Seorang teman, sebut saja X, berkata dengan lantang dan agak bangga di grup WhatsApp saat kami membicarakan apa yang sedang terjadi sekarang di republik ini: "Aku nggak tahu. Aku buta politik emang."
X sendiri beralasan bahwa ia tak perlu mengikuti semua perkembangan ini karena hidupnya toh tenang-tenang dan bahagia saja tanpa mengetahui itu semua. Dan ia tak perlu memikirkan secara berlebihan (overthinking) soal urusan yang bukan bidang pekerjaannya.
Di sinilah saya merasa bahwa ketidaktahuan memang bisa jadi kebahagiaan tetapi saat kita memilih untuk membutakan diri dari apa yang tengah terjadi, kita bisa syok melihat kenyataan dan tak siap menghadapi peristiwa-peristiwa faktual yang tak cuma punya konsekuensi baik tetapi juga buruk pada hidup kita. Kalau konsekuensinya bagus semua, tentu kita tak perlu bersiap diri, bukan? Tinggal menutup mata, selesai.
Bagi saya pengetahuan selalu bisa menjadi senjata dan kekuatan. Meski saya juga sadar bahwa senjata dan kekuatan bisa memiliki dua mata bak pedang: satu menghadap musuh, lainnya menghadap si pemilik sendiri.Â
Kemudian saya juga bertanya dalam hati:Â "Apakah manusia yang mengetahui lebih banyak hal, tahu semakin banyak ilmu pengetahuan, berita terkini, perkembangan terbaru di dunia lebih baik dari mereka yang tak tahu baik karena memilih secara sengaja untuk itu atau tidak?"Â
Ada temuan sebuah studi ilmiah terkini yang dipublikasikan 7 Agustus di jurnal Royal Society Open Science yang ternyata bisa menjawab pertanyaan saya tadi. Dari hasil studi oleh Cornell University tahun 2024 ini, ditemukan bahwa pengetahuan juga memiliki "kutukannya" sendiri.
Dua profesor ekonomi, Kaushik Basu dan Jrgen Weibull, melakukan penelitian tentang "Kutukan Pengetahuan" yang dimaksud ini. Mereka menemukan bahwa pengetahuan yang lebih banyak bisa berdampak negatif, bahkan di antara orang-orang yang rasional.
Menurut Basu dan Weibull, di satu titik tertentu, pengetahuan yang kita kumpulkan malah bisa mengurangi kesejahteraan kita sebagai manusia. Bagaimana bisa?
Menurut mereka, bahkan untuk para manusia yang bisa berpikir rasional, pengetahuan yang lebih banyak bisa menjadi bumerang. Kedua ilmuwan ini juga mengatakan bahwa pemahaman yang lebih dalam tentang realitas yang ada - seperti untung-rugi menggunakan masker wajah untuk mencegah penyebaran penyakit - dapat menghambat kerja sama di antara individu-individu yang hanya mementingkan diri sendiri.
Penjelasannya yang gamblang adalah begini: pengetahuan memang bisa menyejahterakan manusia tetapi itu bisa terjadi hanya jika manusia menggunakannya untuk kebaikan bersama.Â
Saat sebagian manusia bertindak serakah dan egois, pengetahuan tadi tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat.Â