Seakan jeri dengan putusan sebelumnya menyangkut dualisme kepengurusan di tubuh PPP yang telah dianulir PTUN, kali ini Menkumham Yasonna Laoly tidak mau gegabah dalam menyikapi kasus serupa yang dialami Partai Golkar. Disodori dua versi daftar kepengurusan oleh masing-masing kubu yang berseberangan di Partai Golkar, Yasonna hanya bisa menerima untuk selanjutnya dipelajari oleh tim yang beliau bentuk. "Jadi saya kira kami terima dululah, saya akan bentuk tim dari Dirjen AHU dan staf khusus saya untuk menganalisis data-data yang ada," terangnya.
Hal ini sangat berbeda dengan kasus konflik yang dialami PPP yang juga mampir ke meja Menkumham. Ketika PPP kubu Romahurmuziy (Romi) mengajukan struktur kepengurusan, Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) awalnya bersepakat untuk menunggu keputusan dari mahkamah partai. Namun, baru satu hari menjabat, Menkum HAM Yasonna langsung "intervensi" dan mengakui kepengurusan PPP Romy tersebut.
Dipercayai Yasonna untuk menangani kasus Golkar, Harkristuti Harkrisnowo Direktur AHU menyatakan akan mengacu pada putusan mahkamah Partai Golkar dan Undang-undang. “Pemerintah tak dapat mengesahkan kepengurusan partai itu. Penyelesaiannya harus melalui mahkamah partai atau pengadilan,” kata Harkristuti, Ahad, 7 November 2014. Menurut dia, sikap pemerintah mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pernyataan Harkristuti tentu saja angin sejuk bagi Aburizal Bakrie yang jelas-jelas didukung oleh Mahkamah Partai Golkar yang diketuai Prof. DR. Muladi, SH. Muladi bahkan sebelumnya tidak merestui rencana Presidium Penyelamat Partai Golkar pimpinan Agung Laksono yang akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional tandingan Partai Golkar. "Enggak ada (munas tandingan). Siapa yang mau hadir dalam munas itu?" kata Muladi yang hadir bersama anggota Mahkamah Partai lainnya di Bali, Selasa (2/12/2014).
Muladi berkeyakian bahwa munas di Bali yang konstitusional dan sudah sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Kuatnya dukungan Mahkamah Partai Golkar ditegaskan dengan surat keputusan Mahkamah pada Munas Golkar di Bali yang berujung pada pemecatan beberapa pentolan Presidium Penyelamat Partai Golkar
Bukan hanya Mahkamah Partai, Dewan Pertimbangan Partai Golkar yang diketuai Akbar Tanjung juga memberikan dukungan terbuka terhadap Munas Bali. Tidak adanya restu kedua lembaga yang disegani itu, diduga menjadi penyebab sedikitnya peserta yang menghadiri munas tandingan yang diselenggarakan Presidium.
Sepinya munas tandingan versi Agung ini membuat pemerintahan Jokowi juga gamang untuk memberi dukungan. Mendagri Tjahyo Kumolo mewakili pemerintahan Jokowi yang digembar-gemborkan akan hadir oleh Presidium, ternyata mangkir. Mendagri beralasan tidak bisa hadir karena acara pembukaan tertunda alias tidak tepat waktu, sementara dia sudah punya jadwal lain. Uniknya, Agung Laksono malah menyebut acara ditunda dalam rangka menunggu kedatangan Mendagri Tjahyo Kumolo, yang segera akan tiba.
Bukan hanya Tjahyo Kumolo yang juga politisi PDIP, semua pimpinan partai KIH juga tidak tampak hadir. Mereka tidak bersemangat untuk hadir mungkin lantaran peserta munas sepi dan pembukaan acara molor hingga 8 jam.
Munas versi Jakarta semakin “lesu darah” setelah Jusuf Kalla, satu-satunya tokoh yang diharapkan bisa menaikkan “gengsi” Munas Jakarta, juga mulai menjaga jarak. Jusuf Kalla yang disebut-sebut mendukung Munas versi Presidium Penyelamat Partai Golkar ini dan rencananya akan didapuk menjadi Ketua Dewan Pertimbangan, ternyata menolak. Kalla secara halus menolak tawaran Agung Laksono Ketua Umum Munas Jakarta dengan alasan telah berkomitmen untuk fokus mengurus persoalan negara dan meminta orang lain saja yang mengisi jabatan tersebut.
Nasib kepengurusan Golkar versi Agung Laksono tinggal berharap pada putusan pengadilan yang juga tidak bisa cepat. Hal ini juga menguntungkan Aburizal Bakrie, paling tidak untuk 3 bulan ke depan. Mengacu pada surat Dirjen AHU terhadap kasus PPP, kepengurusan partai ini dianggap dalam dalam status quo. Dalam hal ini Suryadharma Ali tetap sebagai Ketua Umum PPP dan seterunya Romahurmoziy (Romy) sebagai Sekjen. Dalam hal ini, ARB lebih beruntung karena Idrus Marham satu kubu dengannya. Pemerintah masih akan mengakui ARB sebagai ketua Umum Partai Golkar dan Idrus Marham sebagai Sekretarsi Jendral sampai ada keputuan pengadilan yang bersifat final.
Dirjen AHU juga menyikapi dengan tegas susunan kepengurusan hasil Munas Partai Golkar yang diajukan kubu Agung Laksono. Dirjen AHU Harkristuti menyebutnya belum memenuhi syarat, lantaran Agung Laksono Cs belum memiliki akta notaris, berbeda dengan kepengurusan Partai Golkar versi munas Bali.
"Belum dikasih akte notaris, segala macam belum. Kalau yang tadi pagi (laporan Golkar hasil Munas Bali) sudah dari Pak Aburizal. Yang ini (Munas Ancol) belum," kata Harkristuti, di Jakarta, Senin (8/12).
Pada Senin pagi, Ketua Umum Partai Golkar versi munas Bali, Aburizal Bakrie, sudah mendaftarkan kepengurusan baru partai tersebut ke Kemenkumham. Sementara itu kubu Agung menyampaikannya pada Senin sorenya.
Ini kali kedua Dirjen AHU menolak kepengurusan yang dibuat pihak Agung Laksono. Sebelum munas Jakarta Agung Laksono juga pernah mengirim permohonan pengesahan kepengurusan baru Partai Golkar yang dibentuk oleh Presidium. Surat bernomor 255/Golkar/XI/2014 dijawab Kemenkum HAM dengan mempertanyakan keabsahan surat tersebut. Pasalnya Kepengurusan Partai Golkar sebagaimana yang. terdata per 4 September 2012 di Ditjen AHU, tercatat Aburizal Bakris sebagai Ketua Umum dan Idrus Marham menjabat Sekretaris Jenderal. Walhasil Kemenkum HAM tak mengakui keabsahan surat dari Agung. Terlebih lagi menurut aturan dasar rumah tangga (AD/ART) Partai Golkar, disebutkan pergantian kepengurusan harus dilakukan sesuai AD/ART yang wewenangnya ada di musyawarah nasional (munas).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H