Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

7 Alasan Mengapa Kota Mandiri Maja di Lebak Jadi Tempat Ideal Slow Living

20 Desember 2024   14:09 Diperbarui: 20 Desember 2024   16:16 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana gerbong kereta jurusan Tanah Abang di Stasiun Maja pada pagi hari. (Foto: Dok. pribadi)

Saya dulu adalah salah satu dari kaum pekerja ibu kota yang setiap hari menatap layar komputer, melihat dinding beton, berada di tengah kerumunan manusia, terjebak banjir dan kemacetan yang makin hari makin menggila di Jakarta. Selama sepuluh tahun lebih saya menjalani rutinitas itu sampai saat pandemi, saya memutuskan untuk memutus rantai pola hidup yang toksik ini. 

Kenapa saya bilang toksik? Karena di Jakarta, meski penghasilan lumayan, saya harus menggadaikan kesehatan fisik dan mental saya. Rutinitas kerja yang sampai malam dan dini hari pernah saya jalani. Bahkan kerja di akhir pekan pun saya rela jalani demi dedikasi. 

Ditambah lagi saya merasa jauh dari alam. Padahal alam adalah penyembuh bagi diri kita tatkala sedang stres. Kedekatan dengan alam membuat level hormon kortisol kita turun. 

Di tahun 2020 saya putuskan pindah tempat tinggal dan menjalani kehidupan di daerah perumahan di perdesaan yang lebih hening. Saya malah betah dan tak mau ke Jakarta kalau tidak ada keperluan mendesak hingga sekarang. 

Setelah saya tinggal di Maja Lebak selama 4 tahun terakhir, saya sampai pada satu kesimpulan bahwa daerah Maja ini ideal untuk gaya hidup slow living yang saat ini sedang digemari masyarakat.

Maja masih ideal untuk pendamba slow living yang belum bisa lepas dari Jakarta. (Foto: Dok. pribadi)
Maja masih ideal untuk pendamba slow living yang belum bisa lepas dari Jakarta. (Foto: Dok. pribadi)

Slow living sendiri adalah sebuah pilihan gaya hidup yang berkebalikan dari gaya hidup modern yang serba instan. Jika banyak orang mengutamakan kecepatan dan kuantitas, maka penganut slow living meyakini hidup mereka lebih bermakna dengan menjalani setiap aktivitas sehari-hari dengan lebih perlahan, penuh kesadaran atau mindful, dan mengutamakan mutu/ kualitas.

Saya heran saat membaca artikel Kompas soal tempat tujuan hidup slow living. Ada 5 tempat yang dipandang ideal untuk itu yakni Kedu Raya, Tasikmalaya Raya, Banyumas Raya, Malang Raya dan Semarang Raya. Kok bisa Maja tidak ada di dalamnya? Karena alasan itulah saya menulis artikel ini untuk Anda yang masih mencari tempat ideal untuk slow living.

Berikut adalah alasan mengapa daerah Maja yang saya tinggali sekarang adalah daerah yang pas untuk Anda yang tertarik melakoni gaya hidup slow living.

Suasana gerbong kereta jurusan Tanah Abang di Stasiun Maja pada pagi hari. (Foto: Dok. pribadi)
Suasana gerbong kereta jurusan Tanah Abang di Stasiun Maja pada pagi hari. (Foto: Dok. pribadi)

Sudah Ada Komitmen Pemerintah

Jika Anda mengikuti sejarah Maja, sudah sejak era Orde Baru kawasan Maja ini disepakati sebagai daerah penyangga Jakarta. Awalnya saat Orba ia dinamai "Kota Kekerabatan Maja" lalu di era Jokowi dikembangkan sebagai "Kota Mandiri Maja". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun