Mohon tunggu...
Anggun Rambe
Anggun Rambe Mohon Tunggu... -

"jalan kebenaran ini panjang, tapi tentu pasti berujung | jalan perjuangan kadang melelahkan, tapi akhirnya kebahagiaan". (Ustadz Felix)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Gembok dan Kau Bilang Kau Kunciku

7 Maret 2016   11:57 Diperbarui: 7 Maret 2016   12:29 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kali ini aku menatap lurus ke jalan yang aku pilih, berharap menemukan kembali alasan aku memilihmu. Aku ingin mencoba menelusuri kembali setiap tapak yang telah kita lewati. Setiap tapak yang pada akhirnya menyampaikan kita pada masa ini. Setiap tapak yang akan membantuku menemukan awal pintu perjalanan kita.

Duhai cinta, alangkah mudahnya jika alasan itu bisa aku dapatkan dengan bersamamu. Tapi nyatanya, hanya perih yang bisa aku rasa. Perih ini, yang membuat aku melihatmu dengan benci. Duhai cinta, mengapa tak kau dengar melodi rindu yang berputar di hatiku? Aku, dengan kebencianku ini merindukanmu. Aku, dengan kebodohanku selama ini menantimu kembali padaku. Kebodohan yang membuatku menutup telinga atas alasanmu pergi menjauh, meskipun sangat tahu bahwa diriku tak sanggup patah hati.

Engkau takkan tahu bagaimana aku mengumpulkan keberanian untuk memutar kembali episode panjang perjalanan ini, sendiri. Patah dan menangis sepertinya telah banyak aku lalui, sendiri. Terlalu banyak kisah tentang kesendirianku dalam drama kita. Mengulanginya kembali membuat air mata dan hatiku jadi beku. Sedikit cerita bahagia kita tak mampu menghangatkan hatiku yang terlanjur beku. Duhai cinta, bantu aku menemukan alasan kebekuan hatimu.

Ataukah mungkin memang hatimu tak pernah kumiliki sejak awal? Apakah ini karena kebutaan atas cintaku yang begitu menggebu? Seperti apakah sangkaan dan harapan yang dulu sempat melenakan aku? Dimana bisa aku temukan waktu ketika mata kita berbicara cinta. Semakin aku mencoba menemukannya, semakin aku sadar tak ada aku di ruang hatimu. Hanya fatamorgana yang mengacaukan aku. Sandiwawa yang kukira nyata.

Duhai cinta, mungkin benar seperti katamu. Kita bukanlah lagi sepasang gembok dan kunci yang cocok satu sama lain.  Kau pernah bilang aku gembok dan kau kunciku. Kau pernah berhasil membuka gembok yang tak pernah bisa dibuka oleh kunci yang lain. Kau menawarkan kesempurnaan cerita yang membuat gembok rapuh ini membuka lebar. Melukai dan dilukai sama sekali tak terbayang di awal cerita dulu. Gembok yang rapuh ini bahkan tak pernah menutup kembali sejak kau membuka awal baru yang kukira indah. Namun, ternyata kunciku terlalu sibuk mencari dan membuka gembok-gembok yang lain. Duhai cinta, jika memang ini akhir cerita kita, aku akan mengatakan hal yang persis sama seperti awal cerita dulu. Kita adalah pasangan yang tercipta dari surga. Aku gembok dan kau kunciku. Tapi sekarang, aku gembok yang telah menutup rapat dan tak akan pernah membuka lagi untukmu. Dan kau bagiku, hanya sebuah kunci yang pernah  mengajarkan aku arti ketulusan dan kesetiaan tentang pasangan yang tercipta dari surga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun