Selama belum terbukti Pak Ahok itu melakukan korupsi, saya memang termasuk orang yang mengapresiasi kinerjanya. Di kasus Sumber Waras dan reklamasi yang sempat saya pertanyakan juga, terbukti beliaunya bisa menjelaskan di persidangan, bahkan penjelasannya seringkali memukau penonton sidang sehingga yang mendengarkan menjadi semakin percaya bahwa beliaunya ini benar-benar ingin memperjuangkan kesejahteraan warga Jakarta. Namun ketika Pak Ahok mengalami “silap lidah”, saya kaget juga. Kenapa Pak Ahok bisa terjebak kasus yang demikian ?
Saya merenung tentang hal ini, kenapa ? Saya merasakan bahwa inilah cara Yang Maha Kuasa mengingatkan bangsa Indonesia. Mengapa ? Karena anak bangsa ini sepanjang perjalanan mengisi kemerdekaan itu seringkali terpecah belah. Setiap ada ketidak-cocokan, penyelesaiannya selalu berlarut-larut karena tidak ada kejujuran dan keterbukaan. Akibatnya energi bangsa ini tidak bisa fokus untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Ketika pemerintahnya punya peluang emas, ternyata juga salah jalan. Kekayaan minyak dijual sebanyak-banyaknya, tetapi uangnya tidak jelas entah ke mana. Karena ternyata untuk ongkos pembangunan itu dananya banyak yang dari utang LN, dan hasil utangnya banyak dikorupsi. Akibatnya terjadilah KESENJANGAN SOSIAL yang mencolok di masyarakat, dan hasil pembangunannya tidak menghasilkan penerimaan negara yang lebih besar. Sebaliknya penerimaan negara semakin berkurang, sehingga pemerintah kesulitan dalam mencicil pembayaran utangnya. Jadinya kemudian cicil utang dengan gali utang yang baru.
Kesenjangan sosial itu telah menjadi malapetaka baru bagi bangsa ini, yang lebih berbahaya dari sebelumnya, yaitu KEMISKINAN. Sebab kalau cuma kemiskinan, semua negara itu berawal dari negara yang miskin, kemudian secara bersama-sama mereka bisa memperbaiki nasibnya. Tetapi, karena Indonesia sudah salah jalan dan terlanjur terjadi kesenjangan sosial, maka yang sudah kaya ini biasanya akan menjadi penghalang untuk kebaikan bersama.
Setiap ada pemerintahan baru selalu berjanji untuk memperbaiki tentang hal ini, tetapi mereka selalu gagal. Kenapa ? Karena mereka yang tergolong sudah kaya ini tak rela kalau harta kekayaannya jadi berkurang, walaupun itu mungkin cara mendapatkannya tidak benar. Terbukti mereka baru mau mendaftarkan kekayaannya lagi setelah ada Tax Amnesty.
Sementara yang belum kaya dan memiliki kesempatan untuk bisa kaya akan memanfaatkan peluang tersebut, tak peduli walaupun itu caranya mengabaikan larangan Tuhan YME, misalnya korupsi (mencuri uang ) itu jelas dilarang dalam ajaran agama dan ancamannya neraka. Tetapi apa yang terjadi ? Mereka tidak peduli, bahkan terus korupsi. Supaya aman dilakukan secara ramai-ramai kemudian sebagian harta yang tidak halal itu disedekahkan atau dizakati. Kita yang mengetahui hal itu, hanya bisa mengelus dada saja !
Sampai kemudian muncullah Pak Ahok (seorang gubernur DKI non muslim) yang berani melawan semua itu. Dia sangat berhasil, sehingga membuat marah mereka semua yang terlibas. Karena begitu inginnya agar warga Jakarta ini bisa lebih sejahtera, terlontarlah ucapan untuk meyakinkan masyarakat Kep. Seribu agar mau menerima program kesejahteraan rakyat yang direncanakan Pemda DKI tanpa ada rasa takut nanti dalam Pilkada diwajibkan untuk memilihnya. Karena selama ini, dia dikategorikan kafir. Sehingga kemudian ditekankan, bahwa yang menerima program ini tidak berarti harus memilih dia. Hanya kemudian beliaunya ini “terpeleset”, yaitu mengucapkan kalimat yang menyinggung perasaan sebagian ulama dan orang Islam. Kemudian jadilah “pernyataan yang silap tersebut “ dinilai sebagai penistaan agama, dan dilakukan demo besar-besaran.
Saya ingin bertanya:” Apakah pernyataan Pak Ahok itu benar-benar merupakan penistaan agama ? Bagaimana kalau kita bandingkan dengan perilaku Gatot Brajamusti, Dimas Kanjeng, dll, yang sok alim ternyata hanya memanfaatkan agama sebagai kedok untuk menutupi perilaku buruknya ? Kenapa kita tidak pernah demo besar-besaran untuk orang-orang seperti mereka ?
Bagaimana juga dengan perilaku korupsi, yang jelas-jelas mengabaikan ajaran agama Islam dan merugikan banyak orang, tetapi sampai sekarang tidak ada fatwa MUI-nya ? Kenapa kita tidak pernah demo besar-besaran untuk menyelamatkan negara ini dari korupsi ? Bahkan mohon maaf, sebenarnya perilaku korupsi itu bukan saja menistakan ajaran agama, tetapi kita diam-diam secara bersama-sama sedang “melecehkan Tuhan”, karena kita telah berani menjadikan korupsi sebagai bagian dari mendapatkan "rejeki" yang disyukuri.
Andaikan kita ini mau demo besar-besaran untuk hal-hal seperti itu, maka perilaku munafik, yaitu pura-pura alim tetapi jahat, pura-pura terlihat taqwa tetapi sering maksiat, pura-pura religius tetapi korupsi, pura-pura bersedekah tetapi hasil mencuri itu tidak akan berkembang pesat. Sehingga akan jadi lebih baiklah cara hidup kita ini, dan sejahterahlah bangsa Indonesia. Sadarkah kita akan hal ini ? Kenapa tidak ada yang mau mengerahkan massa untuk tujuan yang mulia ini?
Kembali pada kasus Pak Ahok, apakah “ucapannya” itu merupakan penistaan terhadap agama Islam ? Karena tindakan-tindakan atau kebijakan-kebijakan yang dilakukan beliaunya justru membuat orang-orang Islam itu bisa berubah menjadi lebih baik, yaitu: mau bekerja dengan baik, mau berperilaku sebagaimana ajaran Islam untuk tidak tidak korupsi, tidak melakukan pungli, mau melayani rakyat jelata dengan baik, dll.