Karena membiayai perkembangan sains bukanlah perkara yang murah, bahkan amat sangat mahal, sementara sebagian besar negara muslim dunia masih terbelakang dan miskin atau masih berkembang, menjadikan sains sebagai prioritas (daripada pemenuhan kebutuhan pokok yang lebih vital seperti sandang, pangan dan papan) tampaknya konyol padahal investasi sains dalam jangka panjang sejatinya akan sangat menguntungkan. Tetapi itu teorinya.
Praktiknya? Orang akan menolak membaca buku apalagi belajar jika perut mereka masih lapar atau masih kebingungan harus tinggal di mana malam nanti. Kompleks memang masalahnya. Sementara itu, negara-negara Muslim lain yang lebih makmur seperti negara-negara di kawasan Teluk (Semenanjung Arab) yang kaya minyak bumi masih relatif muda usianya sehingga belum banyak memiliki lembaga penelitian kaliber dunia yang mumpuni dalam menelurkan inovasi-inovasi sains yang substansial.
Pola pikir yang turut membuat Muslim tidak membuat kemajuan berarti dalam dunia sains modern ialah konsensus atau kesepakatan bersama yang kuat bahwa peran agama ialah sebagai sebuah landasan berpikir yang konstan, absolut dan kaku. Sikap kritis terhadap agama ditolak, sehingga umat Muslim menjadi lebih eksklusif, tertutup dari perkembangan dunia luar. Seekor katak dalam tempurung kelapa, atau seekor ikan dalam gelas mungil. Pergerakannya terbatas. Tidak bisa ke mana-mana. Seperti itulah pengibaratan perkembangan sains dalam umat Muslim saat ini.
Alasan kemunduran sains itu juga diduga berasal dari upaya interpretasi sejumlah pihak atas karya Imam al-Ghazali (salah satu tokoh Muslim paling menonjol dalam perkembangan Islam sejak Rasulullah SAW sendiri). Interpretasi radikal itu memicu Muslim untuk menghapus sejumlah cabang sains yang dicap “tidak dikehendaki”. Salah satu tokoh bernama Hamid al_Ghazali bahkan pernah menyatakan bahwa matematika ialah “karya dari setan”. Pernyataannya itu amat berpengaruh dan membuat dampak yang besar bagi perkembangan ilmu tersebut di peradaban Muslim.
Alasan lainnya ialah karena menurut saya umat Muslim saat ini terlalu reaktif kegaduhan eksternal dan ‘insecure’ (kurang percaya diri) mengenai dirinya sendiri dengan tersedot ke ranah politik. Mereka ingin sekali merebut hegemoni dunia dari Barat (baca:Kristen) sehingga sangat bernafsu mempertahankan kendali kekuasaan di berbagai lini. Tetapi sayangnya mereka lupa, bahwa hegemoni Barat itu dibangun tidak melulu dari aspek politik. Hegemoni itu dibangun dari berbagai bidang. Dan sains adalah salah satunya. Dan payahnya, sains merupakan salah satu di antara banyak celah kelemahan umat Muslim yang sebenarnya bisa menjadi kunci kebangkitannya tetapi kerap terlupakan. (*)
(Tulisan yang sama ditayangkan di blog pribadi penulis: akhlis.net)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H