Tanggapan untuk beberapa artikel di koran Kompas Minggu, 28 Desember 2014
(Maaf atas keterlambatan saya mengupload serial ke 2 tanggapan untuk Kompas Minggu, dikarenakan alasan teknis terkait laptop. Terima Kasih
Paparan tentang kebisuan yang sangat mengesankan terangkum dalam cerpen kompas minggu kali ini. Penulisnya adalah Sdr. Mashdar Zainal dan berjudul Perempuan Yang Menjahit Bibirnya Sendiri (Ref. nomor 3). Intisari ceritanya adalah penjabaran peringatan "Mulutmu Harimaumu" terhadap seorang wanita yang sangat cerewet. Akibat kecerewetannya itu ia merasa telah menjadi sumber atau akar permasalahan dari kematian orang-orang terdekat yang dicintainya. Ayah, ibu, dan adik perempuannya sendiri.Rasa bersalah yang demikian dalam mendorongnya untuk menjahit mulut, namun dengan tindakannya itu, tanpa sadar ia telah memagkas habis kemungkinan bagi si mulut untuk tersenyum....
Pesan yang saya tangkap dari kisah itu adalah bahwa sang tokoh (perempuan cerewet),-karena rasa bersalahnya-,telah merancukan sumber permasalahan dengan saluran atau media penyampaian. Sebagaimana orang yang kesal,- setelah tokoh gamevirtual yang dipujanya ternyata kalah dalam kancah pertandingan -, langsung mematikan kontak komputer dengan sumber listrik alih-alih mematikan program gamenya terlebih dahulu. Kemampuan berpikir kognitif secara jernih telah dilumpuhkan oleh rasa bersalah dalam hatinya sendiri. Mekanisme konstruksi yang terlampau cepat mengeksekusi ( dari memori kedukaan ke hati dan putusan tindakan secara kognitif yang tersamar ilusi sesat) jamak terjadi pada orang-orang modern yang sudah kurang menghargai makna kualitatif kebisuan ( persoalan ini terpapar dalam referensi nomor 1 dan 2).Dunia modern dengan dramatisasi ketunggalannya yang serba instant (kebenaran tunggal, cara, penglihatan dan sumber tunggal) telah pula melahirkan orang-orang berdimensi tunggal. Ketunggalan visinya telah menutup kemungkinan ragam konstruksi. Ragam konstruksi yang seharusnya ditanamkan sejak dini (dari ia dikandung) telah mati dini, saat modalitas kebahasaan dan atau pemikiran jadi peliharaan mewah yang terkurung dalam sangkar emas spiritualitas tunggal.Ia menangkap dan mencerna memori sebagaimana orang modern menangkap dirinya dalam tokohbintang simulasian virtual yang sudah tak lagi merepresentasikan dunia riil.
Dalam catatan minggu yang berjudul Waktu, Bre Redana menggambarkan simulasian virtual dunia modern yang telah menjadi gaya hidup serba instant. Gaya hidup yang serba cepat dan cerewet yang memangkas habis waktu kualitatif dari keheningan. Pola arus lintas konstruksi dorongan (drive) dari persepsi ke verbal dan pemikiran membabat habis keragaman nilai kualitatif yang terkandung dalam konstruksi keberjarakan (gap) dari paradigma kebisuan.Lintas konstruksi cepat yang seharusnya hanya ada dalam situasi krisis ini aplikasiannya telah tergeneralisasi dalam lintas linear ketunggalan ke segenap ranah kehidupan...
Samuel Mulia dengan tulisan berjudul Berhitung (dalam ruang Parodi) merekam cara kecerdasan jamak meng-interrelasi-kan antara kemampuan berpikir logika matematika dengan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal. Intinya, si penulis ingin membuktikan bahwa antara kedua modalitas berpikir itu (logika matematika dan inter/intra-personal) terdapat diskrepansi (celah) "padat kabut penutup" yang dapat mengaburkan (merancukan) sumber atau akar persoalannya. Sumber kediriannya hilang bersama sebaran numerik asumsiannya...
#IISAVISIWASKITA#KECERDASANJAMAK#PARADIGMAKEBISUAN
1. Waktu,Catatan Minggu, Bre Redana.
2. Berhitung, Parodi, Samuel Mulia.
3. Perempuan Yang Menjahit Bibirnya sendiri, Cerpen, Mashdar Zainal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI