Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ahok Beberkan Alasannya di Balik Kenaikan Gaji PNS DKI Jakarta

8 Desember 2014   12:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:48 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari pengamatannya selama ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sangat yakin bahwa akar permasalahan buruknya kinerja PNS di lingkungan pemerintah DKI Jakarta dan tingginya tingkat korupsi di dalamnya adalah rendahnya gaji para pegawai. Pendapatan yang jauh dari memadai itu memaksa oknum-oknum untuk korupsi.

“Ini ada hubungannya dengan gaji kita,” tegas pria berkacamata itu dengan mantap di podium, dengan banyak anak-anak muda menyaksikannya. Mereka hadir dalam rangka Global Entrepreneurship Week Summit 2014, di Jakarta, tanggal 21 November lalu. Generasi muda inilah yang menjadi alasan mengapa Ahok tidak segan menghadiri acara di tengah jam kerja.

"Alasan kedua ialah karena keserakahan," ujar Ahok lagi. “Yang kecil nyolong untuk hidup,” Ahok berkata. Sementara yang sudah berkecukupan, menjadi korup karena keserakahan, ingin menjadi lebih makmur lagi secara finansial.

Ahok memaparkan panjang lebar bahwa gaji PNS di lingkungan pemerintah DKI Jakarta yang cuma Rp 2,4 juta (tahun depan Rp 2,7 juta) itu sangat kurang, apalagi jika istri tidak bekerja dan anak-anak berjumlah 2-3 orang. Beban ekonomi itu teramat berat dan implikasinya sangat luas dalam kehidupan keluarga tersebut.

Implikasi rendahnya gaji orang tua dalam tingkat pendidikan anak-anak keluarga PNS juga tidak bisa disepelekan. Bagi anak yang kurang beruntung karena gagal lulus ujian masuk sekolah negeri, akibatnya bisa sangat destruktif. Ahok mendeksripsikan bagaimana anak-anak PNS yang gagal masuk ke sekolah-sekolah negeri harus berpuas diri di sekolah-sekolah swasta dengan kualitas guru yang jauh dari memadai. “Kadang masuk, kadang nggak, misalnya,” tutur Ahok tentang frekuensi presensi guru-guru sekolah swasta, yang memang ada hubungannya dengan gaji mereka yang rendah pula.

Anak-anak PNS semacam ini juga kadang harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk bisa ke sekolah mereka setiap hari. Dan tentunya itu membutuhkan dana transportasi yang tidak sedikit. Jumlahnya bisa mencapai Rp 800.000 per bulan, menurut Ahok. Dengan 2-3 anak yang bersekolah dalam satu keluarga dan sang ayah hanya bergaji Rp 2,4 juta, Ahok berasumsi gaji itu sudah ludes hanya untuk biaya transportasi sehari-hari. Itu belum mencakup kebutuhan dasar lainnya.

“Yang banyak terjadi adalah ’Kamu sudah SMP, kamu sudah SMA, biar adik-adikmu menyelesaikan SD’,” tukasnya dengan nada prihatin karena ia tahu anak-anak ini harus menghadapi persaingan global nantinya. Namun, apa daya mereka harus menerima kenyataan bahwa orang tua tidak lagi sanggup membiayai pendidikan mereka hingga ke jenjang sarjana.

Maka dari itu bisa dipahami, selain isu kesejahteraan PNS di lingkungannya, Ahok sangat menaruh perhatian pada masalah pendidikan pula. Ia pun menggagas bantuan pendidikan yang lebih intensif. Cakupannya akan sampai jenjang pendidikan tinggi.

Untuk merealisasikan bantuan pendidikan untuk anak-anak itu, pejabat yang pernah menjadi pebisnis di daerah asalnya ini terganjal satu problem dan harus memutar otak lagi. Masalahnya kali ini adalah definisi “miskin dan rentan miskin”. Ia mengkritik definisi yang dipakai pemerintah saat ini salah besar. Ahok mengatakan pemerintah mengklaim hanya ada 3,7% warga DKI yang miskin dan rentan miskin dan tiap tahun dikatakan terus menurun jumlahnya.

Ia menampik klaim tersebut. “Saya bilang kalau melihat PKL begitu banyak, orang-orang makan di pinggir jalan begitu banyak, separuh warga Jakarta itu miskin,” kritik Ahok lagi mengenai definisi tersebut. Pernyataan Ahok yang tajam itu membuat sebagian pihak bereaksi keras tentu saja.

Di depan mantan Wapres Budiono dan sejumlah gubernur lainnya di Yogyakarta dalam sebuah kesempatan, Ahok tidak segan menjelaskan bahwa standar garis kemiskinan yang dibuat pemerintah itu salah. Ia tidak menyerang Budiono sebagai pribadi. Ahok bahkan mengatakan Budiono sebagai “orang baik”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun