Aku pun segera masuk dan mendekat ke tempat pak Tomo berbaring.
"Pak Tomo, maafkan saya ya, pak? Saya sudah sering bikin sebel dan marah bapak. 2 tahun menjadi murid pak Tomo, saya belum pernah bikin bangga. Tapi kali ini saya yakin bapak akan bangga sama saya. Pak tantangan bapak dulu bisa saya buktikan. Pak Tomo harus sadar dan sembuh, ya buat melihat hasil penelitian saya ini. Saya dan teman - teman masih membutuhkan guru seperti bapak. Ayo bangun, pak." kataku di depan pak Tomo dengan penuh harap agar baliau sadar.
Tiba - tiba. Tiiiiit........Suara ECG mengagetkanku. Dokter pun datang dan aku di suruh keluar tapi aku tak mau aku ingin tetap di samping pak Tomo. Perawat bekerja sekuatnya untuk mengembalikan denyut nadi dan detak jantung pak Tomo. Ku menangis, tak terasa air mata yang menetes di pipiku. Terlihat dari kaca isteri dan anak - anak pak Tomo termasuk bu Siska, juga menangis sambil membacakan doa.
Lima menit, sepuluh menit,dua puluh menit dokter dan perawat terus berusaha. Ku memandang kosong wajah pak Tomo...Hingga dokter memastikan bahwa pak Tomo harus kembali ke hadapan Ilahi, beliau meninggal dunia karena mengalami gagal jantung juga. Pak Tomo meninggal di usia 64 tahun.
Pak Tomo, sekali lagi saya minta maaf pada bapak dan saya juga ingin berterima kasih atas semua yang sudah bapak lakukan untuk saya meski saya tidak pernah meyadari hal itu. Kau tetap menjadi guru yang profesional buat kami semua. Terima kasih, pak.
Semenjak hari itu, aku sadar kalau aku harus terus belajar dan mengasah otakku ini. Setelah apa yang sudah kualami ini, aku mendapat pelajaran penting dari bapak guruku ini. Aku mulai memahami akan pentingnya arti dari saling menghargai dan kepedulian diri. Maka dari itu, aku mulai berpikir untuk memiliki cita - cita sebagai seorang musisi sekaligus dokter.