Mohon tunggu...
Anto. S. Soetjipto
Anto. S. Soetjipto Mohon Tunggu... Juru Gambar -

Alterego, Katarsis Dan Pikiran Kotorku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ilang Ilalang

22 September 2015   09:12 Diperbarui: 22 September 2015   09:59 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Hei... air mu sudah mendidih"

"Oh.. Iya, hampir lupa" jawabnya dengan sedikit kaget.

"Kata orang, di gunung itu jangan melamun"

"Engga melamun juga sih, cuma terlalu asik aja lihat sunset"

"Sini mampir, kamu mau kopi?"

"Terima kasih, aku tak minum kopi. Tapi sekedar ngobrol boleh juga sih, anggap saja kita menunggu senja bersama"

"Teman-teman kamu kemana, jangan bilang kamu ke tempat ini sendiri"

"Iya, aku sendiri dan aku selalu sendiri dan tempat ini sudah seperti rumahku sangking seringnya aku disini dan mungkin bisa juga dibilang ini rumahku"

"Kamu sendiri gimana, kamu sendiri?"

"Hmm.. Tadi aku sendiri, sekarang berdua dan entahlah nanti aku bisa saja sendiri, bisa berdua atau bahkan berramai-ramai"

"Sekarang hampir jam 6 dan sebentar lagi gelap, sedangkan jalan menuju camping ground kira-kira masih satu jam lagi. Udara pun semakin dingin, kenapa kamu masih disini?"

"Hal seperti ini yang biasa aku nikmati, aku suka menunggu senja, melihat sang surya tenggelam diantara kepulan awan, diantara kopi hitam dan hembusan angin."

"Moment seperti ini yang tak pernah aku lewatkan, entah kenapa aku lebih suka sore menuju malam dibandingkan pagi menuju siang"

"Kenapa kamu suka kopi hitam?"

"Karna kopi warnanya menang hitam kalau warnanya putih itu susu, Hehehe..."

"Simpel banget jawaban mu, pasti ada alasan lain?"

"Ya karna itu, kopi ya memang hitam dan pahit terkadang manis, seperti kehidupan ada pahit ada manis."

"Eh, nama kamu siapa?"

"Aku Raka" dengan senyum raka menjurulrkan tangan.

"Aku Ilalang, mereka biasa memanggil ku Ilang" dan Ilang pun membalas juluran tangan Raka.

"Tangan kamu dingin banget, kamu baik-baik saja kan? Minum nih biar sedikit hangat"

"Engga, terima kasih. Tenang tak perlu khawatir, aku biasa kok disini"

"Nama mu bagus, nama sebagus itu kok dipanggil Ilang"

"Mungkin nama panggilan itu lebih mudah diingat dan mungkin juga aku karna aku suka menghilang tau-tau aku pergi tanpa kabar dan tiba-tiba aku datang"

"Nama kamu juga bagus, Raka. apa artinya, kamu orang bali?"

"Tidak, aku bukan orang bali. Raka itu nama panggilanku, Rakata nama asliku. Kamu tau Rakata itu nama apa?"

"Hmm.. tidak, sepertinya nama itu asing buatku"

"Rakata itu nama gunung, gunung purba di lautan yang orang kenal dengan nama krakatu"

"Bagus, kenapa orang tuamu memilih nama itu?"

"Entah lah, sampai saat ini mereka tidak pernah mau cerita arti nama ku. tapi aku suka nama ini unik"

"Terus, kenapa orang tuamu memanggilmu Ilalang"

"Nama panjangku Dersik Ilalang, kata mereka sih mereka suka warna hijau karena warna hijau itu menyejukan menurut mereka"

"Hmm... masuk akal juga. Kamu sering naik gunung sendiri?"

"Kan tadi aku bilang aku terbiasa sendiri. kalau kamu juga sering naik gunung sendiri?"

"Engga, baru ini. biasanya aku naik gunung berdua atau berempat. Aku lebih suka sedikit, lebih tenang"

"Terus, apa alasanmu sekarang naik gunung sendiri?"

"Sebenarnya dibilang sendiri engga juga sih, memang aku brangkat dari dan naik sampai tempat ini sendiri tapi sebenarnya ada seseorang yang aku kenal di atas"

"Teman kamu?"

"Entahlah dibilang teman atau bukan"

"Trus pacar, atau mantan?"

"Engga bisa dibilang keduanya juga sih"

"dia orang yang sudah lama aku suka, aku dari dulu sering mengajaknya naik gunung tapi sampai saat ini kita belum pernah bisa naik bareng"

"Dia sendiri?"

"Engga juga, dia bareng teman-temannya dan ini untuk kedua kali dia naik gunung"

"Kenapa kamu tidak gabung dengan mereka?"

"Mungkin karna dia tau aku tak suka naik gunung beramai-ramai, atau mungkin ada alasan lain aku juga tak tahu selain faktor dia tak mengajak ku kemarin"

"Terus kenapa kamu masih datang kesini?"

"Aku khawatir, dia asma. Beberapa hari lalu dia cerita saat sedang packing, seberat apa barang bawaan dia, dia seperti ragu dengan fisiknya, dengan jalur di gunung ini, bahkan dengan makanan yang akan dia makan nanti"

"Makanan katamu?"

"iya makanan, dia kurang suka makanan instan tapi dia juga tidak bisa masak lain halnya dengan aku"

"Maksudmu?"

"Aku hobi masak, hal lain yang aku suka saat camping ya masak. Kita pernah camping di pantai dia suka masakanku, lebih baik aku sedikit repot dengan masak sesuatu yang lebih enak dibandingkan masak makanan instan"

"Kemarin aku bilang aku mau ikut dengan maksud mengurangi beban bawaan dia, selain itu aku juga bisa masak buat dia, tapi dia menolak dan agak sedikit marah"

 

"Kenapa marah?"

"Entah lah, mungkin dia tak mau merepotkanku"

"Terus sekarang tujuanmu kesini untuk apa?"

"Mungkin dia sudah diatas, mungkin ada orang lain tadi yang membantunya membagi beban, mungkin sekarang dia sedang makan dan tertawa di atas sana?"

"Aku cuma ingin memastikan dia baik-baik saja"

"Bagus lah kalo memang dia sekarang seperti yang kamu bilang tadi, dan jika memang seperti itu aku hanya akan melihat dia dan tersenyum dari jauh tanpa perlu kuatir dan tanpa perlu dia tau aku ada disini"

"Hahaha... akhirnya aku tahu alasan mu melamun tadi"

"Iya itulah sebenarnya yang aku pikirkan dari tadi disini, mungkin aku nanti sekedar menemuinya, menanyakan kondisinya, lalu aku pergi"

"Hmm.. andai saja ada orang sepertimu dahulu"

"Maksudmu?"

"Iya, andaikan dulu ada seseorang sepertimu, se khawatir dirimu, seperhatian itu sepertimu"

"Dari dulu aku ingin punya orang seperti mu, orang yang mendampingiku dengan hobiku, naik gunung bersama dan susah senang bersama, masak dan makan bersama."

"Aku pun hanya bisa pergi bersama teman-temanku dan sesekali mengharapkan ada orang sepertimu, sampai saat nya aku sendiri sekarang dan benar-benar sendiri?"

"Ilang, suatu saat nanti mungkin ada kok orang seperti itu, seperti yang kamu mau. Mungkin belum saatnya"

"Tidak, hal itu sekarang tak mungkin terjadi"

"Maksudmu?"

"Hmm... lupakan ucapanku barusan"

"Raka, sebenarnya ada seseorang yang selalu aku tunggu, hampir sama denganmu, sampai saat ini aku belum pernah pergi kegunung bersamanya. sekarang aku hanya berharap sekali saja dia mau mengunjungiku"

"Mengunjungi?"

"Iya, menemuiku disini seperti kamu menemui dia sekarang"

"Ooo..."

"Raka, temui dia. Hilangkan ke khawatiran dan kegelisahanmu tanpa perlu dia tau perasaanmu"

"Gunung tidak mendengar, dia tak akan menjawab kegelisahanmu"

"Setidaknya kamu akan lebih tenang dan senang mungkin, walaupun kita tak akan tau apa yang akan dia rasakan saat melihatmu disini"

"Kopimu sudah habis, semakin gelap dan semakin dingin, lekas kemasi bawaan mu"

"Baiklah, kenapa kamu tidak ikut saja bersama ku ke atas?" jawab Raka sembari mengemasi barang bawaanya.

"Tidak, aku masih ingin duduk di sini. nanti kamu akan melihat ku di atas" ucap ilalang disertai senyuman.

"Baiklah" jawab raka diiringi senyuman.

"Ilang, aku duluan ya"

"Iya Raka, hati-hati"

Raka pun berjalan dengan tersenyum meninggalkan Ilalang yang terduduk sendiri ditengah kegelapan. Hari ini gunung itu terlihat sepi, tak terlihat orang lain semenjak raka bertemu Ilalang. Angin berhembus semakin kencang dan udara pun semakin dingin.

"sedikit lagi, setelah tanjakan terjal ini aku akan menuruni bukit dan sampai di camping ground" ucap Raka dalam hati.

Raka pun tiba di pelataran luas dengan beberapa tenda sudah berdiri di sekitarnya. Sebagian dari mereka sedang ada yang sibuk memasak, asik mengobrol dengan kopi dan temannya, ada juga beberapa pasangan yang sedang memperhatikan bintang.

"Raka! Raka!" terdengar sayup suara seseorang memanggilnya.

Raka pun berhenti, dan menoleh kesamping "kamu disini? kamu baik-baik saja kan?" tanya Raka.

"Iya aku baik-baik saja" jawan perempuan itu.

"Kamu ngapain sih kesini, kan aku sudah bilang"

"Ooo... kebetulan kemarin temen aku juga bilang dia mau kesini hari ini, jadi sekalian aja aku kesini. yasudahlah kalau kamu baik-saja"

"Sudah malam, aku mau mencari teman-teman ku dulu"

"Kamu yakin? kamu engga gabung sini aja? engga apa-apa kok?"

"Engga, terima kasih. Aku disana saja"

"Baiklah, aku pergi dulu. jaga diri baik-baik" ucap Raka dengan senyum dan melangkahkan kaki.

Raka pun berjalan ketempat yang sedikit sepi di pinggir jalur. dia berhenti di depan sebuah prasati kecil di situ. prasati dari batu granit yang memantulkan cahaya dari bias rembulan malam itu.

"Semoga suatu hari nanti lelaki itu menyempatkan diri mengunjungimu, dan semoga kau tenang disana Ilalang. Terimakasih sudah mau menemaniku menunggu senja hari ini"

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun