Mohon tunggu...
amin idris
amin idris Mohon Tunggu... Wartawan -

Bekerja di perusahaan swasta, gemar menulis, travelling. Sudah beristeri, dengan dua putri dan dua putra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilkada Bekasi; Pertarungan di Poros Setan

2 April 2016   16:45 Diperbarui: 2 April 2016   16:53 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUHU politik di Bekasi, khususnya di Kabup Pilkada Bekasi; Pertarungan di Poros Setanaten, makin panas menjelang digelar pilkada pada 2017. Beberapa bakal calon mengencangkan injakan gas sosialisasinya. Partai partai politik pun sudah memasuki tahap seleksi bakal calonnya. Diperkirakan bulan bulan berikutnya suhunya akan terus naik. Semua bergulir dalam banyak kemungkinan, terus berubah ubah, menapaki langkah dalam ketidak pastian dan harap harap cemas.

Ya, memang semuanya masih dalam ketidak pastian? Masih seperti tulisan saya sebelumnya(www.kompasianana/amin idris; semua calon bupati belum punya tiket), sampai hari ini belum ada satu pun balon bupati Bekasi yang mengantongi tiket dari partai politiknya. Golkar, PDIP, PKS, PAN, Gerindra, Hanura, Demokrat, belum menetapkan siapa kadernya yang akan dijadikan calon bupati atau wakil bupati.

Meski begitu para kader yang mau mencalonkan diri terus bekerja mensosialisasikan diri, berporomosi, berkampanye, blusukan, senyum kiri kanan. Bahkan ada yang dalam sehari bisa 6 kali mengikuti acara peringatan maulid nabi, kondangan, ikut pengajian dan sebagainya. Kemungkinan pahit yang terjadi, sudah berbulan bulan bergerak mencari simpati rakyat, eh ternyata parpolnya tidak memilihnya untuk maju sebagai calon. Sakiiiit.

Rakyat sendiri tampaknya tidak banyak terhipnotis oleh maraknya spanduk, sosialisasi dan sejenisnya. Yang sibuk hanya kalangan aktivis partai dan tim sukses. Dari pengalaman pilkada sebelumnya, rakyat telah terdidik oleh praktek jual beli suara. Suara mereka ada harganya. Seratus, lima puluh, dua lima atau bahkan sepuluh. Praktek money politik yang dilarang ini justeru dirindukan rakyat. Ini terjadi di setiap pemilihan umum.  Maka seperti pada pilkada sebelumnya, money politik pada pilkada kali ini tetap menjadi fenomena yang perlu diintip.

 

Memburu Utara

Kemana arah jualan para bakal calon bupati bekasi kali ini? Petanya masih sama dengan pilkada sebelumnya ketika petahana dari PKS, Sa’duddin dikalahkan oleh calon Golkar Neneng Hasanah Yasin. Dua duanya bertarung pada basis pemilih utara. Neneng, yang saat itu belum populer, unggul karena pengaruh ayahnya, H. Yasin, yang memang “jagoan” utara. Sampai sampai Sa’duddin yang juga orang utara kering suara di wilayah tempat tinggalnya sendiri.

Kini, beberapa partai yang bergairah untuk menang tetap melirik utara. Belum lama ini, Ketua DPD PDIP Meilliana Kartika Kadir, ketua DPC PDIP Kabupaten Bekasi menggandeng cowok ganteng artis kondang Hengky Kurniawan berkunjung ke Pesantren Darul Amal Buni Bhakti. Oh, rupanya inilah Hengky artis dari Garda Muda Nasional PAN, calon pasangannya Melly dari PDIP.

Sementara Neneng sang petahana pun tidak membiarkan utara. Lomba desa belum lama ini dipusatkan di desa Kedung Jaya, Babelan. Meski tanpa menyebut diri sebagai calon bupati mendatang, semutpun tahu sudah. Foto foto Neneng Hasanah Yasin dengan background warna kuning di selembar kalender menyebar di rumah-rumah penduduk.

Sa’duddin dan Syamsul Fallah, dua bakal calon dari PKS juga berbasis utara. Keduanya memang orang dari wilayah utara dan memiliki program untuk membangun utara. Tapi, sama dengan partai lain, PKS pun belum ketok palu. Siapa dari dua kader ini yang akan diturunkan.

Wilayah utara bekasi yang masih tertinggal memang menarik digunakan sebagai dagangan politik. Tapi ini tergantung bagaimana mengemasnya. Karena orang utara juga mayoritas telah terkontaminasi penyakit fragmatisme. Lu beli gua jual. Untuk bisa meyakinkan orang utara mau memilih karena pertimbangan program si calon bupatinya tidak mudah. Itu tergantung kehebatan tim sukses si calon itu, yang sampai sejauh ini saya belum melihatnya ada.

Dari angka pemilih pada pemilu silam, Dapil IV dan V yakni kawasan Babelan Tarumaja dll sampai Tambun Utara terus Muara Gembong terdapat 18 kursi. Ini yang tergolong paling gemuk. Maka mendominasi dua dapil ini saja plus Tambun Selatan, seorang calon sudah bisa ringan melenggang. Itu sebabnya, poros ini disebut poros setan. Disini kompetisi akan ketat dan keras. Sehingga calon yang sudah relatif punya modal di daerah ini, bisa berlega hati.

 

Koalisi

Hal lain yang ditunggu banyak orang saat ini adalah mapping koalisi. Dari perolehan suara pada pemilu legislatif 2014, secara berutuan suara tertinggi ada pada Golkar kemudian PDIP disusul Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PPP. PBB, PKB, Hanura dan Nasdem adalah urutan terkecil keterwakilannya di Dewan.

Dari komposisi ini, Golkar dan PDIP menjadi magnet koalisi. Partai ini punya kapasitas untuk mengajukan calonnya sendiri. Meski begitu, Golkar dan PDIP pasti akan mengambil langkah berkoalisi dengan pasangan yang cantik agar bisa memastikan kemenangan dalam pertarungan ini.

Pekan silam, dari kantor DPC PDIP ada berita kehadiran pengurus PKS Kabupaten. Mereka bersilaturrahmi, maknanya penjajagan koalisi. Bocoran yang beredar, PKS menyodorkan Sa’duddin sebagai B-1 dipasangkan dengan Meilliana B-2. Tapi spekulasi itu kemudian terbantahkan ketika Meiliana turun ke Buni Bhakti menggandeng Hengky Kurniawan dari PAN yang akan disandingkan sebagai B-2. Ya iya lah, mana mungkin Meilly mau dibawah kalau diatas lebih enak.

Yang tampak lebih percaya diri tentunya Neneng Hasanah Yasin, petanaha Bupati bakal calon dari Golkar. Sejauh ini belum ada nama lain dari partai beringin ini yang menjadi kompetitor internal Neneng. Sebagai petahana, kabarnya organisasi pemenangan kembali Neneng sudah terbentuk di seluruh Daerah Pemilihan. Bentuknya adalah tim relawan. Belum dipublikasikan karena secara definitif Golkar memang belum mendeklarasikan calonnya. Siapa calon wakilnya? Siapapun yang ditunjuk pasti ngiplik. Bisa dari PKS, Gerindra, Demokrat. Bak gadis cantik kemayu, Neneng sedang banyak ditredeng pria pria ganteng yang siap menjadi pengikutnya.

Yang menarik ketika menyorot Sa’duddin. Doktor yang kini menjadi salah seorang anggota DPR RI dan pernah satu periode menjadi Bupati Bekasi. Ia memang memiliki popularitas dan elektabilitas cukup baik. Tapi apa mungkin PKS menyandingkannya sebagai wakilnya Meilly PDIP atau Neneng dari Golkar? Sa’duddin sendiri belum tentu siap bermain dibawah wanita wanita cantik ini. Apalagi dari semula Sa’duddin targetnya B-1, meski kapasitas suara partainya memang tak mencukupi.

PKS sebetulnya punya dua peluang. Bangun poros baru menjadikan Saduddin sebagai B-1 dengan back up beberapa partai lain, misalnya PPP, PKB, Hanura, Nasdem, Demokrat.  Diundi siapa jadi B-2. Namun jalan ini terlalu berliku dan ongkosnya teramat mahal. Lagian apakah PKS siap kecewa kedua kalinya dengan mengusung orang yang pernah kalah. Tapi ini peluang PKS kalau mau ngotot menjadikan Sa’duddin sebagai bakal calon bupati Bekasi.

Jalan kedua yang bisa diambil PKS adalah pada lintasan aman. Yakni bergabung ke salah satu dari dua magnit Golkar dan PDIP, tentunya pada posisi B-2. Di lintasan dua ini ada Syamsul Falah yang memang sudah memiliki basis kuat di utara. Pengalaman Golkar dengan PKS yang berlangsung sukses di Bekasi Kota, antara Rahmat Effendi dan Ahmad Saikhu bisa dijadikan referensi.

PAN telah mengambil track ini ke PDIP selangkah di depan. Menurunkan Hengky bergandeng dengan Meilly adalah langkah tepat dan cerdas.  Di poros langitpun chemistrinya ketemu. Bukankah PAN saat ini memang sudah nyosor di ketiak kekuasaan PDIP dan Jokowi. Maka kesempatan tinggal ada di Neneng. Siapa cepat dia dapat. Gerindra dan PKS punya peluang sama sampai ke poros langitnya. PKS, Gerindra dan Golkar ada dalam satu poros politik tersendiri.

Kita liat, kalau Golkar memilih PKS maka yang masuk Syamsul Falah. Karena Sa’duddin pantesnya memang bermain di atas sebagai B-1. Sebaliknya, kalau Golkar memilih Demokrat, Gerindra atau PPP, maka PKS harus bermanuver lebih keras agar tidak kehilangan kesempatan. Atau, kendalikan diri, kali ini jadi mustami’. Hayo!

Namun kalkulasi ini bisa setiap saat berubah seiring dengan perubahan guidance dari petinggi partai masing-masing, yang saat ini mengambil sikap tunggu dan liat liat dulu. Bertindaklah sesuai kapasitas diri, karena orang bisa celaka ketika keputusannya tidak mempertimbangkan kadar kemampuan dirinya. Wallohu a’lam bil showab.(*)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun