“Alhamdulillahirabbil‘alamin wasolatu wassalamu’ala asroofil anbiya wal mursalin, sayyidina wa habibina wa sya’biina muhammadin wa ‘ala alihi wa ass..habihi ajma’iin, ama ba’du..”, demikian mukaddimah Jokowi mengawali sambutannya saat bersilaturahim ke Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Kelurahan Sumelap, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Kamis 12 Juni 2014. Pada kesempatan itu pula Jokowi mencoba menjelaskan kasus korupsi bus Transjakarta yang terjadi di bawah kepemimpinannya di DKI kepada para ulama, ustadz dan para santri yang hadir.
"Waktu ada berita mengenai Bus Transjakarta, detik itu juga kepala dinasnya langsung saya copot. Kemudian dokumen-dokumen yang ada langsung kita berikan ke KPK," ujar Jokowi kala itu.
Pernyataan Jokowi tersebut kemudian menuai kontroversi. Adalah Ahok Plt Gubernur DKI yang awalnya meluruskan pernyataan Jokowi tersebut. Menurut wakil gubernurnya ini sebelum non-aktif, tidak benar Jokowi mengeluarkan surat resmi kepada KPK terkait laporan kasus bus Transjakarta.
"Pak Jokowi enggak pernah lapor KPK (soal kasus Bus Transjakarta). Enggak ada surat resmi," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Pernyataan Ahok ini juga dibenarkan oleh juru bicara KPK Johan Budi yang juga memastikan Jokowi tidak pernah melaporkan soal dugaan adanya korupsi pengadaan Bus Transjakarta. "Tidak pernah melaporkan," kata Johan Budi, Selasa 17 Juni 2014
Dalam wawanancara dengan TV One malam ini, Johan Budi kembali menegaskan bahwa Jokowi tidak pernah melapor soal kasus bus tersebut. Johan Budi menyatakan KPK hanya pernah menerima pengaduan dari masyarakat. Pengaduan yang dimaksud berasal dari LSM Fakta yang diketuai Azas Tigor Nainggolan.
Tigor yang hadir di TV One mengungkapkan keheranannya. Pada tanggal 24 Februari 2014 dia melaporkan kasus ini ke KPK, tapi tiba-tiba saja pada tanggal 27 Februari Kejagung mengeluarkan spridik untuk kasus tersebut, padahal tidak terdengar ada pihak yang melapor ke Kejagung.
Johan Budi juga membenarkan bahwa ketika KPK sedang melakukan telaah, Kejaksaan Agung juga melakukan hal yang sama, bahkan duluan menetapkan tersangka. Akhirnya KPK mundur dan menghentikan telaah kasus bus Transjakarta tersebut.
Penetapan Mantan Kadishub DKI Udar Pritono sebagai tersangka oleh Kejagung juga mengandung kotroversi. Sebagai Kadishub, Udar memang semestinya berwenang sebagai Pengguna Anggaran. Namun dalam prakteknya, Jokowi tidak memberi wewenang itu kepada Udar tapi malah membuat SK yangmenunjuk Sekretaris Dinas Perhubungan Drajat Adhyaksa sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA). Dengan adanya SK bernomor 2082 bulan Desember tahun 2012 tersebut, maka pengadaan barang/jasa armada busway tahun 2013 bukan lagi tanggung jawab Udar.
''Kapasitas Udar sebagai pengguna anggaran gugur karena ada kuasa pengguna anggaran. Nah, logikanya seperti itu, jadi buat apa Udar tanggung jawab lagi,'' kata Feldy pengacara beliau.
Menurut Feldy, pihak yang bertanggungjawab penuh terhadap proyek bus karatan itu adalah KPA dan pejabat pembuat komitmen atau PPK. Adapun Jokowi dalam kapasitas sebagai Guberrnur DKI dan sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan keuangan daerah, secara struktural tentu harus bertanggungjawab.
Wajar jika publik ramai mempertanyakan, ada apa dibalik keengganan Kejagung memanggil dan memeriksa Jokowi. Padahal Kejagung sebelumnya begitu sigap mendahului KPK dalam mengambil kasus tersebut.
Jokowi yang ditemui wartawan pada saat keluar dari gedung KPK selesai memberi klarifikasi terkait harta kekayan calon presiden, hanya memilih bungkam ketika ditanya soal dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta.
“Apakah benar Bapak telah melaporkan kasus bus Transjakarta ke KPK..”,
“KPK bilang belum terima laporan, bagaimana Pak..?”, cecar wartawan.
Namun Jokowi hanya diam membisu.
Sementara itu tidak jauh dari lokasi, ada aksi demo ratusan massa yang menuding Joko Widodo telah berbohong terkait kasus pengadaan Bus TransJakarta.
"Jokowi bohong, Jokowi belum pernah melapor ke KPK," teriak masa aksi di depan Gedung KPK.
Benarkah Jokowi jauh-jauh datang ke Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Kota Tasikmalaya, hanya untuk membohongi para ulama dan santri.
Diamnya Jokowi ketika ditanya media, bisa dimaknai sebagai pengakuan dan membenarkan bahwa KPK belum pernah dilapori beliau. Soalnya, diam bisa diartikan setuju. Seorang gadis pemalu jika ditanyakan kesediaannya untuk menerima lamaran seorang laki-laki dan dia diam, maka itu artinya dia setuju. Bukankah Jokowi bisa membantah jika dia tetap yakin sudah pernah melapor ke KPK.
Sementara itu Udar yang tengah di-BAP oleh Kejagung merasa dirinya dikorbankan. Udar terus mempertanyakan pernyataan Jokowi yang mengaku tidak tahu masalah bus tersebut. Seperti yang diceritakan Sanusi anggota DPRD DKI, menurut Udar, Sekretaris Dinas yang diberi kuasa langsung oleh Jokowi sebagai KPA dan PPK sebenarnya memberikan laporan rutin kepada Gubernur. Udar juga heran, Jokowi seolah-olah tidak mengenal Michael Bimo Putranto, teman dekat dan bekas tim suksesnya yang disebut-sebut berperan penting dalam kasus tersebut. Padahal menurut Udar, Jokowi lah yang mengenalkannya dengan Bimo. Begitu pula masalah ketidaktahuan Jokowi tentang kondisi bus. Udar mengetahui betul bahwa Jokowi yang menerima dan memeriksa bus tersebut ketika tiba pertama kali di pelabuhan Tanjung Priok. Bagaimana jika pernyataan Jokowi yang juga diduga tidak akurat ini dikomfirmasi lagi pada Jokowi, bisa jadi beliau juga hanya diam.
Sanusi juga menyayangkan, anggaran Rp.1.5 triliyun yang sudah susah payah diperjuangkan untuk pengadaan busway tidak bisa dinikmati rakyat Jakarta, pengadaan bus terbengkalai dan hingga kini rakyat Jakarta masih berdesak-desakan di dalam busway.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H