Syarat menjadi buzzer menurut Nukman Luthfie, seorang pakar dan praktisi jejaring sosial Indonesia:
- Frekuensi tweet lebih tinggi dari pengguna biasa: ngetweet lebih sering akan membuat follower juga lebih banyak. Misalnya orang dengan frekuensi tweet sekitar 125 tweet per hari akan berpeluang lebih banyak mendapatkan follower lebih tinggi.
- Jumlah follower sekitar 5000: Bahkan orang dengan follower yang hanya sekitar 1000, sebenarnya sudah termasuk di atas rata-rata karena umumnya hanya follower pengguna Twitter standar ialah 200-an.  Kemampuan ngetweet bagus sudah bisa dikatakan dimiliki oleh mereka yang berfollower 1000-an. Angka follower 5000 ditetapkan sebagai standar bagi seorang buzzer yang mumpuni karena statistik menyatakan bahwa mereka yang memiliki follower 5000 ini memiliki frekuensi tweet yang jauh di atas rata-rata. Ini berkorelasi dengan jumlah follower yang tinggi.
- Influence besar: tak cukup aktif, buzzer idealnya memiliki influence besar yang spesifik. Bukan makro, tapi khusus. Ada yang di bidang otomotif, ada yang di gadget. Tiap buzzer harus punya positioning seperti itu. Tanpa itu, perusahaan akan sulit mendekati. Perusahaan-perusahaan yang pasarnya spesifik akan memilih buzzer yang spesifik pula. Memang bisa saja memilih buzzer yang makro dengan jumlah follower banyak, meski belum tentu punya influence besar.
- Segmentasi: seperti sudah dibahas tadi, buzzer harus spesifik. Makin tersegmentasi, makin bagus dan berpeluang untuk didekati perusahaan yang relevan dengan bidang yang ia geluti.
(Dari "Nukman Luthfie Tentang "Nge-Tweet Dapat Duit")
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!