Jika ada pertanyaan, siapakah sosok yang menyebabkan Ahok terjungkal?.
Maka, tentu akan muncul nama-nama seperti Habib Rizieq, Bachtiar Nasir, dan lain-lain. Namun sedikit orang yang akan berpikir tentang siapa sosok orang dalam yang berkontribusi besar pada kekalahan Ahok.
Kubu Ahok lengah dan merasa sudah yakin menang, inilah pangkal dari kekalahan.Â
Cukup beralasan juga sebenarnya, betapa tidak, hampir semua lembaga survey jauh di masa sebelum tahapan Pilkada DKI, menjagokan Ahok. Seakan Ahok saat itu tidak mungkin bisa dikalahkan, bahkan sekalipun berpasangan dengan kambing dibedakin.
Putaran pertama Pilkada DKI berlalu, hasil perolehan suara Ahok yang 42% memang kurang memuaskan, namun masih ada rasa optimis. Adalah Charta Politika, lembaga survey di kubu Ahok yang selalu memberikan data menggembirakan dan membuat optimis kubu Ahok. Bahkan hasil survey Charta seakan wahyu di dalam kitab suci bagi pendukung Ahok, sebagaimana puja-puji yang diberikan seword.com.
Bahkan sampai akhir penghujung masa kampanye putaran kedua, Charta masih mengunggulkan Ahok. Lembaga ini merilis hasil survey dimana Ahok-Djarot memperoleh elektabilitas 47,3 persen dan Anies-Sandiaga 44,8 persen. Sedangkan responden yang belum menentukan pilihan sebanyak 7,9 persen. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen, dengan margin of error 3,5 persen.
"Survei yang kita lakukan, ini hari terakhir kampanye ya. Ada perdebatan apakah kita bisa lakukan rilis. Kita ambil yang paling aman, di hari terakhir kampanye. Tren peningkatan terlihat pada pasangan Ahok-Djarot, sementara Anies-Sandi terlihat stagnan," kata Yunarto di kantor Charta Politika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4/2017).
Hasil survey Charta terbukti kemudian jauh panggang dari api, bahkan sekalipun dikoreksi dengan margin of error 3,5%.
Kubu Ahok dan PDIP baru sontak sadar kalau data Charta patut diragukan ketika semua lembaga survey lainnya malah kompak mengunggulkan Anies di waktu yang sama. Â Lembaga survei yang cukup kredibel, seperti SDI, Median, LSI Denny JA, termasuk SMRC milik Saiful Mujani yang pro Ahok juga mengakui Anies unggul jika Pilkada dilakukan hari itu. Publish hasil riset sesaat setelah debat final Pilkada DKI itu, menempatkan elektabilitas Anies-Sandi unggul dengan dengan perolehan suara 49 persen sedangkan Ahok hanya 43 persen.
Kepanikan lalu melanda kubu Ahok. PDIP yang diketuai Megawati, lalu membuat surat edaran yang menginstruksikan agar seluruh kader yang menjadi kepala daerah besatu padu untuk memenangkan Ahok.
Singkat kata, para kepala daerah tersebut lalu berdatangan ke Jakarta dan dengan segala cara berupaya membantu mendongkrak suara Ahok. Mereka umumnya menggunakan jurus yang biasa di pakai di daerah, yakni dengan cara bagi-bagi sembako. Justru inilah kemudian yang menjadi blunder terbesar kubu Ahok. Fatalnya, kegiatan itu dilakukan secara vulgar bahkan pada hari minggu tenang. Cara kampanye ala kampung ini jika dikerjakan tidak apik, tentu mudah terendus media, apalagi di ibukota yang saat itu "diplototin" begitu banyak mata. Walhasil sejak H-3 hingga hari pencoblosan, bagi-bagi sembako oleh tim Ahok menjadi viral di media sosial, sekalipun coba diredam oleh beberapa media pendukung Ahok.