Mohon tunggu...
Anto. S. Soetjipto
Anto. S. Soetjipto Mohon Tunggu... Juru Gambar -

Alterego, Katarsis Dan Pikiran Kotorku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

“Brievenbus”

8 September 2015   15:56 Diperbarui: 8 September 2015   16:05 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Sebuah peninggalan kolonial belanda yang akhirnya lekang oleh jaman. “Kotak ajaib” waktu kecil aku menyebutnya karna merasa aneh dengan sebutan “bus surat” yang jauh dari logika karena sewajarnya bus adalah sebuah kendaraan beroda dan dapat berpindah tempat tidak seperti itu kotak berwarna oranye tanpa roda dan hanya diam mematung disisi jalan. Ajaib, karna sepucuk surat yang kita kirim bisa sampai ke tujuan. Mungkinkah ada suatu mesin atau mungkin sekumpulan mahluk asing dari luar angkasa yang bisa melakukan teleportasi di dalam kotak ajaib itu untuk mengirim surat? Seperti itu sekiranya cara pikir ku menilai bus surat saat kecil. Bus surat menjadi perantara penyambung silaturahmi pada saat itu tanpa mengurangi rasa hormat untuk sosok yang selalu ditunggu, pak pos dan sepeda kumbangnya.

      Iya, ini cerita jaman dulu. Cerita saat ku kecil yang tinggal di desa terpencil dimana alat komunikasi masih jauh tertinggal karna mungkin hanya puskesmas atau kecamatan yang baru punya telephone. Aku adalah pengguna setia jasa pak pos dan bus suratnya karna aku di desa dan ibu tinggal di kota. Dengan surat aku melepas rindu sembari menunggu yang tak tentu kapan ibu ku pulang kampung untuk bertemu. Selalu menunggu pak pos lewat dan sesekali bertanya “pak ada surat buat ku?”. Saat terdengar teriakan “POS” di depan pintu atau secara tidak sengaja melihat pak pos berhanti di depan rumah aku langsung berlari dan berharap itu surat untuk ku. Wajar saja, karna menerima surat waktu itu adalah hal yang menyenangkan selain faktor penasaran. Terlebih lagi jika yang diantar bukan surat tapi wesel rasanya aku akan menjadi jutawan esok hari di sekolah karena baru mendapat kiriman uang. Setelah kubaca surat selalu ku simpan dan bergegas membalasnya. Menulis dan membacanya berulang kali sebelum dimasukan dalam amplop dan ditempel prangko lalu Ke esokan hari bus surat pun kuhampiri. Entah kenapa aku selalu menoleh berulang kali setelah memasukan surat itu. Dalam hati aku berharap surat itu cepat sampai ketangan ibuku dan lekas di balas pula. Saat aku pindah ke Jakarta, aku pun masih mencari bus surat untuk mengirim surat keteman-temanku di kampung.

      Mungkin istilah “sahabat pena” lebih tepatnya, jarang bertemu dan hanya berkomunikasi dengan surat. Budaya menulis surat secara tidak langsung menjadikan minat menulis lebih tinggi selain seni berkirim surat tentunya seperti apa yang akan kita tulis, memilih kertas surat yang bagus, rasa menunggu dan juga rasa penasaran. Budaya menulis surat juga dapat menimbulkan hobi baru seperti filateli atau koleksi kartu pos. Seperti itulah romantisme yang pernah terjalin antara aku dan bus surat, juga semua orang yang ada dibalik itu semua hingga surat sampai di tangan kita. Selalu akan ada yang menjadi korban dengan bergulirnya jaman, dilupakan, ditinggalkan dan akhirnya hilang. Teknologi semakin canggih dan sekarang kita bisa berkomunikasi real time dengan orang lain tanpa perlu sibuk menulis, memasukan dalam amplop, menempel prangko dan pergi mencari bus surat atau ke kantor pos. Dan tentunya kita tidak perlu menunggu lama pesan kita sampai dan mendapat balasan.

      Bus surat semakin terasingkan dan terabaikan seperti menjadi penghias trotoar tanpa keindahan karna bentuknya pun sudah tidak karuan dengan coretan, tempelan poster iklan atau pun karatan karna dimakan jaman. Mungkin suatu saat nanti bus surat tinggal kenangan bahkan mungkin nanti cuma menjadi cerita untuk anak cucu kita tanpa mereka melihat bentuk atau merasakan sensasi berkirim surat. Rasanya jadi ingin menulis surat dan berlari menghampiri bus surat tapi entah apa isi surat itu dan siapa yg dituju setidaknya sebelum kotak ajaib itu hilang dipinggir jalan. “Bus surat yang setia, dia selalu disitu berdiri menunggu kita mengirim pesan ke alamat yang kita tuju”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun