Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: “Batalkan Hasil UN untuk Menentukan Penerimaan SNMPTN !”

22 April 2014   17:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, saya dulu termasuk orang yang mendukung pelaksanaan UN. Tetapi karena fakta di lapangan ternyata justru memarakkan tindak ketidak-jujuran siswa, guru, dan sekolah maka dukungan saya berubah,kalau mau menyelamatkan moral bangsa Indonesia maka hentikan UN. Kalau tidak, berarti UN akanmenjadi sarana pembelajaran mengembangkan kreatifitas untuk mencetak anak bangsa yang tidak jujur dan Bapak bersiap-siaplah menanggung dosa akibat pelaksanaan UN yang seperti itu.

Terus terang, saya baru tahu kalau hasil UN tahun ini juga menjadi dasar penerimaan SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Suatu keputusan yang perlu dipertanyakan !

Apakah Bapak tidak tahu bahwa ketidak-jujuran dalam UN itu sudah bersifat “masif” artinya sudah terjadi di berbagai kota dan ini sebenarnya juga sudah menjadi rahasia umum dari tahun ke tahun. Bahkan di TV one beberapa waktu yang lalu juga sudah membahas tentang hal ini. Terus dengan kondisi seperti ini, bagaimana Pak Menteri bisa “ngotot” membuat kebijakan UN juga menjadi syarat penentu penerimaan SNMPTN ?

Bapak berusaha bagaimana supaya para siswa tidak bisa contekan dengan membuat 20 jenis soal. Tapi sang pembuat kunci jawaban mengimbanginya dengan membuat desain kunci jawaban yang sama, bahkan agar tidak menimbulkan kecurigaan ada kw-kwnya. Para siswa juga semakin kreatif dalam menyiasati kondisi yang seolah-olah sulit ini, mereka urunanuntuk membeli “contekan” sehingga harganya menjadi sangat terjangkau dan tidak perlu melibatkan orang tua masing-masing. Sementara para guru pengawasnya agar tidak mendapat masalah,mereka pura-pura tidak tahu atau memberi peringatan sekedarnya, dll.

Kalau kondisinya seperti ini, kasihan mereka yang sudah belajar dengan sungguh-sungguh, mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh dan berusaha untuk jujur, tetapi nasibnya terkalahkan oleh mereka yang beli kunci jawaban dan mereka bisa ngerjakan soal sambil santai-santai. Sebagaimana kejadian UN tahun ini, dikabarkan soal Matematikanya banyak yang sulit, sampai-sampai mereka yang tidak mau beli kunci jawaban ini banyak yang menangis, sementara yang beli kunci jawaban tenang-tenang saja. Akhirnya para siswa yang berusaha jujur ini hanya bisa menggerutu dan berteriak marah dengan sesama teman yang sama-sama berusaha untuk bersikap jujur: “Ini tidak adiiilll ….!”, tetapi mereka tidak berdaya, tidak berani protes karena takut dengan pihak sekolah.

Setelah mengetahui pelaksanaan UN diSekolah Menengah Atas yang realitanya se- perti itu, apakah Pak Menteri masih ingin terus bertahan dengan kebijakan tersebut ? Mudah-mudahanBapak bisa mengambil keputusan dengan bijaksana !

Meningkatkan Standart Kemampuan Guru Lebih Penting

Maraknya bimbingan belajar, sebenarnya harus menjadi perhatian Menteri Pendidikan. Mengapa banyak siswa yang sudah capai-capai belajar di sekolah, ternyata mereka masih mengikuti les/bimbingan belajar. Bayarnya mahal lagi ! Dan yang ikut ini bukan saja anak-anak yang dianggap bodoh saja, tetapi banyak juga anak-anak yang sebenarnya tergolong pandai.

Mengapa bisa seperti itu ? Sumber permasalahannya,ternyata sederhana: walaupun sudahlulus sertifikasidan gajinya sudah luar biasa, ternyata gurunyatetap saja banyak yang tidak berkualitas. Jadi negara menggelontorkan dana puluhan trilyun untuk guru-guru itu seperti sia-sia belaka. Bahkan kemudian ada yang berdalih bahwa keberhasilan dunia pendidikan itu baru akan terlihat setelah 30 tahun mendatang. Maksudnya setelah guru-guru yang sekarang ini pensiun dan digantikan guru-guru yang baru. Lho…, terima gajinya sekarang kok suksesnya 30 tahun yang akan datang, dan yang melakukan orang lain lagi ! Suatu penjelasan yang tidak masuk akal.

Sebenarnya untuk meningkatkan kualitas guru tidak terlalu sulit, kalau dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh. Yang membuat guru, tetap banyak yang tidak berkualitas itu karena baik yang profesional maupun yang tidak profesional gajinya sama saja. Karena itu, sistem inilah yang harus diperbaiki oleh pemerintah. Caranya, di setiap kota harus ada “guru teladannya”. Guru teladan ini harus dipilih oleh siswa yang pernah diajar oleh guru yang bersangkutan. Selanjutnya guru teladan ini ditugasi membina dan memantau kerja teman-temannya melaluisiswa yang diajarnya. Kalau ternyata tetap tidak ada perubahan, berarti tidak ada jalan lain selain guru tersebut harus diberhentikan ! Mudah-mudahan kalau sistem ini diterapkan, akan ada perubahan signifikan dalam dunia pendidikan.

Bagaimana Mengetahui Kualitas Anak Didik ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun