SUHU politik di Bekasi, khususnya di Kabup Pilkada Bekasi; Pertarungan di Poros Setanaten, makin panas menjelang digelar pilkada pada 2017. Beberapa bakal calon mengencangkan injakan gas sosialisasinya. Partai partai politik pun sudah memasuki tahap seleksi bakal calonnya. Diperkirakan bulan bulan berikutnya suhunya akan terus naik. Semua bergulir dalam banyak kemungkinan, terus berubah ubah, menapaki langkah dalam ketidak pastian dan harap harap cemas.
Ya, memang semuanya masih dalam ketidak pastian? Masih seperti tulisan saya sebelumnya(www.kompasianana/amin idris; semua calon bupati belum punya tiket), sampai hari ini belum ada satu pun balon bupati Bekasi yang mengantongi tiket dari partai politiknya. Golkar, PDIP, PKS, PAN, Gerindra, Hanura, Demokrat, belum menetapkan siapa kadernya yang akan dijadikan calon bupati atau wakil bupati.
Meski begitu para kader yang mau mencalonkan diri terus bekerja mensosialisasikan diri, berporomosi, berkampanye, blusukan, senyum kiri kanan. Bahkan ada yang dalam sehari bisa 6 kali mengikuti acara peringatan maulid nabi, kondangan, ikut pengajian dan sebagainya. Kemungkinan pahit yang terjadi, sudah berbulan bulan bergerak mencari simpati rakyat, eh ternyata parpolnya tidak memilihnya untuk maju sebagai calon. Sakiiiit.
Rakyat sendiri tampaknya tidak banyak terhipnotis oleh maraknya spanduk, sosialisasi dan sejenisnya. Yang sibuk hanya kalangan aktivis partai dan tim sukses. Dari pengalaman pilkada sebelumnya, rakyat telah terdidik oleh praktek jual beli suara. Suara mereka ada harganya. Seratus, lima puluh, dua lima atau bahkan sepuluh. Praktek money politik yang dilarang ini justeru dirindukan rakyat. Ini terjadi di setiap pemilihan umum. Maka seperti pada pilkada sebelumnya, money politik pada pilkada kali ini tetap menjadi fenomena yang perlu diintip.
Memburu Utara
Kemana arah jualan para bakal calon bupati bekasi kali ini? Petanya masih sama dengan pilkada sebelumnya ketika petahana dari PKS, Sa’duddin dikalahkan oleh calon Golkar Neneng Hasanah Yasin. Dua duanya bertarung pada basis pemilih utara. Neneng, yang saat itu belum populer, unggul karena pengaruh ayahnya, H. Yasin, yang memang “jagoan” utara. Sampai sampai Sa’duddin yang juga orang utara kering suara di wilayah tempat tinggalnya sendiri.
Kini, beberapa partai yang bergairah untuk menang tetap melirik utara. Belum lama ini, Ketua DPD PDIP Meilliana Kartika Kadir, ketua DPC PDIP Kabupaten Bekasi menggandeng cowok ganteng artis kondang Hengky Kurniawan berkunjung ke Pesantren Darul Amal Buni Bhakti. Oh, rupanya inilah Hengky artis dari Garda Muda Nasional PAN, calon pasangannya Melly dari PDIP.
Sementara Neneng sang petahana pun tidak membiarkan utara. Lomba desa belum lama ini dipusatkan di desa Kedung Jaya, Babelan. Meski tanpa menyebut diri sebagai calon bupati mendatang, semutpun tahu sudah. Foto foto Neneng Hasanah Yasin dengan background warna kuning di selembar kalender menyebar di rumah-rumah penduduk.
Sa’duddin dan Syamsul Fallah, dua bakal calon dari PKS juga berbasis utara. Keduanya memang orang dari wilayah utara dan memiliki program untuk membangun utara. Tapi, sama dengan partai lain, PKS pun belum ketok palu. Siapa dari dua kader ini yang akan diturunkan.
Wilayah utara bekasi yang masih tertinggal memang menarik digunakan sebagai dagangan politik. Tapi ini tergantung bagaimana mengemasnya. Karena orang utara juga mayoritas telah terkontaminasi penyakit fragmatisme. Lu beli gua jual. Untuk bisa meyakinkan orang utara mau memilih karena pertimbangan program si calon bupatinya tidak mudah. Itu tergantung kehebatan tim sukses si calon itu, yang sampai sejauh ini saya belum melihatnya ada.