Pada waktu yang sama, SBY mendapat hiburan dengan kemenangan kadernya Wahidin Halim (WH) di Pilgub Banten. Sebaliknya, kekalahan sangat tipis gubernur petahana Rano Karno yang diusung PDIP, tentu sangat “menyesakkan dada” Mega. Lepas sudah cengkeraman kekuasaan PDIP di Banten.
Hubungan SBY dan Megawati tidak pernah harmonis sepuluh tahun lebih ini. Bahkan semakin sulit untuk dicairkan, terlebih semenjak SBY akhir-akhir ini merasa terzholimi di era dimana PDIP menjadi partai penguasa. Puncaknya adalah skandal dugaan penyadapan telpon SBY. Ditambah lagi dengan "serangan" Antasari Azhar (AA) terhadap SBY, sesaat setelah dia “dilepaskan” oleh Presiden Jokowi dari tahanan. Grasi yang menurut SBY bernuansa politis dan serangan AA itu ditujukan untuk mengganjal kemenangan anaknya, AHY. Belum lagi ditemukannya ratusan ribu selebaran gelap yang mendiskreditkan calon no.1 maupun no.3.
Situasi ini, di satu sisi memposisikan Mega harus “merengek” pada SBY dan juga "menangis" karena SBY. Di sisi lain, SBY merasa dirinya sedang terzholimi oleh penguasa. Kondisi ini secara psikologis tentu bukan waktu yang tepat untuk menjalin komunikas. Apalagi hanya sekedar untuk tujuan pragmatis yang tidak banyak manfaatnya bagi Demokrat, yakni mendukung seorang Ahok yang tengah dihujat ummat Islam.
Kondisi yang tidak mudah bagi PDIP untuk merayu Demokrat ini, disadari oleh Wasekjen PDIP Achmad Basarah. Basarah menyatakan partainya akan menjaga jarak dengan Demokrat dan tidak lagi akan mengajaknya mendukung Ahok-Djarot.
"Kami kembali kepada keputusan politik yang sejak awal telah dideklarasikan oleh DPP Partai Demokrat, bahwa posisi Partai Demokrat mengambil posisi sebagai partai penyeimbang," ungkap Basarah dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2)
Sumber:
PDIP berharap Demokrat dukung Ahok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H