[caption id="attachment_376828" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Jumat (7/11/2014). (Sabrina Asril/KOMPAS.com)"][/caption]
Demi memperjuangkan nasib “rakyat kecil”, Obama memilih melakukan “government shutdown”, yaitu merumahkan pekerja pemerintahan federalnya dalam waktu yang tidak ditentukan karena negara tidak punya uang untuk menggaji mereka. Demi perbaikan bangsa Indonesia (pembangunan infrastruktur), saya usul ke Pak Jokowi untuk melakukan “potong gaji” kepada para pekerja negara dan para pejabat negara daripada pengurangan subsidi BBM yang dampaknya bisa menyusahkan rakyat banyak.
“Potong Gaji” ini merupakan solusi jalan tengah terbaik untuk seluruh rakyat Indonesia. Besarnya pemotongan gaji yaitu 6% dari gaji pokok, atau mengembalikan gaji pokok mereka seperti tahun 2013. Kalau gaji pokoknya 2.000.000 maka akan terjadi pengurangan 2.000.000 x 6% = Rp 120.000.
Mengapa harus melakukan "potong gaji"? Karena kenaikan gaji yang dilakukan Pak SBY hampir setiap tahun itu telah menyusahkan rakyat kecil. Setiap ada kenaikan gaji, rakyat kecil ini justru kena “getahnya” harus menanggung dampaknya, yaitu terjadi kenaikan harga barang. Artinya kesejahteraan pekerja negara dan pejabat negara selama ini selalu ditebus dengan penderitaan rakyat kecil.
Kemudian yang kedua yaitu pemotongan gaji sertifikasi guru setengahnya, karena selama ini masyarakat tidak merasakan efektivitas dari upaya sertifikasi tersebut. Terbukti anak-anak sekolah walaupun dia tergolong anak yang cerdas masih harus nambah biaya ikut bimbingan belajar. Dan selama ini ditengarai sertifikasi tidak membawa perubahan signifikan pada kualitas guru, sebaliknya justru hanya digunakan sebagai sarana melegalkan guru untuk mendapat tambahan gaji sebesar 1 x gaji pokok. Kalau gaji pokoknya 2.500.000 maka juga dapat tambahan hasil sertifikasi 2.500.000. Penambahan ini sangat luar biasa, sehingga menimbulkan kecemburuan pada pekerja negara yang lainnya. Padahal pada dasarnya semua pekerja itu berjasa pada negara, dan negara akan maju kalau semua profesi yang ada, termasuk di kalangan swasta ini juga mendapat penghargaan yang berkeadilan. Dengan demikian semua pihak mau bekerja secara optimal untuk negara.
Pemotongan tunjangan sertifikasi yang hanya ½ ini juga dimaksudkan untuk memotivasi guru-guru yang benar-benar “baik” tetap mendapatkan penghargaan yang berbeda, namun tidak terlalu memberatkan APBN.
Kalau semua pekerja ini menunjukkan kerja terbaiknya, yang dibuktikan dengan meningkatnya secara signifikan pendapatan negara melalui kegiatan ekonomi nasional dan internasional, serta semakin banyaknya lapangan kerja, maka pekerja negara maupun swasta berhak untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan sesuai dengan prestasinya masing-masing. Betapa indahnya, kalau hal seperti ini bisa terjadi!
Berikutnya, yang ketiga yaitu pemotongan anggaran belanja infrastruktur dan belanja barang ¼-nya karena selama ini ditengarai seringkali anggaran ini terjadi mark-up. Dengan dipotongnya ¼ bagian dari anggaran tersebut, diharapkan belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi tidak boros.
Namun sayangnya, usulan yang terkirim melalui Pos Kilat Express tertanggal 15 – 9 - 2014 kemudian dipertegas lagi tanggal 5 -11-2014, ternyata diabaikan oleh Pak Jokowi. Padahal kalau dibandingkan dengan pilihan mencabut subsidi BBM Rp 2000, maka implementasi dari “potong gaji” ini jelas jauh lebih bermanfaat.
.
Keunggulan Pemotongan Gaji
Dari pengurangan subsidi BBM sebesar Rp 2000, prediksi penghematan anggaran yang diperoleh = 2000 x 46 juta kl = 92 trilyun. Ditambah penghematan dari 18 November sampai 31 Desember = 46 juta: 12 x 1,5 bulan x 2000= 11,5 trilyun. Artinya akan terkumpul dana 92 + 11,5 = 103.5 trilyun (sehingga pemerintah mengatakan 100-an trilyun). Konsekuensi dari kebijakan ini, pemerintah harus mengeluarkan anggaran dana sosial yang direncanakan 6,2 trilyun + Kepolisian harus kerja keras dan keluar dana untuk mengatasi “demo” + dampak sosial yang membuat rakyat resah, kelancaran kegiatan ekonomi terganggu oleh aksi-aksi demo, dll.. Berapa total kerugian yang harus ditanggung pemerintah? Ditambah lagi kemudian 18 – 11- 2014 suku bunga BI Rate dinaikkan dari 7,5% menjadi 7,75%, yang artinya pertumbuhan ekonomi menjadi terganggu lagi.
Padahal dengan ide "potong gaji” itu bisa terkumpul dana sekitar 154,5 trilyun + tidak terjadi gejolak sosial di masyarakat, bahkan akan menimbulkan semangat kebersamaan seluruh rakyat Indonesia. Kalau sebelumnya hanya rakyat kecil saja yang dikorbankan, sekarang pejabat negara dan pekerja negaranya yang gantian merasakan sedikit pengorbanan, karena tidak akan ada kenaikan harga barang sebagai dampaknya. Sebaliknya diharapkan akan mempunyai efek domino ke berbagai dunia usaha terkait sehingga akan terjadi penghematan belanja BBM dan belanja yang lainnya.
Selanjutnya, karena daya beli rakyat yang berkurang, maka diharapkan keadaan ini bisa memicu deflasi (turunnya harga barang). Hal yang berbeda dengan turunnya harga BBM, yang tidak diikuti dengan deflasi karena daya beli rakyat tidak terganggu. Dengan demikian walaupun pemerintah tidak mengurangi subsidi BBM, maka secara otomatis akan terjadi pengurangan pembelian BBM, sehingga manfaatnya di samping terjadi pengurangan subsidi BBM, juga ada penghematan devisa negara. Rincian lengkapnya di sini.
Apalagi kalau Pak Jokowi kemudian berhasil membawa semangat birokrasi yang bebas dari pungli, maka ini akan membuat seluruh pekerja negara dan rakyat pada umumnya akan merasakan kesejahteraan yang hakiki. Walaupun gajinya dipotong, tetapi efeknya justru kehidupannya menjadi lebih baik. Hal ini akan berbeda dengan yang sebelumnya, walaupun gajinya naik, tetapi masih terus mengatakan tidak sejahtera karena selalu diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan hidup. Dampak lainnya, akan mengurangi rasa stres yang selama ini melanda berbagai kalangan masyarakat Indonesia.
Jadi kalau yang digembar-gemborkan selalu subsidi yang salah sasaran, ini menunjukkan bahwa pemerintahan Pak Jokowi ternyata juga tidak kreatif, sama dengan yang lalu-lalu, yaitu mengadu domba rakyat kaya dengan rakyat miskin. Suatu manajemen bangsa yang sebenarnya harus diakhiri !
Ini contoh negeri orang yang pemimpinnya kreatif (baca di sini)..
Tetapi kenyataannya sudah terjadi. Usulan yang bisa membuat rakyat bangkit bersama-sama ini justru diabaikan. Artinya Pak Jokowi ternyata tidak berbeda dengan pemimpin yang lainnya: “biarlah hanya rakyat kecil saja yang menderita”. Bukankah ini bisa berdampak mengurangi kepadatan penduduk Indonesia? Salam prihatin untuk bangsa Indonesia!
.
"Berani mengoreksi kesalahan yang sudah dilakukan, itu bukan hal yang memalukan dibanding harus bertahan pada "merampas" hak kesejahteraan rakyat kecil yang tidak berdaya."
.
Catatan:
Ada usulan lain dengan membuat BBM rakyat yang ber-oktan lebih rendah. Menurut saya gagasan ini juga akan menyusahkan rakyat kecil, karena kendaraannya menjadi "lebih sering ke bengkel" dan membuat pencemaran lingkungan menjadi meningkat.
.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H