Cara pertama yang saya lakukan ialah menampung air sisa wudhu untuk menyiram tanaman sehingga dengan air yang sama saya bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus.
Nah, untuk penggunaan air bekas cuci pakaian, karena saya menggunakan deterjen kimiawi, saya tentu berpikir seribu kali: "Apakah air bekas deterjen ini aman untuk saya siramkan ke tanaman-tanaman saya? Atau jangan-jangan tanaman bakal mati kalau keseringan diguyur air bekas deterjen begini?"
Dari situlah saya mencoba mencari deterjen alternatif dan saya teringat dengan lerak yang telah dipakai leluhur kita di Jawa untuk mencuci kain batik sejak zaman dulu.Â
Harapan saya jika saya pakai lerak, air bekas membilas pakaian akan tetap bisa diterima oleh tanaman dengan baik dan tidak membuatnya layu atau mati.
Mencari Lerak
Saya pun menggunakan jasa ecommerce untuk menemukan deterjen lerak. Dan kebetulan saya menemukan satu brand yang menyuguhkan produk sabun lerak cair yang multifungsi di marketplace hijau.
Lerak cair ini bisa dipakai sebagai deterjen alami untuk baju, sebagai cairan pencuci piring, sebagai cairan untuk membersihkan lantai yang kotor, maupun untuk cuci tangan.
Kalau untuk mandi seluruh badan, mungkin bisa saja tetapi saya sendiri belum mencoba. Tapi mengingat ini sabun alami bisa jadi kemungkinan membuat kulit alergi atau terlalu kering seperti sabun badan yang diberi tambahan beragam zat kimiawi juga lebih rendah.
Sejarah Buah Lerak di Indonesia
Jika ditilik dari catatan sejarah, buah lerak telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak berabad-abad yang lalu.Â
Menurut catatan sejarah, penggunaan buah lerak sebagai deterjen alami sudah dilakukan sejak abad ke-16.
Pada masa itu, buah lerak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga lainnya.Â
Penggunaan buah lerak sebagai deterjen alami sangat meluas di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki banyak pohon lerak yang tumbuh secara liar.