TAHUKAH Anda hari 4 Maret sebenarnya diperingati sebagai hari obesitas dunia?Â
Ya, sebagaimana Coronavirus, obesitas alias kegemukan juga satu jenis pandemi. Hanya saja ia dipicu oleh gaya hidup modern, bukan virus mutasi baru.
Dan di kesempatan inilah saya ingin juga membahas tentang kontroversi yang dipicu buku yang dirilis seorang pesohor yang mengutip pernyataan dokter yang ternyata dianggap kurang cocok dengan kaidah kesehatan.Â
Secara garis besar, pesohor ini mengatakan tidak memasukkan sayur dalam menu penurunan berat badannya karena sayur bisa menghambat proses penurunan berat badan. Sontak warganet pun bereaksi macam-macam. Yang kubu tenaga kesehatan serta-merta menghardik isi buku tersebut.Â
Saya sendiri berupaya untuk menemukan literatur yang bisa mengonfirmasi ini dan menemukan sebuah studi yang menyatakan bahwa memang sayur mayur tidak serta merta membantu kita meraih tujuan berdiet demi untuk menurunkan berat badan.
Kok bisa ya?
SATU MAKANAN, BEDA EFEK
Namun, jika tujuannya cuma satu: menurunkan berat badan (dengan menomorduakan kesehatan holistik), sayuran bisa saja tidak membantu. Namun, yang pasti sayur bisa membantu kita lebih sehat secara optimal.
Mads Hjorth dan Arne Astrup dari Departmen Nutrisi dan Olahraga di University of Copenhagen, Denmark yang terlibat dalam penelitian tersebut menyarankan bahwa sebelum kita berdiet, idealnya kita paham betul komposisi bakteri di usus kita.
Kenapa begitu?
Jenis diet kaya serat menurut temuan mereka belum tentu cocok bagi semua orang. Keberhasilannya tergantung pada kombinasi bakteri tertentu dalam usus orang yang berdiet.Â