BUDI DARMA memiliki pesan besar bagi para penulis masa kini seperti Anda semua:Jadilah lebih agresif! Malam itu di panggung seremoni penutupan Asean Literary Festival 2016 lalu, pria asal Rembang yang kini berdomisili di Surabaya ini berwejangan pada kami para hadirin bahwa penulis muda jangan sampai mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dengannya.
Sebelum menghasilkan karya, selalu ingat bahwa tujuan Anda adalah menulis untuk diterbitkan. Kenapa? Agar jerih payah sastra Anda tidak mudah digerus zaman. “Kesalahan saya adalah kalau saya menulis, saya tidak memiliki niat untuk menerbitkan tulisan tersebut,” ia berpesan.
Kemudian Budi mengenang saat awal mula ia dalam proses menulis “Orang-orang Bloomington”, karyanya yang diterbitkan ulang. Begitu rampung menulis, ia kirimkan naskahnya ke redaksi majalah Horison kemudian ia diminta Satya Graha Urip agar naskah itu bisa diterbitkan menjadi buku. Setelah sekian lama stoknya habis, Budi juga tidak memiliki niat untuk menerbitkan ulang. Lalu datanglah Richard Oh yang meminta penerbitan ulang “orang-orang Bloomington”. Tak disangka-sangka, penerbit Metafor yang menangani karyanya itu ambruk. Tetap Budi bergeming, tak ingin menerbitkannya. Penerbit Noura kemudian berinisiatif menerbitkan kembali karyanya sekarang. Budi menyambut baik tawaran itu dan menganggap bahwa keacuhannya pada karya miliknya itu bukan teladan yang baik bagi para sastrawan yang lebih muda. Ia ingin agar sastrawan-sastrawan sekarang tak semalas dirinya dalam menerbitkan. “Generasi muda harus lebih agresif, lebih aktif dalam mencari pemasaran, penerbitan, dan sebagainya.”
Kesalahan lain Budi Darma sebagai pengarang ialah dirinya tidak menulis secara rutin. Jika ia tidak sedang bersemangat, ia tidak menulis sama sekali seperti sekarang. Justru memlihat anak-anak muda saat ini yang menggebu-gebu dalam menulis, ia merasa optimis dan bangga.
Agus Nur yang juga sempat hadir sebelum orasi sastra Budi Darma bahkan mengklaim buku kumpulan cerpen Budi sebagai salah satu buku kumpulan cerpen yang patut dibaca oleh pembaca karya sastra kita tanpa peduli era. Sayangnya, kini hanya segelintir pembaca muda yang tahu siapa Budi Darma dan karya-karyanya. Kadang tugas pengarang tidak hanya sampai pada menghasilkan sebuah karya tetapi juga harus menjangkau ke urusan memasarkan karya-karyanya. Ia harus tahu bagaimana karyanya yang sudah seperti jabang bayinya sendiri itu bisa sampai di tangan para pembaca. Karena jika hanya terkumpul di laci atau tersimpan manis di media penyimpanan komputer, semua bisa musnah begitu saja tanpa meninggalkan bekas di benak manusia lain. Padahal bukankah inti menulis adalah menyampaikan pesan mulia dari benak kita ke benak pembaca?
(ditulis ulang dari tulisan di akhlis.net)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H