Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keseleo Lidah, Eva Permalukan Presiden

12 November 2014   17:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Eva Sundari politisi PDIP memberikan pernyataan mengejutkan pada acara ILC di TV One dengan topik "Menyigi 'Kartu Sakti' Jokowi", hari Selasa malam kemaren. Awalnya Eva Sundari mencoba meluruskan kesimpangsiuran yang telah terjadi dan menimbulkan kontroversi, khususnya menyangkut dasar hukum dan sumber pendanaan peluncuran tiga kartu yang merupakan program bantuan sosial pemerintahan Jokowi tersebut.

Menurut Eva, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) selaras dengan program sebelumnya yang sudah ada di APBN-P 2014. Program KIS misalnya, adalah sama dengan penerima bantuan iuran (PBI) di BPJS yang sudah dianggarkan untuk tahun 2014 dengan jumlah penerima sebanyak 86,4 juta orang . Adapun KIS yang digagas untuk menyempurnakan program tersebut yakni dengan memperluas cakupan, baru akan dilaksanakan pada tahun 2015 dengan mengajukan perubahan anggaran.

Demikian pula KIP, untuk tahun 2014 adalah sebagaimana program BSM (bantuan siswa miskin) yang sudah ada si APBN 2014 dengan jumlah penerima 11,1 juta siswa dengan anggaran kurang lebih Rp 6 Triliun. Adapun rencana perluasan penerima bantuan, selain siswa SD, SMP, SMA hal itu akan dilakukan pada tahun 2015.

KKS juga masih mengikuti program sebelumnya yakni KPS (Kartu Perlindungan Sosial) yang dialokasikan untuk 15,5 juta rumah tangga dalam klaster tidak mampu. Adapun KKS yang rencananya diperluas manfaatnya untuk penyaluran bantuan sosial lainnya, juga akan dilaksanakan pada tahun 2015.

Eva Sundari tampaknya cukup cerdas dan bermain aman dengan menempatkan ketiga "kartu sakti" Jokowi tersebut seolah-olah tidak lagi menabrak perundang-undangan. Sebagai anggota DPR yang tentu paham tata kelola keuangan negara, Eva tampaknya mengakui kebenaran pendapat banyak pakar dan politisi, baik yang sudah muncul di berbagai media maupun yang disampaikan pada acara ILC tersebut.
Padahal sebelumnya para menteri kabinet Jokowi dan juga Eva sendiri sudah mendengung-dengungkan adanya perluasan cakupan dan manfaat lainnya.
"Karena sudah ada kapling-kapling yang bisa kita pake. Hanya ada penyempurnaan dari skema yang sudah ada, ada perluasan, dan ada target dari yang ada sebelumnya," ujar Eva beberapa hari sebelumnya.

Menanggapi paparan Eva, Presiden ILC Karni Ilyas mempertanyakan, jika semuanya sama kenapa mesti bikin kartu dengan nama lain.
Eva menjawab spontan, "mosok" kita melanjutkan program SBY, ini kan untuk akuntabilitas terhadap apa yang sudah dijanjikan pada kampanye Jokowi..

Pernyataan Eva tersebut tentu saja menimbulkan kontroversi. Selain menyiratkan “kesombongan” untuk mengakui bahwa program sebelumnya sudah baik dan tetap dilanjutkan, pemahaman Eva mengenai JKN dan BPJS juga dipertanyakan oleh para politisi dan pakar hukum yang hadir. Menurut mereka, JKN dan BPJS adalah amanah undang-undang yang mesti dilaksanakan, tidak tepat disebut program SBY. Keseluruhan penjelasan Eva juga menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi "tidak berkeringat" dalam menerbitkan KIS, KIP dan KKS, semakin kental pula nuansa pencitraan dan sekedar asal beda.

Sebelumnya, di awal acara, pakar tata hukum negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra memaparkan permasalahan yang timbul atas penerbitan ketiga kartu tersebut. Yusril menjelaskan, niat baik untuk membantu rakyat miskin patut dihargai, namun mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya. Kalau kebijakan itu berkaitan dengan keuangan negara, Presiden harus bicara dulu dengan DPR sebagai pemegang hak anggaran, sebagaimana yang sudah dituangkan dalam UU APBN.

Yusril juga menyinggung pernyataan Puan Maharani yang menyatakan kebijakan tiga kartu sakti itu akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk Inpres dan Keppres yang segera akan diteken Presiden Jokowi. Menurut Yusril, tidak benar jika program dijalankan dulu lalu payung hukumnya disiapkan kemudian. Apalagi Inpres dan Keppres bukanlah bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI. Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden kepada bawahannya dan Keppres hanya untuk penetapan, seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat.

Pernyataan Mensesneg Pratikno yang menyebut sumber dana untuk membuat ketiga kartu sakti tersebut berasal dari CSR BUMN, juga dipertanyakan Yusril. Beliau meluruskan pemahaman Pratikno yang berpendapat CSR bukan dana APBN dan tidak perlu dibahas dengan DPR. Menurut Yusril kekayaan BUMN itu kekayaan yang sudah dipisahkan dari keuangan negara, namun tetap menjadi obyek pemeriksaan BPK. Karena itu, jika negara ingin menggunakan dana CSR BUMN status dana tersebut haruslah jelas, dipinjam negara atau diambil oleh negara. Selain itu penyaluran dana melalui tiga kartu sakti bukanlah kegiatan dalam melaksanakan "Corporate Social Responsibility" BUMN sebagaimana semestinya, yakni untuk masyarakat di sekitar perusahaan.

Pendapat Yusril ini diamini oleh nara sumber lainnya. Fuad Bawazier mantan menteri keuangan menimpali bahwa mengelola negara tidak sama dengan mengurus warung atau perusahaan mebel. Mengurus negara memang ribet dan harus prosedural karena menyangkut akuntabilitas dan memiliki dimensi hukum, untuk itu tata kelolanya harus baik. Baik Yusril maupun Fuad mengingatkan, pemerintahan Jokowi bisa terjerat hukum sebagaimana pernah dialami beberapa pejabat sebelumnya yang tidak tertib anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun