Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Agar Tidak “Dibodohi” Penyelenggara Negara, Rakyat Perlu Belajar tentang Devisa Negara

12 Maret 2015   11:22 Diperbarui: 14 Agustus 2016   14:35 2282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426139396359412188


[caption id="attachment_402286" align="aligncenter" width="624" caption="Dollar (Shutterstock)"][/caption]

Seharusnya yang melakukan pencerahan tentang “devisa negara” itu, mereka yang dikategorikan sarjana ekonomi. Tetapi karena sampai saat ini belum ada yang mau melakukannya, maka saya ingin mengawalinya untuk melakukan hal tersebut agar nantinya semua anak bangsa ini tahu bagaimana seharusnya mengelola suatu negara sehingga kehidupan rakyat benar-benar ada perbaikan kesejahteraan secara nyata. Bukan hanya janji Pemilu saja, kemudian setelah terpilih ternyata harga kebutuhan hidup naik semua?!!

Apa itu devisa negara ?

Devisa negara diartikan sebagai alat pembayaran luar negeri. Gampangnya alat yang digunakan sebagai transaksi keuangan kalau kita berhubungan dengan negara lain, misalnya: perdagangan ekspor-impor, rekreasi ke luar negeri, beasiswa ke luar negeri, berobat ke luar negeri, masuknya wisman ke Indonesia, pengiriman gaji para TKI, hutang luar negeri, dll. Bentuk devisa negara ini bisa berupa emas ataupun valas, atau mungkin ada yang lain lagi. Namun karena transaksi perekonomian global sebagian besar negara itu menggunakan mata uang $ (dolar), maka devisa negara yang banyak digunakan yaitu berupa $ (dolar).

Dalam oprasional negara kita, umumnya menggunakan 2 alat pembayaran, yaitu rupiah untuk kegiatan di dalam negeri dan $ (dolar) kalau melibatkan transaksi antar negara. Dimana antar kedua nilai mata uang ini akan terjadi saling pengaruh. Setiap saat nilai mata uang bisa bergerak naik maupun melemah. Ketika negara/anak bangsa banyak melakukan transaksi dengan pihak luar negeri, misalnya : impor barang, jalan-jalan ke luar negeri, beasiswa ke luar negeri, mengundang artis luar negeri , dll maka transaksi pembayarannya akan menggunakan devisa (dolar ) yang dimiliki oleh negara. Karena itu walaupun kita belanja barang-barang impor ( termasuk BBM) menggunakan uang sendiri,seharusnya tetap tidak boleh belanja sesuka-suka kitasebab secara total akan mempunyai efek yang merugikan bagi kepentingan negara dan rakyat. Disinilah kemudian dituntut adanya rasa nasionalisme anak bangsa. Ketika negara/anak bangsa melakukan transaksi dengan luar negeri, misalnya : ekspor barang, mendatangkan wisatawan luar negeri, pembayaran gaji TKI yang dikirim ke Indonesia, hutang LN, investasi asing, maka negara akan mendapatkan devisa (dolar). Hal itulah yang membuat para TKI kita dijuluki sebagai pahlawan devisa.

Kalau negara ini memiliki devisa (dolar) yang semakin banyak , maka nilai tukar mata uang rupiah dengan dolar akan semakin meningkat. Artinya uang rupiah yang dibutuhkan untuk tukar dengan uang dolar menjadi lebih murah. Kalau sebelumnya 1$ = Rp 10.000 kemudian bisa menjadi 1$= Rp 9.500 dst. Sebaliknya kalau devisa (dolar) yang dimiliki negara sedikit , maka nilai tukar mata uang rupiah bisa bertambah banyak (melemah). Kalau sebelumnya 1$= Rp 10.000 kemudian menjadi 1$ = Rp 10.500 dst.

Mengapa semua rakyat perlu tahu /paham tentang devisa negara ?

Rakyat semua perlu tahu/paham tentang devisa negara, karena berbagai transaksi dengan negara lain itu akan menimbulkan dampak bagi rakyat Indonesia. Kalau nilai tukar dolarnya naik maka harga barang-barang impor: BBM, daging, susu, kedele, biaya beasiswa ke LN, pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo dan lain-lain akan naik juga. Karena itu bila penghasilan rakyat tidak ada kenaikan maka kondisi ini akan meresahkan rakyat. Apalagi kalau kenaikan nilau tukar dolarnya tinggi, maka BI akan melakukan intervensi agar bisa meredam laju kenaikannya. Namun disisi lain ada pihak yang diuntungkan yaitu para pengusaha ekspor. Mereka akan merasa senang karena pendapatan mereka bisa bertambah kalau dirupiahkan. Tetapi karena di negeri ini, jumlah ekspornya kalah dengan impornya, maka secara total negara mengalami defisit perdagangan (banyak belinya dibanding dengan jualnya produk ke luar negeri). Kalau ditambah dengan pengeluaran devisa yang lain: beasiswa ke luar negeri, rekreasi ke luar negeri, kunjungan ke luar negeri, dll maka akan membuat bayar hutang LN yang jatuh tempo akan semakin besar dan rakyat harus membeli produk-produk yang masih impor, yaitu: kedele, susu, daging, alat teknologi, dll menjadi lebih mahal. Akibatnya banyak rakyat kecil menjadi pusing memikirkan bagaimana bisa mengatur uang belanja yang mereka miliki.

Kalau nilai $ melemah (rupiah menguat) maka harga barang impor akan menjadi lebih murah. Namun kenyataannya kondisi ini bisa dikatakan jarang sekali terjadi. Buktinya dulu di jaman Suharto 1$ = Rp 2000 sekarang 1$ = Rp 13.000 lebih.

Artinya dengan pahamnya rakyat tentang devisa negara, maka kalau ada kegiatan/transaksi dengan luar negeri yang tidak penting (memberikan nilai manfaat), rakyatbisa bahkan harus rame-rame mengkritisi hal tersebut,misal: studi banding ke luar negeri oleh eksekutif/DPR yang tidak bermanfaat, menambah hutang luar negeri yang tujuannya tidak jelas, belanja barang-barang asesoris, beasiswa ke LN yang tidak penting, anggaran berobat pejabat ke LN, dll harus dikurangi/distop agar rakyat tidak menanggung dampaknya yaitu nilai rupiah terus merosot sehingga harga barang-barang impor ikut menjadi naik.

Sebaliknya kegiatan/hal yang memiliki nilai lebih harus tetap dilakukan agar memberikan efektifitas dalam pengelolaan bangsa dan negara: belanja barang-barang teknologi, beasiswa untuk ilmu-ilmu tertentu yang tidak dikuasai ( tetapi secukupnya dan tidak perlu semua belajar di negeri orang agar ilmunya tidak diambil negara lain), mengirim beberapa tenaga ahli Indonesia untuk melakukan studi banding keilmuan yang mereka miliki, dll.

Karena itu, kalau kita merasa digaji dari uang rakyat atau usaha kita sukses karena dibeli sesama anak bangsa maka janganlah kita membalasnya dengan berfoya-foya membeli makanan dan minuman ataupun asesoris impor, berboros-boros dengan BBM, berkali-kali nglencer ke luar negeri, memperbanyak hutang luar negeri, menyimpan uang di luar negeri, dll. Sebab apa yang kita lakukan itu bisa membuat nilai rupiah menjadi melemah dan harga barang kebutuhan rakyat yang masih impor serta barang-barang teknologi yang dibutuhkan bangsa ini harganya semakin mahal tanpa pernah mau turun lagi. Kalau para penyelenggara negara melakukan hal ini berarti mereka digaji oleh rakyat tidak untuk membuat kesejahteraan rakyat, sebaliknya untuk menambah susah rakyat kecil.

Untuk itu mulai sekarang, kalau rupiah melemah, kita jangan diam saja. Tetapi harus “berteriak sekeras mungkin” minta presiden dan jajarannya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja mengerem laju pelemahan rupiah dengan cara melacak apa yang menjadi penyebabnya kemudian memberikan solusinya. Bukan membiarkan presiden mengkambing-hitamkan negara lain. Investor asing pulang kampung kok disalahkan !

Rupiah melemah, yang salah jelas bangsa kita sendiri, bukan salahnya pihak lain. Dalam hal ini yang salah tentunya pemerintah/presiden. Kalautidak ingin ada investor asing yang pulang kampung, ya jangan mengundang banyak investor asing, tetapi dorong anak bangsa ini untuk gemar berinvestasi. Jangan justru didorong untuk gemar berhutang yang kemudian justru tambah membebani negara. Ini baru namanya pemerintahan yang berdikari.

Jadi kalau nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar, maka yang harus kerja keras terlebih dahulu yaitu presiden dan jajarannya. Rem itu belanja barang-barang impor yang tidak perlu, stop/batalkan keluyuran keluar negeri yang tidak bermanfaat, jangan suka panggil-panggil artis asing kalau hanya untuk hura-hura, jangan nambah hutang luar negeri semaunya. Karena semua itu , enak di mereka tetapi bikin pusing di rakyat kecil. Kalau usaha pemerintah/presiden sudah maksimal tetapi masih belum berhasil menjaga kestabilan/meningkatkan nilai tukar rupiah, baru BI yang turun tangan melakukan intervensi.

Oleh karena itu, kalau di era kepemimpinan Pak Jokowi yang baru beberapa bulan ini ternyata membuat rupiah terus semakin melemah berarti kerja-kerja-kerja yang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi dan jajarannya selama ini banyak yang tidak tepat, atau prioritas kerja yang harus dilakukan bukanlah prioritas utamasehingga respon pasarnya menjadi tidak baik. Salah satu contoh pemikiran yang tidak tepat terungkap dari Menko Perekonomian Sofyan Jalil . Beliaunya ini mengatakan bahwa “Masyarakat jangan berharap bahwa nilai tukar dolar bisa kembali jadi Rp 10.000 . Ini akan merugikan ekspor kita karena menjadi tidak kompetitif”. Kalau kinerja pemerintah dalam mendapatkan devisa negara seperti ini, sungguh tragis !! Karena daya saing industri ekspor kita harus ditebus dengan penderitaan rakyat. Seharusnya daya saing industri yang benar, bukan karena adanya pelemahan nilai rupiah tetapi karena ongkos produksinya, sistem birokrasinya dan infrastrukturnya yang benar-benar efektif sehingga murahnya produk itu bisa juga dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

Yang lain,  respon yang dikatakan oleh Menkeu, yaitu pelemahan rupiah dikatakannya masih wajar dan pemerintah justru mendapat keuntungan dari kondisi ini. Karena setiap pelemahan Rp 100 maka negara mendapat surplus dana 2, 3 T (selisih tambahan penjualan migas dan bayar bunga hutang ? ). Tanpa peduli bagaimanacicilan hutang yang harus ditanggungswasta, tanpa peduli bagaimana caranya mengoptimalkan belanja anggaran yang nilainya menjadi susut, tanpa peduli BI yang terpaksa harus melakukan intervensi, dll. Dimana pernyataan beliaunya ini kebalikan dengan apa yang pernah dikatakan Menkeu sebelumnya, yaitu setiap rupiah terdepresiasi Rp 100 maka defisit anggaran tumbuh 2, 6 T (besaran nilai uangnya tentunya tidak mutlak tetapi sesuai dengan APBN-nya).

Akhirnya, pesan untuk Pak Jokowi “Janganlah rakyat yang selama ini sudah suka rela menyumbang dana untuk kampanye dibalas dengan kenaikan harga BBM, LPG, listrik, Kereta Api, dan berbagai kenaikan harga kebutuhan hidup lainnya dengan dalih bahwa ini merupakan bagian dari perjuangan bersama. Sementara di sisi lain, anggaran BUMN, anggaran DPR, gaji pegawai pajak, hutang luar negeri justru ditambah. Kasihan para sukarelawan ini, mereka sudah berkorban uang, tenaga, bahkan mental tetapi ternyata sekarang merasa tertipu.“ Semoga Pak Jokowi mau introspeksi diri !

Artikel lain:

http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2015/01/26/untuk-menurunkan-harga-kembali-pak-jokowi-tidak-bisa-hanya-mengejar-pengusaha-nakal--703961.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun