Hati ini seperti matahari yang tidak pernah pudar sinarnya ketika kita memiliki teman akrab yang selalu menemani dalam suasana apapun, memahami watak sudah sedari dulu kita rasakan dari awal persahabatan ini. Banyak moment yang bisa kita lalui bersama dengan beberapa rintangan yang terkadang sulit dan mustahil untuk dilalui bersama pula.
Hari demi hari terasa begitu sunyi ketika masing-masing dari kita sudah memasuki dunia kuliah, dengan berbagai universitas yang berbeda di Jakarta. Perkenalkan namaku Nisa, gadis berumur Sembilan belas tahun yang suka menghayal dan bermimpi untuk menjadi seorang accounting di perusahaan terkemuka. Aku mempunyai tiga sahabat dengan karakter yang berbeda beda, Asma adalah sahabatku yang mempunyai perawakan tubuh tambun dan berambut panjang dengan dentingan suara tawanya yang terkadang sering mengundang aku dan yang lain menertawainya. Lalu sikap toleransi dan pedulinya yang tinggi membuat temanku yang satu ini sangat di hormati, dengan gaya bicara dan pemikirannya yang cukup bijaksana dan terkadang melampaui pemikiran aku dan kedua sahabatku dia ialah Yayang. Kemudian yang terakhir ada gadis asal medan yang kental dengan logat bataknya ia bernama Devi, walaupun aku dan yang lain lebih sering memanggil dia dengan sebutan Cantik. Tetapi dia tidak pernah terganggu dengan panggilan ini dan aku rasa dia sangat menikmatinya.
Cerita yang terkadang membuatku jenuh dan ada rasa penasaran untuk mengetahui lebih dalam lagi curhatan dari temanku yang bertubuh tambun ini. Setiap ceritanya selalu mengenai lelaki yang selalu dekat dengannya dan setelah itu meninggalkan pula tanpa alasan yang jelas, terkadang hati ini miris mendengarnya tapi aku rasa temanku yang satu ini tidak pernah berhenti atau tidak pernah puas untuk mencoba perjalanan cintanya. Ceritanya selalu mengundang aku dan ketiga temanku untuk memberikan solusi, agar dia tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. Seperti saran yayang yang selalu berpikir rasional dan berusaha untuk melupakan sesuatu yang menyakitkan walau terkadang pemikirannya selalu dianggap tidak masuk akal untuk di lakukan. Lalu saran cantik yang terkadang mengejek walau sebenarnya dia iri karena jarang dekat dengan lelaki. Terakhir saranku yang terkadang sering terhanyut ke dalam ceritanya, membuat ketiga sahabatku untuk menyudahi curhatan ini.
Layaknya anak-anak kecil yang berlarian saling mengejar dipantai kala senja, itulah gambaran dari persahabatan kami. Pertemanan ini begitu indah banyak pelajaran yang bisa diambil, tetapi aku merasa ada yang kurang. Seperti hati yang tak berselimut, meminta untuk dibalut dengan alunan nada-nada yang menyejukkan hati. Jiwa ini belum merasa ada yang menyelimuti, aku mencoba untuk terus mencari sesuatu yang bisa menerangi.
Dalam kegelisahan ini aku bertemu dengan seorang wanita yang memiliki karakter muslimah, karena setiap perkataannya selalu mendekatkanku kepada sang maha kuasa dia adalah Aina. Kita mulai dekat, sampai hal apapun kita coba untuk saling berbagi. Ketika itu ada sebuah acara yang menarik dikampus dan temanku Aina membujuk untuk mengikuti acara ini, aku kira acara ini banyak diikuti oleh wanita-wanita yang tidak memakai kerudung ternyata aku salah semua yang mengikuti acara ini memakai kerudung dan aku merasa canggung saat itu. Selama perjalanan aku mencoba untuk menutupi kepalaku dengan pashmina, asal pakai untuk menghalau rambutku. Sampai disana hatiku benar-benar terketuk untuk menjadi wanita islami yang seharusnya dan aku rasa sudah terlalu jauh dari kodratku dengan selalu bersenang senang tanpa melihat bahwa aku memiliki agama yang harus aku patuhi.
Suasana disana membuatku merasa dikelilingi oleh orang-orang yang membimbingku untuk menuju jalan yang lebih indah dengan mendekatkan diri kepada sang penguasa alam semesta. Mereka begitu peduli dan selalu memperhatikan satu sama lain, disini aku merasa sangat beruntung bertemu dengan mereka bsa memberikan pengetahuan yang selama ini belum aku mengerti. Ingin rasanya untuk selalu dekat dengan mereka. Tidak ada batas disni antara kami, kita semua sama tanpa terkecuali. Banyak plajaan yang bisa diserap dari acara ini, tidak ada pikiran negative apapun tentang orang lain kita saling menjaga.
Acara pun berakhir, hati ini begitu teduh dan selama diperjalanan aku berjanji pada diriku sendiri untuk menutupi seluruh aurat dengan balutan yang seharusnya sudah menemaniku kemanapun sejak dulu. Hari pertamaku dengan hijabku terasa begitu indah, banyak respon dari teman-teman yang memberikan pujian serta masukkan mengenai pilihanku ini. Ingin rasanya pulang kerumah dan memberitahukan hal ini kepada kedua orangtuaku tetapi itu terlalu lama, sampai akhirnya aku cukup memberitahu mereka melalui pesan singkat. Respon yang menakjubkan setelah aku mendengarnya, menjadi tersupport dengan pilihan ini. Dan aku mengatakan "mamah tidak perlu lagi memaksaku untuk berhijab karena aku sudah mengikuti kemauan Tuhanku dan kemauanmu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H