[caption caption="Jembatan Suramadu. Sumber: beritadaerah.co.id"][/caption]Pemerintahan Pak Jokowi sangat antusias dengan program pembangunan infrastruktur. Hampir di semua wilayah Indonesia dilakukan pembangunan infrastruktur. Ada yang bendungan, kereta api, listrik, jalan tol, dll. Apabila dana pembangunan itu diperoleh dari dana tunai yang dimiliki oleh negara, tentunya akan diacungi jempol. Tetapi kalau ternyata dana pembangunan itu berasal dari utang luar negeri, bagaimana? Inilah yang perlu kita cermati bersama!
Ada cerita tentang Amerika Serikat, sbb.: “Dulu sekitar tahun 1857, ketika itu ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru.
Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api itu meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat.
Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman.” (teguhhidayat.com)
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita itu?
Pelajaran yang bisa kita petik, yaitu bahwa tidak semua pembangunan infrastruktur itu akan membawa perbaikan perekonomian negara. Sebaliknya bisa juga membuat negara menjadi bangkrut, kalau pembangunan infrastruktur tersebut tanpa perhitungan yang matang dan komprehensif, atau salah perhitungan.
Bila anggaran pembangunan infrastruktur tersebut berasal dari penerimaan negara, resikonya paling hanya pembangunannya sia-sia dan dananya hilang. Tetapi kalau pembangunan infrastruktur tersebut anggarannya berasal dari utang luar negeri, maka resikonya harus benar-benar dipertimbangkan secara cermat terlebih dahulu. Mengapa perlu demikian? Analisanya sbb:
1. Utang baru dari luar negeri, sesaat memang akan menguntungkan. Tetapi kalau sudah tiba waktunya membayar cicilan utangnya, maka akan dibutuhkan devisa yang lebih banyak. Hal ini akan memberikan kontribusi terhadap pelemahan nilai tukar mata uang negara yang berutang, sehingga akan terjadi pembengkakan nilai utang yang lama dan besaran nilai cicilannya.
Juga membuat cadangan devisa negara jadi menipis lagi, membuat harga produk industri naik lagi, membuat daya beli rakyat berkurang lagi, kemudian membuat pertumbuhan ekonomi melambat lagi, sehingga akan banyak rakyat yang hidupnya bertambah susah lagi.
2. Kalau perhitungannya ternyata salah sebagaimana contoh di atas, maka pembangunan infrastruktur itu hanya akan menjadi beban negara karena setelah jadi justru membutuhkan tambahan biaya oprasional, dan keberadaannya perlu ada perawatan.
Bila yang dibangun hanya satu dua mungkin tidak masalah. Ini namanya proyek perintis. Tetapi kalau proyek perintis itu dilakukan di banyak tempat, bagaimana negara akan mencicil pembayaran utang-utangnya ? Pasti utang lagi, bukan?