Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Nature

Studi: Efek Gas Rumah Kaca Makin Parah, Indonesia Makin "Basah'"

2 Mei 2019   11:34 Diperbarui: 2 Mei 2019   11:48 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Umat manusia terus menuai karma dari tindak-tanduk mereka di muka bumi. Dan manusia di Indonesia tidak terkecuali.

Nama Indonesia baru-baru ini disebut-sebut dalam laporan sebuah studi ilmiah yang mencoba untuk memprediksi peran hutan dan pepohonan dalam peralihan curah hujan di dunia.

Prediksi ini menyatakan bahwa kenaikan emisi gas rumah kaca akan membuat hutan hujan tropis di Amazon, Amerika Selatan makin kering. Di saat yang sama, kondisi sebaliknya terjadi di Afrika dan Indonesia. Di kedua kawasan ini, diramalkan akan terjadi kondisi yang lebih basah. Para peneliti telah menemukan faktor utama tetapi yang tidak diperhitungkan sebelumnya dalam fenomena ini, yakni respon langsung hutan tropis pada tingkat karbon dioksida yang terus saja menanjak dari waktu ke waktu.

Studi yang dilaksanakan tim yang dipimpin mantan mahasiswa doktoral dari University of California - Irvine bernama Gabriel Kooperman menunjukkan bagaimana alam terus berusaha mengatur keseimbangan di tengah gempuran aktivitas manusia yang tidak henti-hentinya mengeksploitasi.

Perubahan masif curah hujan di seluruh dunia ini bisa terjadi sebagian karena dipicu oleh respon hutan tropis di wilayah khatulistiwa dunia terhadap kenaikan jumlah gas karbon dioksida yang dihasilkan populasi dunia ke atmosfer bumi terutama yang dibuang ke udara di sekitar kawasan hutan tropis di Amazon dan seluruh Asia.

Saat lebih banyak gas karbon dioksida beredar di atmosfer, stomata (struktur mikroskopis di bawah permukaan daun yang memiliki mekanisme buka-tutup untuk mengambil karbon dioksida dari udara bebas) tidak membuka selebar yang seharusnya sehingga mengurangi jumlah uap air di atmosfer. Dan ini terjadi secara luas di hutan tropis dunia. Akibatnya terjadilah perubahan di atmosfer bumi yang memengaruhi tiupan angin dan aliran kelembaban udara dari samudera.

Saat gas rumah kaca tidak melebihi ambang batas, kelembaban udara akan terbentuk oleh proses transpirasi. Dalam proses ini terjadi proses daur ulang air, dari bawah tanah melalui akar kemudian dilepaskan ke atmosfer melalui dedaunan.

Namun, saat gas karbon dioksida jumlahnya melebihi kadar seharusnya, pohon-pohon secara alami akan melepaskan lebih sedikit uap air ke udara bebas sehingga akan terbentuk lebih sedikit awan di udara.

Dikatakan berkurangnya evaporasi akan memicu menghangatnya suhu du sekitar hutan di pulau-pulau di sabuk khatulistiwa seperti Kalimantan, Jawa dan Sumatra yang dikelilingi udara lembab di atas permukaan laut yang hangat. Bahkan Malaysia dan Papua Nugini tak luput dari fenomena alam ini.

Dari sinilah kita sebagai bangsa yang tinggal di wilayah yang terdampak harus mulai mempersiapkan diri lebih serius untuk menghadapi efek-efek perubahan iklim ini. (*/)

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun