HINGAR BINGAR film-film Indonesia baru-baru ini membuat kita bersuka cita karena produk film kita menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Namun, perdebatan kemudian muncul: apakah film jenis ini pas untuk dikonsumsi penonton anak-anak?
Karena di lapangan, sejumlah anak-anak diketahui menonton film horor yang sedang populer ditayangkan di bioskop-bioskop kita baik dengan sepengetahuan orang tua maupun tidak.
Mari kita tilik hasil sebuah studi ilmiah yang dirilis oleh New York-Presbyterian Hospital di tahun 2006.
Anak-anak balita yang getol menonton film-film penuh dengan adegan kekerasan dan menyeramkan termasuk film horor, acara TV maupun video games bertema serupa dikatakan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengidap kecemasan berlebihan, kesulitan tidur, dan perilaku agresif dan membahayakan diri mereka sendiri di masa datang dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menonton konten serupa.
Dan temuan ini memang ada benarnya. Â Saya sendiri dulu saat kecil kerap menonton film-film horor dan siaran radio soal pengalaman mistis nan mengerikan. Setelah menonton film horor dan konten radio horor (yang biasanya diputar malam hari), saya sangat susah tidur pulas setelahnya. Pikiran tegang dan keringat dingin mengalir deras sehingga istirahat malam jadi tak optimal untuk pemulihan tubuh. Akibatnya, esok paginya saya bangun dengan tubuh tak segar padahal harus berangkat sekolah.
Â
Dengan demikian, para orang tua dan wali juga harus paham bahwa saat anak-anak menonton film horor meski dengan sepengetahuan dan pengawasan mereka, dampaknya juga akan sama terhadap kejiwaan anak.
Anak-anak usia di bawah 5 tahun dianggap terlalu muda untuk bisa menonton dan memahami isi film horor. Tapi jiwa mereka terdampak besar oleh adegan-adegan yang disajikan di dalamnya, ujar ilmuwan.
Menonton televisi secara berlebihan saja sudah tidak disarankan untuk anak-anak apalagi menonton film horor hingga lebih dari 2 jam untuk anak-anak usia sekolah. Untuk anak-anak balita bahkan tidak dianjurkan memberikan tontonan seram lebih dari 30 menit per hari.
Karena itulah, orang tua disarankan menonton film itu sendiri dulu sebelum memutuskan mengajak atau memperbolehkan anak-anak mereka ikut menonton. Jika bingung, ortu dianjurkan berkonsultasi ke pakar atau psikolog.
Hal ini patut menjadi perhatian kita semua karena anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun belum bisa memahami garis batas kenyataan dan khayalan.
Yang menarik dalam temuan ini juga adalah bahwa ibu-ibu dengan riwayat trauma di masa lalu juga lebih tertarik pada tontonan yang lebih sarat kekerasan dan kengerian, dan kecenderungan ini bisa secara tak sadar ditularkan pada anak-anak mereka yang masih sangat muda. Di usia balita, adegan kekerasan bisa 'menginspirasi' anak-anak untuk melakukan kekerasan pada teman sebayanya.
Jadi bagi Anda yang sudah memiliki anak dan ingin mengajak anak ke bioskop untuk menonton film horor bersama, tunggu dulu. Pikirkanlah masak-masak keputusan Anda sebelum menyesalinya di kemudian hari. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H