Mohon tunggu...
Rizal Amri
Rizal Amri Mohon Tunggu... -

Pengamat barang kerajinan dan rajin mengamati peristiwa politik

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Soal Miras, PDIP Lebih Taat "Syariah" Gobel

17 April 2015   10:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terhitung mulai 16 April 2015 Kementerian Perdagangan (Kemendag) melarang "minimarket" menjual minuman beralkohol (minol), termasuk golongan A yang berkadar di bawah lima persen. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Kemendag yang digawangi Menteri Rachmat Gobel membuat larangan itu lantaran khawatir akan masa depan generasi muda.

"Kami perlu menjaga generasi muda karena dalam era globalisasi kuncinya ada dari sumber daya manusia (SDM) dan itu di generasi muda," ujar Gobel di kantor Kemenko,

Gobel prihatin karena masyarakat begitu mudahnya mendapatkan bir seiring dengan menjamurnya minimarket. Terlebih lagi, harga bir yang cukup murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali anak di bawah umur.

"Pemerintah daerah yang akan mengambil tindakan. Saya kira sudah jelas, tujuannya tidak menjual minuman beralkohol di minimarket, yang sudah mulai memasuki wilayah permukiman, sekolah dan juga tempat ibadah," kata Mendag.

Kebijakan Gobel ini didukung banyak pihak, termasuk para politisi. Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay adalah salah satu yang sangat mendukung kebijakan Mendag itu.

"Saya kira peraturan tersebut sudah baik. Bagaimana pun, minuman beralkohol tidak sesuai dengan budaya Indonesia," kata Saleh.

Kebijakan Kemendag ini bagi sementara kalangan, dipandang sejalan dengan syariah Islam.

"Kalau saya memaknai sebagai syariah, negara hukum syariah dalam konteks publik, syariah akan sejalan dengan kebijakan yang lainnya," ujar Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah Ma'mun Murod.

Menurut Ma'mun, konteks negara Indonesia yang berazaskan Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, maka kebijakan tersebut adalah hal yang lumrah dan sudah semestinya.

Hal yang cukup menarik adalah belum terdengar penolakan dari politisi PDIP mengenai kebijakan Gobel ini. Padahal PDIP dikenal sangat sensitif terhadap peraturan yang bernuansa syariah. Di beberapa daerah yang terlebih dahulu berupaya mengatur penjualan minol yang mana sejalan dengan aspirasi komponen umat Islam, hampir selalu mendapat penentangan keras dari PDIP.

Tahun 2013, Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Larangan Memproduksi dan Mengedarkan serta Menggunakan Minuman Beralkohol di DPRD Kabupaten Batang misalnya, berlangsung alot dan panas.

Acara Pengesahan ini diwarnai demonstrasi oleh massa pendukung Perda tersebut. Ribuan anggota Ormas Islam yang terdiri dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Rifaiyah, Front Pembela Islam (FPI) dan elemen kepemudaan yang ada di Kabupaten Batang melakukan unjuk rasa mendukung dan mengawal disetujuinya Raperda Miras untuk segera disahkan.

DPRD Kabupaten Batang akhirnya berhasil mengesahkan Perda tersebut. Namun, dari 6 fraksi di DPRD, tidak semuanya setuju. Tercatat lima fraksi yang menyetujui disahkannya Raperda tersebut, yakni Fraksi Demokrat, Golkar, PPP, Hanura, dan Fraksi Air. Sementara satu fraksi, yakni PDIP menjadi satu-satunya yang menolak disahkannya Raperda tersebut.

Demikian pula rapat paripurna DPRD Raperda Minuman Keras (Miras) di Kabupaten Subang pada bulan Maret yang lalu. Rapat berlangsung tak kalah alot dan hiruk pikuk.

Puluhan mahasiswa PMII Subang berunjuk rasa menuntut DPRD setempat untuk segera mengesahkan Perda tentang Larangan Peredaran Miras tersebut. Ketua MUI Subang KH Musa Mutaqien juga mendukung tuntutan mahasiswa PMII tersebut. Menurut Kiai Musa, sikap PMII itu merupakan bagian dari dukungan masyarakat terhadap pemberantasan miras di Subang.

Sementara itu rapat di dalam gedung dewan diwarnai aksi protes dan interupsi oleh sejumlah anggota. Bahkan dua angota F-PDIP memilih walk out karena tidak puas dengan keputusan pimpinan sidang yang tetap melanjutkan pembahasan untuk menetapkan Perda tersebut.

Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris menyebut Keputusan Menteri Gobel adalah bentuk revolusi mental.

"Bagi saya keputusan Mendag ini bentuk revolusi mental. Ada yang salah dengan para produsen dan pemilik minimarket dan toko pengecer yang sepertinya tidak punya beban moral menjual miras kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, bahkan ke anak SMP sekalipun," ujar Fahira.

Bisa jadi PDIP tidak meributkan "Syariah" Gobel ini karena tidak membawa embel-embel Islam, tapi bagian dari revolusi mental, hmmm..

Fahira meyakini, larangan ini bakal menjaga mental generasi muda sebagai penerus bangsa yang berkarakter, sehat badan dan pikiran. Dari data Genam, kata dia, 18.000 nyawa melayang tiap tahun karena miras. Dapat disimpulkan miras merupakan mesin pembunuh dan punya dampak yang tidak kalah dari narkoba karena bukan hanya membunuh si peminum tetapi juga membunuh orang lain.

"Mayoritas itu remaja kita, baik meninggal akibat faktor kesehatan penurunan moral, seks bebas, prostitusi, maupun korban yang meninggal akibat tindakan kriminal yang dilakukan orang di bawah pengaruh alkohol. Mulai dari pencurian, penjambretan, perampokan, perkosaan, kekerasan seksual, KDRT, perkelahian, tawuran, hingga pembunuhan maupun kecelakaan," kata dia.

Jadi tidak benar ya Mbak Fahira, pernyataan salah seorang gubernur yang mengatakan tidak ada orang meninggal kerena miras, hmmh.. catat tuh.

Fahira juga menyebut, berbahaya jika negara ini nanti dipimpin oleh orang yang gemar minol/miras (minuman keras).

"Sudah begitu banyak anak dan remaja kita yang kehilangan masa depannya akibat miras. Bayangkan nasib bangsa ini ke depan jika dipimpin oleh orang-orang yang sudah terkontaminasi minol/miras. Kita akan jadi bangsa yg lemah. Indonesia terancam kehilangan satu generasi akibat minol/miras," ucap dia.

Fahira kayaknya nyindir seseorang deh.., lha kan ada gubernur yang gemar minum bir, bahkan pernah mabuk.

"Pernah. Dulu saya pernah mabuk," ucap Ahok Gubernur DKI ketika kebiasaannya minum bir dibocorkan wakilnya Djarot. Djarot yang politisi PDIP ini, ternyata "11-12" pula dengan Ahok, sama-sama peminum bir. Namun, Djarot mengaku tak pernah mabuk karenanya.

"Kalau saya enggak pernah mabok," ujarnya

Tak hanya minum bir, Ahok juga menganggarkan pendapatan daerahnya sebesar Rp.1,3 Triliyun di APBD DKI dari bir. Antara lain dari hasil keuntungan Pemprov DKI di PT Delta Djakarta, perusahaan pembuat bir merek Anker itu.

Untuk menyiasati larangan Kemendag, Ahok berencana membuka toko khusus bir.

"Kami lagi kaji apakah mau dibikin seperti di luar negeri, ada toko spesial yang jual bir, kan di luar negeri ada tuh toko spesial yang khusus menjual bir," kata Ahok, di Balai Kota.

Aih.., Pak Ahok ini pintar bener cari peluang bisnis… , akankah Pak Ahok jaga toko bir jika nanti lengser dari kursi Gubernur?.

Oups.. maaf.., kok jadi OOT, wong judulnya PDIP dan “Syariah” Gobel..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun