Sinar matahari pukul 8 pagi membuat bumi Betawi hangat. Saya melangkah bergegas menuju kawasan Kota Tua Jakarta. Di depan saya terhampar halaman luas Museum Fatahillah yang legendaris itu. Tidak ada orang, mungkin karena masih terlalu pagi.Â
Tujuan saya ingin ikut berlatih yoga di sebuah gedung tua bernama Tjipta Niaga. Karena jarang ke tempat ini, saya terpaksa bertanya sana-sini untuk menemukannya. Saya bertanya pada dua orang pria di tengah jalan menuju ke sana,"Pak, kalau mau ke gedung Tjipta Niaga, arahnya mana ya?" Masygulnya, meski mereka tampaknya kerap berjaga di situ, mereka tergagap saat harus menjawab. Saya ucapkan terima kasih dan bertanya ke seorang pria lain di sekitar gedung Kantor Pos. "Di dekat Alfamart situ, mas."
Sampai juga akhirnya saya di gedung tersebut. Sedianya saya akan mengikuti kelas yoga di sini. Pihak penyelenggaranya Komunitas Yoga Gembira yang latihan mingguannya kerap saya ikuti di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Dan rupanya Yoga Gembira ini diundang oleh pihak pengelola yang diwakili Andy Budiman yang menyambut peserta kelas yoga dengan ramah. Dengan antusias, ia mengambil gambar saat kami mulai menggelar matras yoga di lantai yang sudah dipermak.
Masuk ke dalam gedung yang sangat luas itu, saya segera melangkah ke lantai kedua. Beberapa papan putih melingkupi dinding luar gedung, menandakan sedang ada proses renovasi yang berlangsung. Rasa lapang dan udara segar pagi terasa di dalam gedung ini berkat plafon yang sangat tinggi dan sistem tata udara alami yang pas untuk iklim tropis. Tidak butuh pendingin udara di sini karena semilir angin pagi masih bisa menerobos dari jendela-jendela jangkung khas arsitektur zaman kolonial Belanda.Â
Penggagas Komunitas Yoga Gembira, Yudhi Widdyantoro, hadir untuk membimbing kelas yoga pagi itu. Entah bagaimana, tercetus dalam benaknya untuk menggunakan kusen-kusen jendela di sana untuk membantu peserta kelas melakukan gerakan yoga utthita padangusthasana atau berdiri di satu kaki dengan kaki lain lurus terbentang ke samping. "Kuatkan kaki bawahnya, tegakkan badannya, pandangan ke depan!" Yudhi memberikan arahan dengan lantang.
Suaranya bergaung karena gelombang suara bertabrakan dengan dinding-dinding gedung. Belum semua peserta mampu melakukannya dengan paripurna sehingga ia berpikir mengapa tidak menggunakan kusen sebagai alat bantu.
Dari kejauhan, barisan tampak seperti sekelompok penari balet yang sedang meregangkan kaki mereka sebelum latihan bersama. Hanya saja bedanya, kaki kami masih belum selentur para penari itu. Maklum saja, kelas yoga ini diperuntukkan bagi semua orang dari yang pemula sampai yang sudah bisa.
Sebetulnya kelas yoga ini bukan hanya sekadar kelas yoga yang kita bisa jumpai di seantero Jakarta. Kelas yoga ini, terang Andy, menjadi bagian dari upaya bersama untuk merombak citra Kota Tua Jakarta melalui serangkaian kegiatan yang disebut "Kota Tua Creative Festival 2016" yang diadakan Creative Room. Festival itu sendiri sudah diadakan sejak tahun 2014 dan didukung Presiden Joko Widodo dan Mari Elka Pangestu serta sejumlah kelompok pemerhati industri kreatif, Indonesian Diaspora Network dan jaringan pekerja kreatif nasional dan global.
"Dalam setahun mendatang, kita akan menata kembali seluruh Kota Tua sehingga menjadi lebih menarik bagi warga untuk berkunjung," tuturnya. Tak cuma soal bangunan fisiknya, menurut Andy yang lebih penting ialah bagaimana menarik masyarakat untuk lebih betah beraktivitas di Kota Tua yang selama ini identik dengan museum saja.
Karena itu, Andy berkata Kota Tua akan diubah menjadi sebuah pusat kegiatan kreatif (creative hub) yang menyediakan sarana hiburan dan ruang kerja bersama (coworking space) dan tujuan wisata yang menarik, edukatif, tertata, bersih dan yang terpenting, semarak, sebab percuma saja sudah dirombak lebih bagus dengan dana besar tapi orang segan berkunjung.Â
Menurut Andy lagi, Presiden Joko Widodo sedianya akan meresmikan Kota Tua dan citra barunya sebagai pusat kreativitas warga itu pada hari ulang tahun Indonesia tahun depan. "Konsepnya nanti juga kanal di sini akan diubah menjadi kanal yang membelah kota Seoul." Terdengar bagus dan kita tinggal menunggu hasilnya, sembari terus mendukung berbagai upaya untuk menarik sebanyak mungkin orang untuk beraktivitas di kawasan bersejarah ini.