Era globalisasi mengubah cara bertukar informasi, berdagang, dan konsumsi dari produk-produk budaya dan teknologi dari berbagai tempat di dunia. Dunia menjadi tempat yang sangat dinamis dan kompleks sehingga kreativitas dan pengetahuan menjadi suatu aset yang tak ternilai dalam kompetisi dan pengembangan ekonomi, alih budaya, dan alih teknologi. Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep yang menempatkan kreativitas dan pengetahuan sebagai aset utama dalam menggerakkan ekonomi. Konsep ini telah memicu ketertarikan berbagai negara untuk melakukan kajian seputar Ekonomi Kreatif dan menjadikan Ekonomi Kreatif model utama pengembangan ekonomi. Istilah “Ekonomi Kreatif” mulai dikenal secara global sejak munculnya buku “The Creative Economy: How People Make Money from Ideas” oleh John Howkins (2001). Sementara di abad ke 21 ini, Negara pengembang ekonomi kreatif bisa kita lihat dengan contoh negara Korea Selatan. Korsel mencuri perhatian dunia setelah berhasil menempatkan produk budaya sebagai alternatif pembangunan ekonomi mereka, beberapa contohnya yaitu Film, musik, drama klasik kerajaan.
Ekonomi kreatif pada realitanya sangat erat kaitannya dengan kebudayaan nasional suatu Negara. Kebudayaan menjadi “roh” dalam tubuh ekonomi kreatif. Kebudayaan dimanfaatkan nilai jualnya dalam menggerakan sistem ekonomi itu sendiri. Dilain sisi strategi tersebut berdampak pada terjaganya budaya nasional dari pengaruh negatif budaya luar di era globalisasi. Lantas bagaimanakah potensi dan hambatan Indonesia untuk menjadikan Budaya Nasional menjadi Alternatif Ekonomi Kreatif?.
Dalam konteks Indonesia sendiri, Saya akan berusaha mengaitkan potensi Indonesia yang telah ada sebagai alternatif pengembangan ekonomi kreatif. Saya akan memaparkan beberapa potensi yang bisa menjadi sistem perekonomian guna memperkokoh nilai budaya itu sendiri, sebagai berikut :
·Per-Film-an
Dunia per-Film-an (sinetron, FTV, Drama, Sinema) bisa menjadi sebuah industri dalam sistem ekonomi kreatif. Dalam konteks budaya, film dapat menjadi cara penguat identitas budaya nasional dalam dimensi kehidupan berbangsa apabila dituangkan dalam media berbentuk film. Di dunia sendiri Industri perfilman yang mengangkat budaya suatu Negara bisa dibilang selalu sukses, seperti contoh ; Film Fampir-fampiran ala China (tiongkok) , Film Drama ala Dinasti di Korea Selatan, Upin-Ipin ala Malaysia, serta yang kekinian yaitu Mahabrata ala india-an.
Sementara di Indonesia Film seperti itu ada tapi kurang dari segi kualitas dan kemurnian mencerminkan kehidupan nasional, sehingg masyarakatkan lebih memilih film yang cenderung negatif dan minim akan nilai-nilai kebudayaan bangsa. Saya berharap dengan modal kemajemukan cerita Budaya Nasional bisa diangkat unsur-unsur di dalamnya dan dijadikan pula alternatif ekonomi kreatif serta penguat identitas budaya nasional dalam menanggapi pasar global dan era Globalsasi atas dasar kualitas. Disinilah pemerintah harusnya tanggap, meskipun masalah film dapat dikatakan hal sepele namun dalam realitanya berdampak pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang suatu saat dapat menjadi tatanan budaya yang mengglobal.
·Produk budaya berwujud benda (tangible)
Produk budaya berwujud benda bisa dikatakan warisan hasil kreativitas leluhur kita. Sebagai contoh Batik, Kain Songket, dan masih banyak budaya berwujud benda lainya yang ada sejak dulu. Dalam konteks ekonomi kreatif, hal tersebut seharusnya menjadi modal pembangunan perekonomian nasional yang perlu di optimalkan. Sekaligus tentunya guna mempertahankan warisan budaya terebut dari klaim Negara lain maupun kepunahan dengan sendirinya. Batik pernah di klaim oleh Malaysia, begitupula kain songket ala Indonesia Timur (NTT) yang mulai hilang karena ketidakmampuan generasi penerus setempat menenun kain. Dua permasalahan tersebut menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Skill sebagai warga Negara harus ditingkatkan. Baik softskill berupa nasionalisme maupun hardskill berupa cara-caea mempertahankan budaya berwujud benda dengan cara mempelajarinya.
·Produk budaya tak berwujud benda (intangible)
Produk budaya tak berwujud benda di Indonesia sangatlah kaya berupa kesenian yang tidak dimiliki oleh negara lain, tapi sayang akhir-akhir ini banyak karya produk kesenian indonesia yang di klaim oleh negara lain, sebut saja Reog Ponorogo, lagu rasa sayange dari ambon,dan masih banyak lainnya. Hal tersebut dikarenakan warga Indonesia sendiri yang tidak mau menghargai karya seni dan budayanya, bahkan mereka cenderung menyukai produk negara lain atau luar negeri, padahal di luar sana banyak negara yang iri dengan kekayaan seni dan budaya Indonesia sampai-sampai mereka berani mengklaim kesenian dan kebudayaan negara kita. Secara garis besar Kesenian Nasional tersebar dalam kesenian-kesenian daerah seantero NKRI. Dalam hal pelestarian dan menjadikan kesenian sebagai alternatif ekonomi kreatif, pemerintah di nilai kurang aktif dalam merealisasikannya. Sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan dalam hal ini. Dapat kita lihat kesenian daerah Bali lebih ngetrend juga terlestarikan sebab pro–aktif nya pemerintah daerah sekitar dan pemerintah menjadikan bali destinasi wisata berasas kesenian dan panorama alam sejak dulu, Sehingga ke-eksis-sannya terjaga sampai sekarang.
Era globalosasi memang era dimana setiap Negara diperbolehkan “bertarung” di “laga” peradaban dunia. Dalam konteks ekonomi, globalisasi bisa berbentuk pasar bebas/ pasar global. Dimana lintas Negara dapat menekan pendapatan Negara lain dan perekonomian antar Negara saling berpengaruh satusama lain. Sementara apabila dikaitkan dengan kebudayaan, Pada realitanya Negara yang terbuka dalam hal globalisasi tetapi mempertahankan etos budaya bangsanya Negara itulah yang bisa dikatakan Negara maju. Dan ekonomi kreatif berbasis kebudayaan adalah solusinya. Solusi lunturnya budaya Indonesia dari pengaruh globalisasi dan pasar global.
Pada intinya Indonesia punya modal banyak untuk menjadi Negara Sejahtera. Indonesia dengan limpahan Sumber daya Alamnya, Indonesia dengan multi produk budayanya, Indonesia yang semoga manusia nya bisa mengolah apa yang dikaruniakan oleh-Nya. Dan Indonesia yang semoga manusia nya berbudaya atas dasar kearifan lokalnya. Sehingga di akhir tulisan ini semoga menjadi awal Sejahteranya Indonesia karena “berbudaya”. Karena berbudaya menjadi modal menguasai peradaban dunia. MERDEKAA !!
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.(2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta :Djambatan.
Journal Indonesia Kreatif. Apa itu ekonomi kreatif. [Online]. Tersedia: http://gov.indonesiakreatif.net/ekonomi-kreatif/. Tanggal diakses [28 mei 2014].
Ibnu Hammad. Berbudaya dan berpengetahuan. [Online]. Tersedia: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-pendidikan-kebudayaan. Tanggal diakses [28 mei 2014]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H