Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Infrastruktur Tidak “Memiskinkan Rakyat”, Kalau 1$ = Rp 1

21 Oktober 2016   12:31 Diperbarui: 21 Oktober 2016   14:26 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini kita selalu terkagum-kagum dengan kemajuan infrastruktur di negara-negara maju. Jalanan yang bagus dan lebar, teknologi canggih, listrik murah, bangunan megah, transportasi modern, dll. Tetapi,  kita tidak pernah mengetahui seberapa besar utang negara-negara maju tersebut. Sehingga, jadinya kita hanya merasa  iri-iri dan iri, serta terpukau ketika menyaksikan kemegahan-kemegahan  negara maju tersebut.

Ternyata kemegahan negara-negara maju itu bukan  karena mereka sangat sukses dengan perekonomiannya yang luar biasa, tetapi juga karena utangnya yang demikian besar.

tabel-1-5809aa9e6523bdf813a41b9c.jpg
tabel-1-5809aa9e6523bdf813a41b9c.jpg
Catatan:  Nilai tukar US =119,9 itu merupakan USDX atau angka indeks yang merefleksikan dan mengukur kekuatan mata uang US$ terhadap mata uang utama dunia lainnya.

Pertanyaannya: Bagaimana, kalau tiba-tiba negara-negara maju tersebut kesulitan dalam membayar cicilan utang-utangnya, karena pemasukan devisanya yang semakin berkurang ? Apalagi kalau perekonomian global sedang lesu seperti sekarang ini. Pernahkan kita terbayang apa dampaknya ? Amerika pernah heboh dengan kasus kesulitan bayar cicilan utang ini, dan Yunani sudah bangkrut.

Karena itu bersyukurlah kita semua,  negara kita berada dalam posisi tidak bisa menambah utang sebanyak-banyaknya. Mengapa ? Korupsilah,  yang membuat negara kita tidak bisa utang sebanyak-banyaknya. Karena digerogoti korupsi itulah,  walaupun utang negara hanya sedikit  yaitu 27% PDB, namun kita sudah kesulitan kalau tiba waktunya membayar cicilan utang tersebut. Ini hikmah yang bisa dipetik dari bobroknya  perilaku korupsi  bangsa Indonesia ini.

Kalau demikian, apakah  para koruptor itu jadi pahlawan  ? TIDAK juga. Karena,  mereka sekarang yang harus balik kita kejar,  supaya mau mengembalikan harta yang telah dicurinya itu untuk pembangunan Indonesia saat ini. Sebab kalau negara-negara maju tersebut  sudah kesulitan untuk membayar  cicilan utangnya, maka dampaknya kita juga tidak bisa, atau tidak mudah bila ingin berutang lagi. Lalu darimana uang untuk pembangunan itu  ? Ya, berasal dari uang  yang telah dicuri para koruptor itulah.

Pada sisi lain, pemerintah harus berupaya memperjuangkan  agar 1$ nilai tukarnya sama dengan Rp 1. Tetapi maksudnya,  tidak ekstrim bahwa nilai tukarnya langsung  bisa Rp 1. Maksudnya, saat ini pemerintah harus semaksimal mungkin terus berupaya  untuk bisa menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Caranya bagaimana ? Dengan usulan redenominasi yang dikurangi 3 nol-nya itu,  sehingga 1$ langsung sama dengan Rp 13 ? BUKAN, karena itu biayanya akan sangat besar juga. Sebab kita harus mengganti semua uang rupiah yang ada. Di samping  itu, juga tidak akan berpengaruh pada  fundamental perekonomian kita di sini.

Lalu caranya bagaimana ? Dengan memperbanyak ekspor, sehingga kekayaan alam kita semakin habis ? Sebab yang diekspor  itu kebanyakan merupakan bahan mentah ? Atau mengirim TKW dan TKI sebanyak-banyaknya ?  Padahal kalau tenaga profesional, misalnya perawat  atau dokter itu yang membiayai pendidikannya “kita sendiri”, tetapi  kemudian yang memanfaatkan tenaga kerjanya justru negara lain. Enak benar mereka ? Apalagi kalau kemudian yang berobat ternyata orang Indonesia.  Wah, pasti senang sekali mereka !

“Kalau rupiah menguat, sementara daya saing industri kita bermasalah, maka  akan membuat ekspor kita menjadi kurang diminati. Sebaliknya kalau rupiah melemah, ekspornya  akan untung, karena harga lebih murah berarti pembelinya  lebih banyak”.  Begitulah wacana pemikiran yang dilempar ke publik. Benarkah demikian ? Ternyata TIDAK JUGA, terbukti ketika rupiah terus melemah, ekspor kita juga menurun.  Karena sebenarnya tentang mahal murahnya produk ekspor kita itu, tidak tergantung dari nilai tukar rupiah, tetapi tergantung  dari lemah atau menguatnya nilai tukar masing-masing mata uang negara tersebut  terhadap mata uang US$. Sedangkan harga produknya, tetap sama saja karena mereka membelinya dengan $.

 Justru karena rupiah melemah, maka mereka belinya jadi lebih murah atau dapatnya lebih banyak. Kalau kebutuhannya tetap, maka pembeliannya tentu akan  dikurangi. Tidak bertambah laris, sebagaimana yang dikatakan para pejabat itu. Sehingga, ekspor kita juga berkurang.  Sementara para pengusaha Indonesia, memang ada penambahan keuntungan tiap satuan produknya, tetapi kalau total pembeliannya berkurang maka keuntungannya bisa tetap saja. Kecuali kalau permintaan tetap atau bertambah maka mereka akan dapat untung yang lebih besar.  Inilah yang membuat, walaupun impor negara kita  berkurang banyak, tetapi devisa yang diperoleh negara tidak juga meningkat secara signifikan. Bahkan sama-sama menurunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun