Mohon tunggu...
Anick HT
Anick HT Mohon Tunggu... -

Alumni UIN Ciputat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wajah Sampang adalah Wajah Kita

7 September 2012   09:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Surat Cinta untuk Pak Mahfud MD

Pak Mahfud MD, Ketua MK yang saya banggakan.

Sebagai warga negara yang peduli kedamaian dan keadilan, saya menyatakan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pernyataan-pernyataan Anda yang bernas menanggapi penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang, Madura. Sungguh, itu pernyataan tegas dan berani dari seorang negarawan untuk para kriminal yang telah merusak tatanan kedamaian di negeri ini, di tengah komentar para pejabat publik lain yang serba tak jelas dan simplifikatif.

Melalui surat ini saya hanya hendak mengingatkan bahwa di antara faktor sosiologis, ekonomi-politis, persoalan keluarga, dan lain sebagainya yang melatari kasus pembakaran dan pembunuhan warga Syiah tersebut, ada faktor signifikan yang selalu mengingatkan saya kepada peran Anda sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi: yakni masalah penodaan agama.

Sebagai salah seorang yang mengikuti secara detail proses pengajuan Judicial Review UU PNPS No.1/1965, saya ingin mengembalikan memori Anda, dan siapa pun yang membaca surat ini, bahwa terminologi “penodaan agama” muncul dari UU tersebut.

Dikurangi dissenting opinion dari Prof. Dr. Maria Farida, salah satu Hakim Konstitusi, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menolak apa yang dituntutkan oleh para pengaju judicial review.

MK memang sudah berhati-hati dalam memutuskan hal tersebut, karena sesungguhnya yang diputuskan bukan sekadar menolak (mentah-mentah), namun menolak dengan beberapa catatan penting dan rekomendasi revisi kepada lembaga DPR yang memegang kewenangan legislasi.

Mungkin bagi Anda, dan hakim-hakim konstitusi lainnya, keputusan itu sudah sangat benar, argumentatif, dan sesuai konstitusi. Meskipun tentu saja pihak pengaju juga sudah secara substansial mengacu kepada argumen hukum konstitusional. Perdebatan hukum dan adu argumentasi dari banyak pihak yang sangat produktif dalam proses judicial review itu juga sudah digelar dengan ingar bingar dan sangat berkualitas.

Tapi kali ini saya ingin mengajak Anda melihatnya pada konteks implikasinya, dan mencoba mengetuk perasaan kemanusiaan Anda, dengan perspektif korban, atau calon korban.

Bagi banyak orang, terutama kalangan yang menolak judicial review tersebut, apa yang saya sebut di atas sebagai “catatan penting” dan “rekomendasi revisi” dianggap tidak ada. Meski kemudian ada perdebatan lanjut tentang RUU KUB yang saat ini juga perlahan mengabur, mereka mengantongi satu hal: bahwa label “penodaan agama” bukan saja masih bisa digunakan untuk menghakimi kelompok lain yang dianggap sesat, tapi bahkan lebih mendapatkan justifikasi dari keputusan MK tersebut.

Dus, kita lihat implikasinya di lapangan: SKB Ahmadiyah diproduksi, menyusul kemudian puluhan Perda-Perda dan SK pemerintah daerah yang melarang aktivitas Ahmadiyah secara membabi buta, lalu muncul (lagi) kasus Syiah dengan logika yang sama: penodaan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun