Faktor-faktor pencetus kembali populernya blog ialah makin banyaknya orang yang harus bekerja dan belajar di rumah mereka tatkala pandemi mendera.
Kim hyun-kyu, seorang pencari kerja dari Seoul, mengaku memulai menulis di bulan Agustus 2020 karena 'terjebak' harus belajar di rumah untuk menjadi akuntan publik bersertifikat dan menulis blog untuk memberikan kiat-kiat belajar menjadi akuntan dan informasi berguna lainnya.
Ia mengaku menggunakan waktunya yang berlimpah di rumah untuk menuangkan pemikiran dalam bentuk tertulis. Bandingkan dengan Clubhouse, yang tak memungkinkan bagi kita untuk menuangkan gagasan dalam tulisan.
Bagi Anda yang suka cuap-cuap, platform baru ini mungkin terasa nyaman tapi bagi Anda yang menyukai menulis karena tak harus banyak berkata-kata dan agar bisa mendokumentasikan pemikiran dan gagasan untuk dibaca kembali di masa datang, tentunya Clubhouse bukan pilihan yang tepat.
Menulis memberikan waktu untuk berpikir lebih masak-masak sebelum mengeluarkan pendapat. Sementara itu, jika Anda sudah keceplosandi ruang Clubhouse dan audiens sudah mendengar, mana bisa Anda menariknya kembali?
Faktor kedua ialahorang-orang terpenjara dalam rumah dan tak bisa memotret pemandangan yang bagus untuk dijadikan konten akun Instagram mereka. Blog pun menjadi pelampiasan. Setidaknya itulah yang dialami sendiri oleh Lee ji-eun, seorang gadis Korsel yang mengaku memulai menulis blog di bulan Agustus 2020.
Menurutnya, saat Korsel harus menghadapi lockdownatau karantina wilayah ia tak mungkin melancong ke mana-mana dan memutuskan menulis blog saja di rumah untuk tetap bisa berkomunikasi.
Instagram memang menjadi satu platform yang sangat populer sekarang bahkan melebihi Facebook bisa dikatakan. Namun, menulis blog terbukti secara ilmiah bisa membantu menurunkan stres yang dialami para remaja.
Menurut studi tahun 2021 yang dipublikasikan American Psychological Association, menulis blog memberi manfaat psikologis bagi remaja-remaja yang menderita kecemasan sosial yang turut dipicu penggunaan media sosial seperti Facebook dan Instagram yang terlalu lama. Kepercayaan diri mereka juga meningkat dan mereka bisa berempati pada teman-teman mereka.
Bagaimana dengan Clubhouse? Sejauh pengamatan saya, di Clubhouse mulai banyak yang menggunakannya sebagai wadah untuk memamerkan kemampuan, aset, keterampilan, dan kekayaan.
Dan ada yang berkomentar mulai malas karena pembicaraannya malah membuat pendengarnya merasa insecure atau kurang percaya diri karena merasa ketinggalan sebab pembicara-pembicaranya melulu berkutat soal pengalaman mereka yang sudah melanglangbuana ke sana kemari atau sudah di level ini atau itu.