Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sepakbola, Rokok, dan Kepriaan

12 Juni 2010   16:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:35 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Selalu ada hal-hal yang selalu diidentikkan dengan suatu isu tanpa sebuah pijakan logis. Hanya overgeneralisasi, prasangka dan stereotip tetapi seolah-olah telah menjadi hukum yang pasti. Kalau A pasti bagus (padahal A=Ancur), kalau lebih langsing pasti lebih disukai lawan jenis, kalau produk Indonesia pasti kurang bermutu, kalau bisa beli Blackberry (atau minimal HP China 'rasa' Blackberry) pasti disegani orang dan sederet kalau lainnya. Rupanya hal yang sama berlaku juga dalam 3 isu di atas: sepakbola, rokok, kepriaan (karena menurut hemat saya, istilah "kejantanan" lebih pas untuk ayam, bukan manusia). Di tengah sorak sorai menyambut Piala Dunia Akhirat di Afsel, saya dengan bangga mendeklarasikan bahwa saya BUKAN termasuk penggila bola yang harus mengikuti setiap pertandingan atau merelakan waktu istirahat untuk memelototi layar TV sehingga terkantuk-kantuk keesokan harinya saat kerja. Pria tulen HARUS suka sepakbola: Siapa bilang? Bagi saya tidak ada yang lebih menjengkelkan daripada berada di tengah-tengah sekumpulan penggila bola yang terus menerus berdiskusi hingga mulut berbusa tentang skor yang diraih tim kesayangannya, atau hijrahnya pemain favorit mereka ke klub manapun itu, serunya adu penalti, kejengkelan saat wasit berlaku tidak adil dan sebagainya. Alasan mengapa saya menyangsikan ini adalah sudah banyak perempuan yang juga bermain sepakbola (atau futsal). Seperti bola basket, ada juga liga sepakbola wanita. Jadi anggapan di atas sudah basi. Selain itu, ada begitu banyak olahraga lain yang lebih mengasyikkan dari hanya menyaksikan 22 orang memperebutkan satu bola di lapangan yang seluas itu. Satu hal lagi yang membuat simpati saya berkurang terhadap sepakbola ialah perilaku dan sportivitas yang menurut saya kurang jika dibanding jenis olahraga lain. Skandal suap di sana sini. Tidak perlu membahas sepakbola dalam negeri yang tingkat carut marut-nya sudah absolut , di Italia saja pernah terjadi skandal suap untuk mengatur skor. Dan yang paling penting: sepakbola kita sudah menyerap banyak anggaran (baik pemerintah pusat dan daerah) dan prestasi konkretnya?? Rokok: Gagah tapi mandul dan penyakitan Terlepas dari kota kelahiran yang sarat dengan nuansa rokok dan almarhum kakek yang berlatar belakang perokok berat serta saudara yang mencari nafkah di perusahaan rokok, saya adalah penentang rokok. Saya tidak pernah tergiur, mencicipi, apalagi mengisap rokok. Saya juga bersyukur ayah saya tidak menjadi teladan yang buruk dengan menjadi cerobong asap di depan saya, seperti yang ayah-ayah lain lakukan saat hajatan, buang air besar, atau naik angkutan umum yang kacanya tertutup rapat. Seorang teman yang notabene perokok berat (yang sekarang sudah bertobat) sering berkata "cowok tu harus ngrokok, bro". Saya jawab, "Lha kalau jadi ejakulasi dini, banyak penyakit, sedikit-sedikit batuk, napas kayak orang asma? Ngapain??" OK, mungkin banyak orang berargumen rokok tidak bisa membunuh orang. Iya, bisa juga. Tetapi bagi saya rokok lebih berperan sebagai katalisator berbagai penyakit. Dengan kata lain, rokok tidak membunuh tetapi mempercepat dan memperparah proses memburuknya suatu penyakit. Jadi, masihkah rokok dan sepakbola 'menentukan' kadar kepriaan seseorang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun