir adu jotos ala pengecut yang beraninya maen keroyokan

Kemacetan panjang terjadi, semua kendaraan merayap pelan sambil menunggu kesempatan melaju kencang demi menghindari benda yang di lemparkan para pelaku tawuran tersebut. Sementara pengguna sepeda motor memilih menepi bahkan balik arah dari pada tersambar batu. Di tengah hiruk pikuk itulah tiba-tiba Reza melihat wajah gadis manis. Kurang kerjaan apa tuh cewek, ngapain ikut-ikutan tawuran, begitu pikirnya. Tapi, si manis yang dilihatnya itu tampak tengah kebingungan mencari seseorang di tengah kerumunan pelajar yang sedang tawuran.

Tiba-tiba......

“Braakk.......” si manis tertabrak motor seorang pelaku tawuran yang hendak melarikan diri dari kejaran musuhnya. Dia terkapar, tanpa pikir panjang Reza berlari ke pintu bus kota dan melompat turun. Segera di hampirinya si manis yang sejak tertabrak tadi tak bergerak sedikitpun. Belum sampai di dekat si manis, sebuah batu melayang ke arah Reza, “Bugh...” Reza terhuyung sesaat, pelipisnya terluka darahpun mengalir. Batu itu datang dari kerumunan dan tak jelas siapa yang di tuju, tapi Reza telah jadi korbannya.

Dengan darah yang masih menetes dari pelipisnya, apalagi cuaca panas hari itu begitu menyengat. Reza tampak ngotot berusaha mempertahankan kesadarannya. Dia mengikat kepalanya dengan sapu tangan pada pelipis yg terluka untuk menghentikan perdarahan. Si manis harus segera di selamatkan, segera ia lanjutkan larinya. Di hampirinya gadis itu. Lalu digendongnya menjauh dari kerumunan.

Cukup jauh dari situ Reza menurunkan tubuh si manis, napasnya tersengal-sengal. Ia sendiri dalam kondisi yang lemas akibat darah banyak keluar dari pelipis matanya. “Rumah Sakit Bang...” hanya itu yang di ucapkan Reza kepada supir taksi yang berhasil di cegatnya. Setelah memasukkan tubuh si manis kedalam taksi dengan bantuan sang supir, mereka segera melesat ke rumah sakit terdekat.

Setelah Reza mendapatkan penanganan medis, ia pun segera menanyakan keadaan si manis. “Cewek yang tadi bersama saya di mana Dok?” tanya Reza pada Dokter yang merawatnya. “Dia sudah pulang, cuma memar sedikit. Dia tampak terburu-buru karena ingin mencari keberadaan adiknya yang ikut tawuran dan menitipkan ini untuk Anda” dokter menjelaskan pada Reza sambil menyerahkan secarik kertas.

Terimakasih banyak bang. Abang sudah memberi kesempatan hidup lebih bagiku, Semoga Tuhan selalu menjaga Abang.

Rasty

>>>>>>>>*****<<<<<<<<

Sejak berpisah dengan Rasty, Reza tidak pernah bertemu lagi dengannya. Entah mengapa ada rindu yang terus mengusik. Jantungnya berdebar kencang saat membayangkan wajahnya.

Reza membuka laptop dan mengetikkan sesuatu disana…

Aku menyapamu melalui rasa yang ada dalam relungku Jauh dari yang paling dalam, terbit dan bersinar coba menyentuh hatimu Subhanallah...... aku terpana pancaran senyumanmu Pendarnya menghujam tepat ke jantungku Ketika jiwaku berkelana mencarimu dalam segala warna Aku bersimpuh pada Sang Kuasa agar langkahku terarah kepadamu Aku selalu menunggu waktu itu Ketika bersamamu adalah pilihanku Adakah kau rasa, ketika gemuruh dalam dadaku bergelora mencoba menyentuhmu Adakah kau dengar, ketika selalu ku sebut namamu dalam setiap malamku Adakah kau tahu, bahwa aku telah nantikan kau Adakah kau sadari, bahwa kaulah penghuni ruang jiwaku

>>>>>>>*****<<<<<<<<

Rasty sedang menyiapkan makan malam saat terdengar bunyi bel. Dengan tergesa-gesa dia membuka pintu. “Tumben jam segini sudah sampai mas?” “Ya, gak jadi meeting. Amel mana?” kata Iqbal sambil celingak-celinguk. “Horeee… papa pulang” teriak seorang anak kecil seumuran 4 tahun berlari menghampirinya. Iqbal membungkuk meraih Amel dalam pelukan, menggendongnya lalu melangkah masuk diikuti Rasty. Seusai Iqbal mandi, mereka makan malam bersama.

”Di mana aku? Aw…” jerit Reza tertahan, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. “Jangan banyak bergerak dulu bro. Loe ada di Rumah Sakit. Makanya, kalau naek motor jangan sambil melamun. Untung cuma gerobak yang loe tabrak, coba kalau tronton bisa-bisa ga bangun lagi loe” sahut Bimo sambil cengar-cengir. Reza hanya terdiam mendengar ocehan Bimo, temannya. “Lagian loe ada-ada aja. Orang mah nyium cewek cantik macam Indriani atau si bohay Hawa. Lah loe… lebih milih nyium gerobak. Hahahaha…” ujar Bimo sambil tergelak.

Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Tak lama kemudian, seorang Dokter masuk menghampiri mereka. “Rez, gw keluar dulu ya… mau cari minum” kata Bimo sambil melangkah keluar. Reza mangangguk. “Selamat siang, Reza” dokter menyapa sambil melihat riwayat medis ditangannya. “Selamat siang Dok. Maaf, sepertinya saya merasa familiar dengan Dokter” kata Reza sambil menatap Dokter itu lekat-lekat, matanya tertuju pada id card yang tergantung di leher, Dr. Rasty Anindita Maharani. “Pernahkah Dokter dirawat disini akibat tertabrak sepeda motor saat ada tawuran antar pelajar?” Tanya Reza dengan antusias. Sang dokter berfikir sejenak. “Ya. Dari mana Reza tahu? Atau kamu…” belum selesai sang dokter bicara, Reza sudah memotong. “Aku Reza. Orang yang membawamu ke RS ini.” Ujar Reza dengan tersenyum. ”Reza... Maaf waktu itu kita tak sempat berbincang. Setelah proses pemakaman adikku selesai, aku kembali lagi ke RS untuk meminta alamatmu. Tapi sayang setelah aku sampai di alamat itu, kamu sudah tidak tinggal disitu lagi. “Tahukah kamu Ras… sejak pertemuan kita waktu itu, aku merasa ada chemistry antara kita. Setiap malam aku berdo’a semoga Tuhan mempertemukan kita lagi. Dan sekarang aku tak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya. Aku sangat mencintaimu Ras…” Mata Rasty tampak berkaca-kaca mendengar pengakuan Reza. “Trimakasih atas cintamu Rez. Akupun merasakan hal yang sama sepertimu. Tapi aku…” belum selesai Rasty bicara tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Saat pintu terbuka, terlihat Iqbal sedang menggendong Amel. “Sorry ganggu Ras” ujar Iqbal sambil tersenyum pada Rasty dan Reza. “Tadi Bos telpon, nyuruh aku ke Bandung sekarang. Karena di rumah gak ada orang, jadi Amel aku bawa ke sini. Aku udah telpon Ica buat jaga Amel, dia lagi dalam perjalanan sekarang. Aku langsung jalan ya dek…” “oke. Mas Iqbal hati-hati ya, Jangan ngebut bawa mobilnya” jawab Rasty. Iqbal mengangguk sambil tersenyum lalu buru-buru keluar.

Reza menghela nafas panjang, berusaha mengusir rasa sakit yang tiba-tiba menyeruak di hatinya demi melihat kehadiran Iqbal dan si kecil Amel. “Itu suami kamu?” tanya Reza dengan nada parau. “Mas Iqbal? Kenapa, kok ditekuk gitu mukanya?” Rasty balik bertanya sambil tersenyum. “Penantianku selama ini ternyata sia-sia. Kamu sudah menikah, punya anak pula. “Jangan salah sangka Rez. Mas Iqbal itu abangku. Istrinya meninggal saat melahirkan Amel. Aku yang merawat Amel selama ini” Senyum Reza mengembang mendengar penjelasan Rasty. “Maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku, sayang?” Tanya Reza sambil merengkuh jemari Rasty dengan mesra. Rasty tersenyum dan mengangguk mantap.

Untuk membaca karya peserta lainnya, silahkan menuju akun Cinta Fiksi : http://www.kompasiana.com/androgini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun