GULA sudah menjadi momok bagi mayoritas penduduk dunia. Penyakit diabetes tipe 2 dan hipertensi yang berkaitan dengan konsumsi gula berlebihan saat ini semakin mencemaskan karena rentang umur penderitanya makin muda. Bahkan anak-anak dan bayi makin banyak yang menderita.Â
Hal ini bisa divalidasi dari angka prevalensi diabetes yang makin tinggi di kelompok anak-anak dan remaja.  Menurut BBC, kasus diabetes anak-anak meroket hingga 70 kali lipat dan generasi muda Indonesia pun berisiko sakit-sakitan dan menjadi beban keuangan negara di masa depan. Defisit BPJS di masa mendatang bisa jauh lebih mengerikan daripada sekarang jika kita masih terus-terusan abai dengan konsumsi gula anak-anak kita.
Batasi Sejak Janin
Namun, kabar baiknya adalah orang tua ternyata juga bisa menekan secara signifikan risiko penyakit diabetes jika mereka berkomitmen teguh untuk membatasi konsumsi gulanya saat anak masih berupa janin dalam kandungan dan selama tahun-tahun pertama setelah anak lahir dan bertumbuh kembang.
Sebuah studi terbaru yang hasilnya ditayangkan di Science baru-baru ini menyatakan bahwa pembatasan konsumsi gula di masa janin dan bayi memungkinkan penurunan risiko manusia menderita diabetes tipe dua dan hipertensi serta penyakit kronis paruh baya masa kini.Â
Ditemukan dalam studi ini bahwa anak-anak yang dibatasi konsumsi gulanya selama 1000 hari sejak pembuahan (sejak hubungan seks ayah dan ibunya) mengalami penurunan risiko terkena diabetes tipe 2 hingga 35% saat ia dewasa nanti. Ia juga akan menikmati risiko 20% lebih rendah terkena hipertensi saat menjadi manusia paruh baya. Ini menunjukkan khasiat kesehatan nyata dari pembatasan konsumsi gula bagi janin dan bayi dalam jangka panjang.
Studi Sejak PD II
Studi yang sudah dimulai sejak Perang Dunia II secara tak sengaja ini bermula sebagai eksperimen alamiah. Tim peneliti University of Southern California Dornsife College of Letters, Arts and Sciences, McGill University di kota Montreal, dan the University of California, di Berkeley, meneliti bagaimana pembatasan konsumsi gula selama masa peperangan saat itu berpengaruh pada kondisi kesehatan manusia dalam jangka panjang.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Inggris Raya kala PD II menerapkan pembatasan konsumsi gula pada rakyatnya sebagai bagian program pendistribusian pangan selama perang. Kebijakan pembatasan gula ini diberlakukan mulai dan 1942 dan berakhir September 1953.
Saat itu konsumsi gula dibatasi sekitar 8 sendok teh atau setara dengan 40 gram per hari di setiap rumah tangga. Begitu kebijakan pembatasan gula dicabut, konsumsi gula melejit hingga 2 kali lipat.
Meski gula dibatasi, pemerintah Inggris Raya saat itu tidak membuat rakyatnya kelaparan karena makanan mereka masih cukup seperti sekarang.
Peneliti menemukan bahwa bayi-bayi yang lahir baik di sekitar tahun pencabutan kebijakan pembatasan gula 1953, baik sebelum dan setelahnya, terlahir dalam kondisi yang berkelimpahan gula dan ternyata mereka ini lebih cepat mengalami penyakit 2 hingga 4 tahun lebih awal dibandingkan orang-orang yang dulunya semasa janin dan bayi alami pembatasan gula.