“Reshuffle” merupakan tuntutan rakyat apabila kinerja kementerian dianggap tidak profesional. Namun kita juga tidak boleh lupa, bahwa menteri itu hanyalah seorang pembantu presiden dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu kesejahteraan rakyat. Artinya keberhasilan kerja para menteri itu sendiri sebenarnya juga sangat tergantung dari pemikiran presidennya. Karena itu para menteri tentunya tidak bisa membuat keputusan sendiri sesuai dengan kepentingan masing-masing, tetapi mereka harus bekerja secara sinergi mewujudkan apa yang dikehendaki presiden. Kalau yang dilakukan menteri sesuai pemikiran presiden, maka menterinya akan bisa bekerja dengan baik. Kalau yang dilakukan menteri tidak sesuai dengan pemikiran presiden maka mereka dikatakan tidak bisa bekerja dengan baik, yangberarti menterinya harus “direshuffle”.
Berkaitan dengan isu buruknya kinerja kementerian akhir-akhir ini, sebenarnya tidaklah semata-mata kesalahan para menterinya. Karena para menteri hanya bisa mengurusi bidang yang menjadi tanggung-jawabnya, serta tidak bisa intervensi ke bidang lainnya. Termasuk menko itu juga terbatas koordinasinya, tidak bisa mengurusi yang tidak di bawah koordinasinya. Sementarapermasalahan bangsa yang muncul itu sebenarnya harus ditangani secara sinergi lintas kementerian yang ada. Tidak bisa dilakukannya sendiri, karena banyak hal yang di luar jangkauannya. Contohnya kementerian keuangan, keberhasilan tugasnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan semua menteri yang ada. Jadi menteri keuangan ini sebenarnya “pembisik” Pak Jokowi yang paling utama. Karena itu pernyataannya ke publik tidak boleh “sembarangan” sebagaimana pernah saya kemukakan di artikel terdahulu. Jadi sebelum kita bisa menyalahkan para menteri yang mendapat tugas, seharusnya kita mengetahui terlebih dahulu duduk permasalahannya. Dimana menurut pemahaman saya, sumbernya ternyata dari presiden sendiri.
Berikut ini pemikiran-pemikiran Pak Jokowi yang ternyata bermasalah dan harus “diresuffle” terlebih dahulu, agar para menterinya juga bisa membantunya dengan tepat, sbb.:
1.Subsidi BBM itu buang-buang uang
Subsidi BBM itu ada 3 jenis. Yang satu untuk kepentingan transportasi industri, transportasi umum dan transportasi pribadi. Menganggap bahwa subsidi BBM hanya membuang-buang uang saja, itu menunjukkan bahwa wawasan pemikiran Pak Jokowi sempit. Padahal beliaunya itu mantan pengusaha yang seharusnya paham akan hal ini. Subsidi BBM yang bermasalah hanyalah yang digunakan oleh mobil-mobil pribadi saja, sedangkan yang lain itu akan bisa menggerakkan perekonomian Indonesia. Tetapi karena kemudian disama-ratakan, akibatnya harga kebutuhan melonjak dan rakyat tercekik. Apa pemerintah lebih memilih supaya rakyatnya mudah sakit karena sulit untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bergizi, lalu mereka berbondong-bondong berobat gratis dan menghabiskan anggaran BPJS, sampai-sampai ada isu BPJS-nya mau bangkrut ?
Jadi tidak semua subsidi BBM itu habis dibakar di jalan-jalan, bahkan sebenarnya sangat membantu untuk mengembangkan perekonomian bangsa Indonesia dan akan memperluas lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.
2.Mengurangi subsidi BBM berarti harus menaikkan harga.
Mengurangi subsidi BBM tidak selalu dengan menaikkan harga BBM. Kalau yang terjadi seperti ini, walaupun harganya mahal banyak rakyat yang tetap akan berboros-boros dengan BBM sehingga impor BBM semakin bertambah dan dampaknya rupiah terus semakin melemah. Kalau mau mengurangi subsidi BBM itu harus dilihat dari akar permasalahannya terlebih dahulu. Akar permasalahan BBM itu adalah jumlah kendaraan mobil pribadi yang berlimpah akibatadanya kemudahan kepemilikannya yaitu dengan sistem kredit. Berarti cara yang paling jitu untuk mengatasi pembengkakan jumlah impor BBM ini harus diawali dari stop kredit mobil pribadi dan alihkan kredi t ini ke kredit modal dunia usaha lainnya, sehingga kepemilikan mobil pribadi ini tidak terus melaju dengan cepat. Batasi 1 keluarga cukup memiliki 1 mobil. Kemudian buat kebijakan sehingga mobil pribadi itu jarang digunakan, a.l. : penggunaan mobil pribadi di dalam kota minimal harus 3-4 penumpang , pajaknya mahal, parkir mahal, dll. Selanjutnya dorong industri mobil ini untuk ekspor dengan harga yang bersaing sehingga keberadaan industri mobil ini masih bisa bertahan. Dengan demikian pembelian BBM oleh pemerintah akan berkurang, subsidi BBM akan berkurang, devisa negara bisa dihemat, rupiah tidak terus melemah, jalanan tidak macet dan industri pada umumnya tidak terganggu, sementara industri mobilnya bisa dikembangkan untuk ekspor.
3.Menyejahterakan rakyatberarti memberi bantuan sosial bagi yang miskin
Menyejahterakan masyarakat atau meningkatkan daya beli rakyat tidak sama dengan bagi-bagi KIP, KIS, KKS bagi yang miskin. Karena kalau hal tersebut yang terjadi , maka jumlah uang yang beredar akan semakin banyak, dan dampaknya justru akan menimbulkan inflasi lagi karena hal ini tidak disertai dengan pertumbuhan industri yang tepat. Akibatnya, yang dapat dana bantuan tetap tidak merasa sejahtera. Sebaliknya yang gajinya pas-pasan menjadi miskin, misalnya para buruh akan merasa kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, cara menyejahterakan rakyat , atau meningkatkan daya beli rakyat yang benar haruslah dengan menurunkan harga. Sehingga semua pihak akan merasakan manfaatnya dan lapangan kerja bisa meningkat , serta pengangguran menjadi berkurang. Jadi yang dibutuhkan oleh rakyat itu lapangan pekerjaan yang semakin meluas, bukan bagi-bagi dana sosial. Karena kalau bagi-bagi dana sosial ini akan membuat rakyat kehilangan harga dirinya.
4.Meningkatkan kesejahteraan pekerja negara berarti menaikkan gajinya
Meningkatkan kesejahteraan pekerja negara tidak sama dengan meningkatkan gaji PNS dan aparat negara. Karena kalau gaji mereka yang dinaikkan maka akan menimbulkan inflasi juga karena jumlah uang yang beredar menjadi lebih banyak lagi. Sementara dunia industri kita justru semakin bermasalah. Akibatnya, yang gajinya dinaikkan tetap tidak pernah merasa sejahtera, sementara yang gajinya tidak naik harus dihadapkan pada harga-harga barang yang naik. Artinya sistem kesejahteraan yang seperti ini, disamping tidak mencerminkan keadilan, dampaknya akan menyusahkan pihak lain. Pak Jokowi harus belajar dari kasus Zibabwe.
5.Hutang itu kalau untuk infrastruktur tidak apa-apa
“Hutang kalau untuk membangun jalan, bendungan, listrik, pelabuhan tidak apa-apa. Tetapi kalau untuk subsidi BBM tidak boleh”, begitulah kata presiden dalam suatu acara di Jawa Tengah. Kalau bayar cicilan hutang negara masih lancar, memang tidak apa-apa. Tetapi kalau pemerintah bayar cicilan hutangnya yang lama saja, harus cari hutang yang baru. Berarti ini sama denganmenghancurkan Indonesia pelan-pelan dan menguntungkan para donatur hutang.
6.Obral investasi asing ke mana-mana
Investasi asing memang dibutuhkan untuk bisa semakin mengembangkan perekonomian Indonesia, namun investasi asing ini harus selektif. Untuk hal-hal yang vital, bila diserahkan pada investasi asing terus-menerus maka akan bisa menjadi masalah, misalnya migas. Pemerintah sulit untuk bisa memantau seberapa banyak hasil eksploitasi yang sebenarnya karena tidak ada pihak yang terlibat di dalamnya, padahal hasil migas ini sangat dibutuhkan untuk mengembangkan industri Indonesia. Karena itu ketika ada peluang untuk mengakuisisinya, seharusnya segera dilakukan oleh pemerintah. Jangan justru diabaikan. Kalauuntuk pertambangan emas, industri pariwisata, industri konsumtif masih bolehlah investasi asing. Tetapi kalau untuk listrik , sebaiknya jangan karena ini bisa menjadi kendala bagi pertumbuhan industri kita. Sebagaimana pengalaman kasus listrik 10.000 megawatt yang didanai oleh Cina, mestinya sudah bisa dimanfaatkan dengan optimal ternyata masih bermasalah.
7.Membangun infrastruktur berarti rakyat harus sengsara terlebih dahulu
Logika apa yang mendasari presiden bisa berpikir demikian ? Apalagi kenyataannya yang menderita itu hanya rakyat kecil. Sementara kepemilikanmobil terus diperlancardengan sistem kreditdan yang punya mobil karena mereka tergolong orang yang mampu maka tetap berpesta pora dengan BBM-nya sehingga justru membuat rupiah tambah melemah dan harga barang-barang menjadi naik. Apakah ini yang dinamakan dengan berjuang bersama-sama ? Disana senang, di sini stres berkepanjangan karena pusing memikirkan kebutuhan hidup yang sulit untuk bisa dipenuhi, bahkan nyawa bisa melayang karena bunuh diri atau banyak yang sakit berat akibat kebutuhan gizinya tidak terpenuhi ? Atau ini bagian untuk mengurangi kepadatan penduduk Indonesia, ya ?
8.Kurs rupiah jatuh tidak masalah karena semua negara mengalami hal yang sama
Penyebab nilai mata uang negara merosot itu berbeda-beda. Ada karena situasi politik, ada karena di sengaja untuk meningkatkan ekspornya, ada karena salah urus (kebodohan pemimpinnya), dll. Contoh karena akibat situasi politik yaitu Rusia, yang disengaja untuk meningkatkan ekspor biasanya Jepang dan USA, contoh yang salah urus yaitu Indonesia. Jadi penyebabnya itu harus diketahui terlebih dahulu, jangan mencari pembenaran agar tidak disalahkan rakyat. Kalau seperti ini, pemerintah tidak akan bisa menemukan solusi pemecahannya dengan tepat. Untuk kasus Indonesia, salah urus inilah yang harus dibenahi terlebih dahulu agar tidak semakin parah.
9.Meningkatkan pendapatan negara berarti meningkatkan “pajak industri”
Pajak industri merupakan bagian dari komponen penentu harga produk. Kalau pajaknya dinaikkan bahkan jenisnya ditambah maka akan menambah biaya produksi. Dampaknya harga produk menjadi lebih mahal, sementara daya beli rakyat semakin rendah. Akibatnya permintaan terhadap suatu produk menjadi berkurang, sehingga bisa terjadi PHK. Karena itu meningkatkan nilai pajak industri seharus nya dihindari, karena daya saing industri kita sudah sangat rendah. Bahkan kalau perlu, nilai pajaknya bisa dikurangi agar pertumbuhan industri tetap terjaga bahkan menjadi meningkat.
Yang harus dilakukan pemerintah itu memperluas lapangan kerja, sehingga rakyat tidak banyak yang menganggur dan menjadi beban pemerintah. Bukan meningkatkan pendapatan negara, agar rakyatnya banyak menganggur kemudian diberi sumbangan sosial.Konsepyang kedua ini nantinya akan membuat pengeluaran negara untuk bantuan sosial semakin lama menjadi jauh lebih besar. Seharusnya pendapatan negara diupayakan dari PPh bagi mereka yang memiliki pekerjaan formal, hasil usaha pemerintah (non BUMN vital), dan dari volume penjualan produk industri yang diharapkan bertambah karena adanya peningkatan daya saingnya.
10.Blusukan akan terus dilakukan
Memimpin negara memang tidak sama dengan memimpin kota atau ibukota. Memimpin kota atau ibukota itu anggarannya sudah tinggal dijatah oleh pemerintahan pusat. Sementara memimpin negara, anggarannya harus mencari terlebih dahulu. Ini butuh pemikiran yang fokus, tidak bisa dipikir sambil jalan-jalan (terus blusukan). Koordinasi dan pengawasan terhadap semua kinerja kementerian sangatlah diperlukan, sehingga tidak terjadi lagi tanda tangan Peraturan Pemerintah tanpa dibaca terlebih dahulu, nomenklatur kementerian sudah 6 bulan belum beres juga karena lalai dalam pengawasannya, kebijaksanaan pertamina sudah diumumkan kemudian dibatalkan, dll. Apalagi sepertinya untuk melakukan semua ini sulit untuk bisa berbagi dengan Pak JK, karena dari awalnya sebenarnya memang sudah tidak cocok.
11.Kebiasaan tidak konsisten terhadap gagasan yang sudah dilontarkan
Pemimpin itu yang dipegang komitmennya atau kata-katanya. Kalau berkali- kali membuat pernyataan yang bertentangan, maka itu akan mengurangi kredibilitas dan kepercaan rakyat.
Mencela hutang dari ADB, Word Bank, tetapi mau hutang ke Cina. Ini namanya keluar dari mulut harimau dan masuk mulut buaya. Bilang BBM tidak akan naik, tetapi justru buru-buru dinaikkan karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar tanpa peduli dengan penderitaan rakyat banyak, padahal mengurangi subsidi BBM itu tidak harus selalu dengan menaikkan harga agar tidak mengganggu perekonomian Indonesia. Pertaminabaru-baru inisudah mengumumkan harga BBM non subsidi akan naik lagi, tetapi tiba-tiba dibatalkan. Kalau memimpin negaracara kerjanya seperti ini, tentu wibawa pemimpinnya akan hilang.
Demikianlah berbagai kekurangan yang dimiliki oleh Pak Jokowi, dan itu perlu segera diperbaiki sebelum beliaunya melakukan “reshuffle” terhadap para menterinya.
“Pemimpin bangsa bisa saja melakukan kesalahan, tetapi tidak boleh terus-menerus terjadi. Kalau diingatkan sebaiknya segeralah instrospeksi diri, agar tidak berperilaku sama dengan yang terdahulu”. Saat ini, rakyat menunggu perubahan nyata kehidupan yang lebih baik, bukan hanya janji-janji yang belum tentu akan bisa ditepati.
Artikel terkait :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H